25

1.3K 112 18
                                    

"sampah... Bangsat..." Wajah kaku dengan aura bermusuhan dan dingin, Pond menarik kerah baju lelaki di depannya percikan kemarahan membludak. "Berani sekali kau..."

"Apa yang kau bicarakan?, Aku tak paham"

Ada keheningan sebelum pertanyaan itu terjawab, Pond merasa nafasnya memburu. "Berani sekali kau mengusik Phuwin, Aku akan membunuhmu"

Mata mereka bertemu melumpuhkan keberanian Joss, "aku bisa jelaskan ini, okay..."

"APA MAKSUDNYA KAU MENYEBARKAN VIDIO ITU, BANGSAT..."

"Kupikir kau tak ada hubungan dengan Phuwin, mengapa emosi?"

"Kata siapa?" Nafsu penuh gairah membunuh bersembunyi di balik tatapan dingin dan datar, sekali hentakan Pond membanting tubuh lelaki itu tak manusiawi. "Jangan pernah berharap bisa menyentuhnya" suara parau tersirat amarah tanpa kegundahan, penekanan katanya tersirat.

"Apa yang kau harapkan? Lelaki menjijikkan yang sudah di sentuh beberapa lelaki?, Memalukan..."

Bugh... Pond melontarkan tangannya ke udara, mendarat berkali-kali menghantam pipi Joss. Histeris dan teriakan melengking seantero koridor, para siswa berkumpul tak berani merelai. "Kau merasa puas sudah menyentuh Phuwin?"

Tak sanggup lagi menjawab, Joss meringsak berusaha menyelamatkan dirinya. "Sialan..."

Pond menggerakkan tangannya menelusuri lekuk leher Joss, dia menekan kuat. "Pecundang, kau melakukannya karena Phuwin tak mau lagi denganmu kan? Kau yang memalukan, Aku akan menghabisi mu bangsat..."

Untuk sesaat pemuda dengan rahang tegas kehilangan kendali, rasa amarah menghentikan kewarasan. Tak ada perlawanan dari korbannya, dia terus menindih tubuh itu memukul membabi-buta. "Jika aku berdosa melakukan pembunuhan, sampai berjumpa lagi di neraka" katanya lantang dan datar.

.
.
.
.
.

Dunk menuntun kaki dengan terseok-seok, pandangan kabur kepala pening dengan susah payah memegangi pinggiran tangga. Baju berantakan, mata meredup dan nafas terengah-engah dia masih berusaha berjalan, Phuwin kesayangannya sedang dalam masalah serius.

Pintu besi akses masuk rooftop di dorong kuat, dia meremang. Tangan itu bergerak acak seakan memanggil sahabatnya, dia tak sanggup berbicara lagi, mulut kering nyaris kehabisan udara. Wajahnya berwarna semu dan bibir kebiruan, dia berjalan lemah menapaki panasnya lantai semen.

"Phu..."

Phuwin syok, tubuh sang sahabat masuk dalam pelukannya dengan kondisi tragis. "Dunk... Apa yang terjadi?"

"Phu... Aku akan membunuh Joss" getaran udara hangat sangat hampa di bibir sahabatnya, Phuwin semakin panik.

"Dunk, lihat aku" wajah manis tertakup sempurna, selama beberapa saat tidak terdengar apapun kecuali deru nafas keduanya.

"Phuwin baik-baik saja kan? Aku akan membunuh orang-orang yang mengatai mu. Tunggu saja, setelah tubuhku bisa dikendalikan. Aku akan membunuh mereka untukmu"

Phuwin mengangguk dengan air mata bercucuran membasahi pipi, bercampur aduk antara perasaan bersalah dan prihatin. Dia menyeret banyak orang dalam kelalaiannya, "Dunk, kenapa wajahnya pucat sekali?"

Senyum polos dari Dunk sangat menyakitkan. "Aku tidak tau, seluruh badanku panas" ujarnya "Phuwin jangan pikirkan komentar orang-orang, mereka tak tau apapun"

"Dunk sudah lihat vidionya?"

"Humm" wajah sahabatnya masih melemas dengan mata terpejam. "Tidak ada masalah apapun, Dunk tau Phuwin di jebak"

"Mereka mencekoki ku dengan minuman aneh, aku tidak sadar dan benar-benar tidak bisa mengendalikan diriku"

Dunk menghela nafas, matanya terbuka memandang ke belakang tubuh Phuwin, pemandangan awan tinggi serta udara tak berujung menjadi saksi kesakitan sahabatnya. "Aku rasa mereka berencana menjebak mu lagi, tapi aku yang meminumnya"

"Dunk, hey.. Dunk, maksudnya bagaimana?"

"Aku tidak yakin"

Phuwin meredup, matanya menangkap kedatangan seorang lelaki di ambang pintu rooftop. Keberaniannya hilang seketika, Pond menatap dengan wajah lelah serta seragam yang berantakan.

"Phuwin..." Tidak terduga irama lembut menyentuh hatinya, langkah pelan berjalan mendekat. "Maafkan aku"

Sekilas Phuwin menunduk, wajah sembabnya memalukan. Tiupan angin bergerak-gerak dengan gembira menggangu rambutnya.

"Jika saat ini aku meminta kau menjadi kekasihku, apakah boleh?"

"Pond... Aku menjijikkan"

"Tak ada lagi penghalang, kita bisa berlari sekencang mungkin." Kepedihan yang selalu mengintai mereka, telah terputus.

"Aku... Aku, aku merasa bersalah padamu, benar-benar berantakan, masa laluku memalukan"

"Jangan berfikir macam-macam, aku hanya memintamu menjadi kekasihku, jangan beri jawaban yang tak sesuai dengan pertanyaan"

"Phu.. kenapa kau tidak mencobanya?" Dunk berbisik pelan, masih setia dalam pelukan Phuwin.

"Pond, izinkan aku mempertimbangkannya"

.
.
.
.
.

Suasana hening, sebuah teko minuman setengah kosong berada di meja ruang tengah. Phuwin mengikuti garis spiral suram di cangkir yang berwarna gold, mantel yang tak berbentuk dengan kelopak mata yang bergerak-gerak tak karuan menjadi pemandangan yang aneh di tengah-tengah perkumpulan.

"Kenapa Phuwin tidak mengatakan ini dari dulu" Mix memulai pembicaraan.

"Phuwin malu, dan takut kalian kecewa" suaranya bergetar hebat mengundang kegugupan.

"Apa yang akan kau lakukan setelah ini nak?" Tanya Earth dengan wajah tenang, Jujur saja perasaannya kalut tak senang dengan kekacauan ini.

"Phuwin akan pergi"

"Tidak" tegas Joong, "kau tidak salah, mengapa harus menghindar?"

"Tidak butuh waktu lama, aku hanya ingin istirahat" ada sedikit penderitaan di wajahnya dan mereka bisa melihat kalau Phuwin hampir menangis. "Aku harus pergi"

"Berapa lama?"

Phuwin membenamkan wajah menunduk dalam, "aku tahu kalian putus asa terhadapku, aku rela ditinggalkan"

"Jangan berkata sembarangan, Daddy sangat menyayangimu nak, kita keluarga"

"Aku ingin melewati segalanya tanpa membuat orang lain terluka"

"Phu, pikirkan baik-baik tentang ini, Mommy menghargai semua pilihanmu" Mix memeluk anak bungsunya, satu usapan lembut di rambut itu nyata menjadi penenang.

"Maafkan Phuwin, membuat kalian dalam situasi seperti ini"

"Ini adalah ketentuan tuhan, jika suatu saat kau dalam masalah kami akan selalu duduk membentuk lingkaran dan saling memeluk. Tau tidak, sebesar apapun kesalahan yang Phuwin lakukan tak ada artinya untuk Mommy, Phuwin tetap anak kami"

Perkataan itu memeluk raganya yang hampir putus asa, kadang-kadang bertahan hidup adalah pilihan yang buruk. Namun membuang kehidupan akan menyakiti orang-orang di sekitarmu, pilihan yang tak adil.

Mereka memeluk erat, "Phuwin beruntung berada di keluarga ini" katanya bersemangat dibawah pandangan ketiga orang itu. "Ini bukan masalah besar, tak usah khawatir Phuwin akan mengatasinya"

Fantasi yang bagus, kini dia mendapati dirinya sendiri tenggelam, seperti anak kecil yang dirangkul kala terjatuh saat berlari-larian. Dia dapat melihat wajah-wajah sendu memberi semangat.

"Sepanjang apapun perjalanannya, kami akan memegang tangan Phuwin. Jangan pernah bertanya siapa dirimu?, Untuk apa kau hidup, dan untuk siapa?. Kau tetap sosok lelaki manis yang berlari dalam pelukan Mommy saat bersedih, tak akan pernah berubah"

.
.
.
.
.
.
.

To be continued

Jangan lupa tinggalin jejak kak, maaf masih berantakan, makasih udh mampir 🙏🏻

My Sweet Love [Pondphuwin]18+[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang