12. Moon Orchid

868 127 24
                                    

Angin mengasihani anggrek bulan yang tinggal sendiri.

---

Kim Junkyu, bunga yang kau tanam tumbuh dengan baik.

Itu adalah kalimat yang ingin aku katakan jika aku bertemu dengan Junkyu suatu hari nanti—atau tidak akan pernah sama sekali. Aku merawat bunganya tanpa pamrih, kendati bunga itu menjadi peneman setiaku setelah banyaknya kehilangan yang tak kusangka akan datang dalam hidupku.

Aku bisa merasa bagaimana hari kian bertambah sunyi. Tidak ada lagi Jihoon dan omelannya. Tidak ada lagi Asahi dan keanehannya. Tidak ada lagi Junghwan yang selalu mengunyah sesuatu dan menertawakan sesuatu. Tidak ada Jaehyuk dan Jeongwoo yang selalu membuat keributan. Rasanya benar-benar hampir kosong. Aku masih selalu menangis jika mengingat soal mereka. Aku tahu kesenangan itu tidak berlangsung untuk selamanya. Tapi aku juga tidak sadar kalau aku harus merelakan segala sesuatunya berlalu dan hilang dengan cepat.

Aku jadi jarang keluar dari kamar. Aku menghabiskan hari-hariku dengan bergulung tidur di atas kasur meskipun aku tidak benar-benar terlelap.

Hari ini, hujan turun. Tidak terlalu lebat, tapi juga tidak terlalu sedikit. Ranting kayu mengetuk-ngetuk kaca jendela yang tertiup oleh angin. Kebisingan yang dihasilkan rintik air seakan menutup telingaku dari seluruh suara kenangan yang terus membuatku tidak bisa berjalan ke depan. Hujan masih mengasihaniku, meskipun sudah tak ada lagi yang bisa kuceritakan padanya. Tidak ada lagi yang bisa aku bicarakan karena memang semuanya juga sudah beranjak.

"Aku penasaran, apa anakku sedang menikmati hujan juga," ucap tuan Kim. Aku seketika menoleh. Terdapat banyak rindu di balik matanya.

Hanya ada dua kemungkinan yang diungkapkan media massa dan kepolisian soal hilangnya Junkyu. Yang pertama, jika ia hidup dia adalah tersangka dari dua korban yang tewas. Dan jika tidak, artinya dia juga korban.

Bagaimana bisa seorang ayah memilih untuk memikirkan dua kemungkinan itu? Bahkan aku juga tidak akan pernah bisa memilih ingin ia kembali hidup-hidup sebagai penjahat, atau ditemukan tak bernyawa sebagai korban. Sampai sekarang pun pencarian masih dilakukan. Tuan Kim berdoa setiap hari, meskipun aku tidak tahu isi doanya.

"Anakku bukan pembunuh." Tiba-tiba, tuan Kim berujar demikian. Mungkin dia juga menyadari ekspresi tidak enakku. "Jika ada yang seharusnya ia bunuh, maka orang itu adalah aku. Tapi dia tidak melakukannya. Dia anak yang baik. Dia tidak mungkin melakukan itu."

Seorang ayah akan percaya pada anaknya sampai mati. Bukankah hubungan antara orang tua dan anak memang diperkuat oleh kepercayaan satu sama lain?

"Aku juga yakin dia bukan orang yang akan melakukan itu," ujarku untuk membuat hati pria tua itu sedikit lebih baik.

Helaan napas panjang terdengar. "Aku mendidiknya dengan keras. Bahkan aku memisahkannya dari ibunya karena kebencianku pada wanita itu. Ibunya meninggal dunia karena sakit tanpa sempat melihat Junkyu. Aku pelaku utama yang membuat kepribadiannya menjadi amat kaku, tidak suka manusia, dan dingin."

Aku tidak tahu cerita seperti memang ada. Aku tumbuh dengan cinta dari kedua orangtuaku. Ternyata memang setiap orang tua memiliki cara yang berbeda dalam membesarkan anak. Meski begitu aku percaya bahwa seorang ibu atau seorang ayah juga melalui banyak hal dalam proses tersebut. Mereka tidak langsung jadi orang tua ketika lahir.

---

Untuk menyembuhkan perasaan gundahku, akhirnya aku berjalan menyusuri area luar gedung dan kemudian berhenti tak jauh dari pohon besar. Tadinya aku ingin menyiram bunga, tapi ternyata ada seseorang yang juga tengah menyiramnya. Dia menggunakan jaket merah yang dibelakangnya bertuliskan nama universitas. Kakinya sangat jenjang, matanya lumayan bulat, rahangnya juga terlihat berbentuk. Aku belum pernah lihat orang ini sebelumnya.

if you could see the wind ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang