4. Broken

982 275 13
                                    

You cannot fill the gap that is left, but you can decorate the gap with your happy memories

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

You cannot fill the gap that is left, but you can decorate the gap with your happy memories.

•·················•·················•

Pada saat Dokter berkata bahwa usiaku tidak akan lama lagi, aku menyayangkan banyak hal sederhana. Hanya sesuatu yang sepele seperti 'padahal aku baru membeli stok jelly kesukaanku' atau 'padahal aku sudah menyiapkan pakaian untuk liburan tahun depan'. Sekarang aku bahkan tak tau, apakah aku bisa bertemu dengan si kecil yang berada di dalam kandungan ibu. Aku masih memikirkan nama yang bagus untuknya kalau-kalau hanya itu yang bisa kuberikan sebagai seorang kakak—kendati aku tak bisa bersamanya, mungkin.

Aku duduk di kasurku seperti pagi-pagi sebelumnya. Sudah nyaris seminggu aku berada di tempat penuh duka ini. Aku tidak tau sampai kapan aku akan bertahan. Suatu hari nanti, aku tau namaku akan disebutkan lewat speaker. Seluruh penjuru hospice akan tau bahwa Choi Hyunsuk sudah mati. Dan aku harap saat itu langit sedang cerah.

Aku sudah terbiasa melihat Asahi yang menghilang setiap pagi. Terkadang aku penasaran dan melihatnya mengatur napas di salah satu anak tangga. Aku terbiasa dengan perangai Jaehyuk, atau ocehan Jeongwoo. Aku bahkan mulai tidak kaget lagi dengan intonasi suara Jihoon yang selalu meledak-ledak.

"Tidak sarapan?" tanya pria tua disebelah kasurku. Dia sudah mau bicara padaku sejak beberapa hari lalu. Aku dan yang lain memanggilnya Tuan Kim.

Aku menggeleng. "Akan kugabung dengan makan siang."

Pria itu mengangguk paham. Dia memintaku untuk membukakan jendela agar angin bisa masuk menerpa kulitnya. Dia selalu meminta hal yang sama setiap pagi. Mungkin karena ruangan ini cukup panas meski ada pentilasi udara. Dan pria tua ini tak bisa melakukan apapun selain terlentang dan menyerahkan kepercayaan pada angin sepenuhnya untuk membuatnya sejuk. Karena aku orang yang cukup perasa, aku bisa melihat bahwa di balik kornea mata cokelat pria tua itu, tersimpan rindu pada putranya yang tidak kunjung pulang.

"Paman, aku datang membawa bunga segar," ujar Jaehyuk yang tau-tau sudah masuk seenaknya sambil membawa dua tangkai bunga berwarna kuning.

"Dari siapa?" tanya Tuan Kim.

Jaehyuk hanya mengedikkan bahu. "Tadi ada yang menitipkannya di post satpam. Katanya dia temannya Junkyu. Kalau tidak salah ingat, namanya Haruto. Ngomong-ngomong ini mau kuletakkan di mana?"

Aku seketika mengerutkan kening. Apa mungkin temannya itu adalah orang yang sama dengan yang menyuruhku menyiram bunga? Kenapa dia tak memberikannya sendiri?

Pria tua itu memalingkan wajah ke arahku. Dengan jarinya yang bergetar, dia menunjuk lacinya yang paling atas.

"Ada vas bunga di dalam. Kau bisa bantu?"

Aku mengangguk dan segera beranjak dari tempatku duduk. Kubuka laci kayu tersebut dan vas bunga berwarna biru muda adalah benda pertama yang menyapa penglihatanku. Aku langsung mengangkatnya untuk diperlihatkan kepada Tuan Kim. Dia mengangguk membenarkan. Jaehyuk mendekat sambil membawa bunga tersebut.

if you could see the wind ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang