Three

1.2K 122 10
                                    

Scandal

"Aku muak!"

"Ini baru menginjak minggu kedua. Kau terlalu banyak mengeluh."

Sasuke menghempaskan kasar jas kerjanya. Lalu duduk disamping Hinata yang sibuk menyesap teh hijau hangat sambil membaca majalah fashion terbaru. Oh, sudahkah Hinata memberitahu bahwa sekarang pin apartemen ini sudah dimiliki Sasuke?

Seminggu yang lalu saat Hinata selesai dengan pekerjaan permodelannya dan mendapat libur di hari Minggu, Sasuke meminta pin apartemennya. Tentu Hinata menolak untuk memberikannya. Malam itulah Sasuke menggempurnya habis-habisan hingga esoknya Hinata kesulitan berjalan dan membuatnya harus menunda seluruh jadwal yang membuat sang Manager begitu khawatir dan ingin mengunjungi Hinata. Namun, tentu saja Hinata langsung menolak kunjungan itu. Karena semua menjadi berantakan di hari itu, bahkan Sasuke keukeuh tidak akan melepaskan Hinata sampai ia memberikan pin apartemennya, akhirnya membuat Hinata menyerah saja. Tidak mugkin gara-gara percintaan panas, membuatnya harus berhenti bekerja.

"Tapi pekerjaan yang diberikan si brengsek itu semakin banyak dilimpahkan kepadaku! Kakashi pun semakin memperpadat jadwal pelatihan. Kau kira ini mudah?!"

"Itu artinya Sai mulai merasa tersaingi, karena kau yang biasanya malas-malasan dan selalu ceroboh serta sering dipermalukan sekarang mulai lebih bekerja keras. Tidakkah itu suatu kemajuan yang pesat?" Hinata berkata dengan tenang.

"Ya, bagus. Dan sekarang si brengsek itulah yang semakin sewenang-wenang padaku."

Hinata hanya terkekeh geli mendengar itu. Ia kemudian menaruh majalahnya. Sekarang masih pukul tujuh malam. Hinata telah menyelesaikan jadwal kerjanya sekitar pukul lima sore tadi karena memang hari ini hanya dilakukan tiga kali pemotretan untuk sebuah promosi brand pakaian.

"Akhir bulan ini, tepatnya dua minggu lagi aku dan Sai akan bertunangan. Jadi, sebaiknya kau cepatlah selesaikan pelatihan itu sebelum aku benar-benar bertunangan dengannya."

Sasuke mendesis. "Kau hanya bisa menyuruh dan memerintah."

Hinata hanya mengedikkan bahu.

"Senjatanya memang sudah ada, tapi orang yang akan menggunakannya tidak ada. Bagaimana agar bisa bekerja?" Hinata kembali menyesap tehnya.

"Kau ingin aku yang melakukannya?"

Hinata mengangguk pasti. "Aku sudah memantau Ino, wanita itu sekarang sedang krisis dengan pekerjaannya. Memang pantas dengan apa yang sudah dia dapatkan."

"Dasar kejam, kau tidak punya hati sebagai sesama Wanita? Dia bahkan hanya seorang beta?"

"Beta Wanita pun bisa hamil, sayang."

"Sebenci itu kau dengannya?"

"Setiap Langkah yang ia pijak adalah jalan yang aku pilih sebagai model. Kau tidak tahu betapa malu diriku saat tahu bahwa dia mengikuti banyak sekali model pakaian yang aku pesan. Jika itu memang untuk dijual aku tidak masalah, tapi itu untuk pakaian pribadiku. Juga, bagaimana Wanita itu sering mengkritik apapun yang aku lakukan. Saat tahu bahwa dia menyukai Sai, dan tahu bahwa akulah yang akan bertunangan dengannya, dia mendatangiku ke kantor dan tiba-tiba menjambak rambutku. Dasar Wanita bar-bar."

Hinata melirik Sasuke saat pria itu hanya diam. Pria itu lalu sibuk dengan ponselnya. Membuat Hinata mempunyai ide jahil untuk mengganggu pria itu.

Hinata merangkak cepat ke pangkuan Sasuke. Membuat ponselnya jatuh begitu saja ke karpet bulu lembut dibawah kaki mereka. Hinata duduk berhadapan dengan Sasuke. Tatapan tajam Sasuke tidak mengganggunya sama sekali. Malah ia tertawa geli.

AcceptabilityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang