11

2.3K 135 3
                                    

Situasi apa ini? Phuwin membuka mata dengan pandangan yang masih kabur, tangannya menyibak selimut kala sesuatu bergerak nyaman memeluk tubuhnya. "Shia... Pond..."

Kelihatan bahwa lelaki tegap yang memeluk masih lelah, hanya dengkuran halus menjawab panggilan lelaki manis itu. Serasa akan patah tulang-tulangnya membuat Phuwin tak berdaya.

Suara ombak masih memasuki indra pendengaran, aroma laut yang khas serta sinar mentari menembus rimbunan daun terus mengenai keramik kamar. Tangannya berusaha melepaskan tangan pond yang memeluknya.

"Pond.. aku mau kembali ke kamarku" ujar Phuwin mulai memaksa tangan itu terlepas "Pond..."

Masih tak ada pergerakan Phuwin memilih untuk melepaskannya paksa,n tak peduli lagi dengan wajah Pond yang nampak terganggu, lelaki manis itu mengusap mata dan mengambil baju-bajunya berangsur memakai seluruh pakaian dengan lengkap. Tangannya memutar kenop pintu, mengedarkan pandangan ke segala arah dan sangat sepi. Jam segini mungkin para anggota osis bermain di pantai, pasalnya siang nanti mereka akan kembali ke rumah masing-masing. "Sial... Aku dinodai..."

Phuwin menuruni tangga resor bermaksud ke kamarnya, Dunk pasti sedang terlelap dan benar saja saat pintu kamar dibuka, ada lelaki itu masih memeluk nyaman bantal kamar. Dia memilih duduk di teras luar, semacam balkon yang menghadap langsung ke arah pantai. Pikirannya berkecamuk tak karuan, resah dan sangat mengkhawatirkan.

Ombak pantai menyapu pasir menuju tepian, dia memperhatikan satu persatu wajah orang-orang yang bermain di sana. Sedetik kemudian Phuwin beranjak memeriksa laci nakas mengeluarkan batang nikotin di sela-selanya, sebuah pematik menyempurnakan kepulan asap yang mengudara. Sahabatnya masih tertidur, dia mengisap benda yang terapit di jari.

Pasal kejadian semalam benar-benar meruntuhkan nyalinya, untuk pertama kali seseorang benar-benar menusuk holenya dengan sensasi yang berbeda, sial... Itu menyakitkan namun membuatnya melayang. Kepulan asap rokok berterbangan bebas, berusaha rileks dia menutup mata menikmati aroma laut yang menyeruak bersama angin.

"Kau sudah kembali" Phuwin diam masih menikmati aktivitasnya. "Jadi semalam siapa yang berada atas?"

"Sial, kau meninggalkanku..."

"Kau di bawah yah..." Tawa Dunk renyah mengudara, lelaki itu kelihatan merebut satu batang rokok dari Phuwin. "Jangan merokok"

"Kepalaku serasa akan pecah, aku butuh ketenangan" ujarnya nampak jengah, lantas tak membuat Dunk menuruti perkataan lelaki itu.

"Phu... Aku tidak bermaksud membiarkannya semalam, tapi aku tak bisa membuka pintu kamar mereka, jadi aku pasrah saja"

"Pilihan yang bagus, kau sudah membuatku kesakitan."

"Kupikir kalian hanya berdiskusi" kekeh Dunk, matanya menghilang dengan rokok yang telah dia padamkan di asbak. "Aku mandi duluan..."

Phuwin mengangguk, dia mengambil sebotol parfum dari dalam tas, tangannya sibuk menyemprotkan dengan semangat guna menghilangkan bau asap rokok. Lalu beralih keluar kamar mencari sarapan untuknya dan sang sahabat.

Dia sepertinya akan mencari menu sarapan diluar resor saja, banyak penjual makanan di dekat-dekat sini.

.
.
.
.
.

Tak ada suara apapun, hampa sekali. Pond berusaha mendudukkan dirinya di ranjang, mencari-cari atensi lelaki manis yang dari semalam menyebutkan namanya tak berhenti. Akhh... Sial, kepalanya jadi nyeri.

Lelaki tegap menuruni ranjang guna memeriksa ponselnya, ada beberapa kali panggilan tak terjawab dari sang sahabat, Pond meringis tertahan. "Joong akan mengamuk"

Dan benar saja, panjang umur kini lelaki itu mendorong pintu kamar tak sabaran. Bahkan Menatapnya dengan kesal "apa yang semalam kau perbuat dengan adikku?"

"Joong dengarkan aku baik-baik" Pond menatap panik lelaki itu. "Phuwin dan aku melakukannya, tapi aku tak memaksa"

"Nah kan, sudah kuduga" Joong menggeleng frustasi, lelaki itu buru-buru duduk di pinggiran ranjang "bagaimana jika dia mengamuk dan melaporkan ini pada orangtuaku?"

"Dia pergi begitu saja, aku rasa aku harus mencari Phuwin"

"Baiklah jangan membuat kekacauan, bicara baik-baik padanya, jangan sampai dia bersikeras menceritakan ini pada orang tuaku"

Pond mengangguk paham, di ambang pintu masih sempat dirinya menatap Joong, kemudian bergegas meninggalkan kamar. Dia menuruni satu-persatu anak tangga dengan tujuan kamar lelaki manis itu, sesampainya didepan pintu kamar dadanya bergemuruh.

Tangannya memetik daun hijau dari pot geranium didekat pintu, dia menciumi getah itu dengan perasaan teraduk-aduk. Mengetuk pintu dengan pelan hingga menjadi dengungan bertubi-tubi, matanya bergerak tak nyaman.

Pintu kamar terbuka, namun yang muncul bukan sosok manis yang dicarinya. "Mana Phuwin?"

"Dia sedang makan, ada perlu apa?"

"Bisakah aku bicara dengannya sebentar saja?"

Dunk terdiam, dia agak ragu dengan ucapan lelaki itu. Dan dia juga tak yakin apakah phuwin akan mengizinkannya, sesuatu yang fatal terjadi tadi malam dan ini nampaknya akan sulit. "Sebentar, aku akan menanyakan pada Phuwin"

Pond mengangguk paham, dia membiarkan Dunk menghilang di ambang pintu sembari menunggu. Hingga lelaki manis keluar dari balik benda persegi panjang itu, matanya menatap Pond dengan gugup.

"Phu... Aku ingin membicarakan sesuatu"

"Jika ini masalah semalam, bisa kita lupakan saja?"

"Maafkan aku, aku benar-benar tak tidak bisa mengendalikan-

-aku juga, kita impas... Sama-sama berbuat kesalahan berarti harus saling memaafkan" kentara sekali kehadirannya membuat Phuwin tak nyaman, mau tak mau Pond jadi tak enak akhirnya mengangguk saja.

"Sekali lagi malam aku, tapi Phu... Kejadian semalam bukan hanya karena ketidaksengajaan, aku memang memiliki perasaan padamu, aku serius Phu..."

"Tidak mungkin" lelaki manis itu tersenyum kecil "ini hanya cinta semalam kan?, Orang-orang melakukannya. Aku rasa kau juga hanya melakukan hal itu, jadi tak masalah"

"Phu..."

"Kita lupakan saja yah... Bukankah kau juga memiliki kekasih?"

"Aku dan June?" Pond menerka, memang dari cerita yang tersebar dikalangan para siswa dia dan june masih memiliki hubungan.

"Aku tidak peduli Pond, yang kutahu semalam itu hanya karena kita tak sadar, bisa kau lupakan saja?"

"Phu... Aku tak memiliki kekasih, aku dan june sudah lama selesai"

"Lalu aku harus bagaimana?"

Sial... Memalukan sekali, Pond kehabisan kata-kata. Matanya melirik tak nyaman entah apa yang lelaki manis itu harapkan keluar dari mulutnya, Pond sangat serius "apa aku tak punya kesempatan bersamamu Phu?"

"Aku rasa tidak perlu" Phuwin tersenyum hambar, matanya memanas "aku sedang tak niat memiliki kekasih"

Terakhir, pintu tertutup dengan kencang. Phuwin mengepalkan tangan seraya memeluk Dunk yang sudah siap merentangkan tangan untuk dia. Rasa sesal mulai menggerogoti hati, penghianatan dan kesakitannya tak akan dipahami. Lantas Dunk saja yang bersedia membuka matanya berusaha membuat dia melihat dunia jauh lebih indah, "bagaimana ini?"

"Semua baik-baik saja Phu... Aku tak peduli berapa orang yang harus sakit hati menerima penolakanmu, selama kau belum siap membuka hati dan memberikan kepercayaan pada orang lain aku adalah orang yang akan melindungi mu" keduanya memeluk erat "sudah yah... Jangan diingat lagi"

"Saat Pond menyentuhku, rasanya tidak sama dengan orang itu" Phuwin menatap Dunk sangat yakin, matanya sembab "Pond benar-benar membuatku bimbang"

"Kau mencintainya?"

Tak dapat dipastikan ini perasaan macam apa, Phuwin menunduk dalam. Hatinya nyeri kala mengingat peristiwa kelam diakhir di tahun itu, dia menggeliat tak nyaman "aku takut Dunk..."

"Humm.. aku paham, tak usah memaksakan diri, aku ada disini untukmu..."

.
.
.
.
.
.
.

To be continued

Jangan lupa tinggalin jejak kak, maaf masih berantakan, makasih udh mampir 🙏🏻

My Sweet Love [Pondphuwin]18+[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang