tiga

5 0 0
                                    

"Loh, na kamu dimana?" panik Fanessa setelah mengetahui jika adeknya tidak berada disampingnya.

"Mang, lihat adek saya disini enggak ya? dia pakai baju warna kuning, rambutnya sebahu, pakai bando warna kuning juga,"

"Waduh, enggak neng. Daritadi Mamang disini enggak ada liat adek eneng,"

Mendengar hal tersebut Fanessa menjadi panik kembali. Ia berjalan mondar mandir kesana kemari untuk menemukan adek semata wayangnya.

Bagaimana tidak, Ilona satu satunya adek Fanessa. Bisa dicoret dari kartu keluarga jika benar ia menghilangkan si bungsu.

"Ona dimana sih kamu dek, kakak khawatir ini," monolog Fanessa ketika belum juga menemukan Ilona.

Ia berjalan menuju ke taman, mencoba mencari Ilona siapa tau adiknya itu berada di sana.

"Ilona!" Fanessa mendekatkan tangannya dimulut agar suaranya menjadi bertambah kencang.

Sesampainya ditaman, mata Fanessa membelalak lebar. Bagaimana tidak, Ilona berdiri dengan seorang pria dengan tangan yang menarik seperti ingin melarikan diri.

"Heh lo! lepasin adek gue bangsat!"

Nafas Fanessa memburu, matanya menajam menatap sang pelaku dengan garang. Adeknya kini telah berdiri dibelakang badannya dengan tangan yang ia genggam dengan erat erat.

"Lo mau nyulik adek gue kan, jujur nggak lo!" tekan Fanessa pada pria yang terlihat masih muda.

Laki-laki itu menatap wajah Fanessa dengan wajah yang sangat datar, ia lalu menatap anak kecil yang tadi ditolongnya.

"Coba Ilona bilang sama tantenya, emang benar abang mau nyulik ona?" tanya pria itu meminta pendapat.

"Tante tante mbahmu, dia adek gue. Jadi gue kakaknya!" ucap Fanessa tak terima.

Mendengar kalimat yang keluar dari perempuan didepannya, pria itu mengendikkan bahu acuh.

Ilona menggelengkan kepala dengan tegas, ia menatap kakaknya, "Enggak kakak, dia abang yang udah nolongin Ona. Tadi Ona kejepit ayunan waktu main disana," Ilona menunjuk ayunan bewarna putih bersih.

Memang benar ucapan Ilona. Tadi saat Fanessa membeli cilok, Ilona sempat melihat ayunan. Dengan semangat Ilona menghampiri lalu memainkannya. Tapi naas, bokongnya malah terjepit. Untung saja ada abang ganteng ini yang dengan sigap menolongnya.

"Ona bohong pasti, orang ini mau culik kamu kan tadi? bilang aja dek, jujur. Enggak kakak marahin kok. Kakak mau marahin sama mas mas yang ini," ujarnya sambil menatap sinis pria didepannya.

Pria itu memutar bola matanya malas, "Serah lo dah. biasanya orang yang suka ngefitnah besoknya mati," ucapnya tanpa beban.

"Sialan lo! mulut banyak dosa aja belagu,"

"Lo nyumpahin gue mati hah?!" lanjut Fanessa setelah berhasil memukul pundak pria itu kesal.

"Loh, gue cuma bilang doang. Ada pepatah mengatakan, orang yang suka menfitnah besoknya bakal mati,"

"Bodo, gue nggak denger," Fanessa menutup telinganya, seolah tidak mendengar ucapan pria itu barusan.

"Secara nggak langsung lo udah ngajarin adik lo sendiri ngomong kasar," ujar laki laki itu. Dirinya kurang menyukai ucapan Fanessa yang tergolong kasar.

"Bodoamat, peduli apa lo tentang kita?" kata Fanessa menjauhkan tangan dari telinganya.

"Ayo dek, kita pergi dari sini. Entar kita ketularan goblok kaya dia," ajak Fanessa sambil menunjuk laki laki didepannya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 02, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

FALASKARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang