02. Casent dan Harsa

1 0 0
                                    

Harsa berpapasan dengan Casent di depan pagar Sekolah. Meskipun orang berpikiran bahwasanya mereka itu siswa yang sedang bersaing sebenarnya tidak juga, Harsa dan Casent merupakan teman baik hanya saja peringkat yang membedakannya sehingga di cap seperti itu oleh orang sekitar. Saat berpapasan, mereka tentunya saling sapa satu sama lain. Tak jarang juga jika mereka tertawa dan mengobrol bersama.

"Yo, bro. Nanti lunch pada bawa menu apa, nih?" Tanya Casent yang kini duduk di hadapan Harsa, kedua kakinya yang menyilang dan kedua tangannya yang berada di atas meja. Casent menatap Harsa dengan rasa ingin tahu yang begitu tinggi. Sementara Harsa, ia merogoh tas-Nya dan mengambil alat tulis. Ia menatap temannya sepersekian detik lalu mulai berbicara,

"Gue gak bawa bekal." Balas Harsa singkat lalu melanjutkan kegiatannya dengan membaca buku paket yang akan dipelajari nantinya. Sikapnya begitu terpampang jelas jika ia tidak menyukai kehadiran Casent.

"Lo harus makan, nih! kebetulan gue bawa bekalnya kebanyakan jadi Lo bisa makan!" Seru Casent dengan wajah antusiasnya meskipun tak digubris sama sekali oleh teman didepannya. Tak lama, datanglah murid dan pelajaran dimulai. Harsa begitu teliti dalam belajarnya, bahkan tak ada seorangpun yang berani mengganggu-Nya. Semua ia perjuangkan demi dapat diakui oleh orangtuanya.

Materi telah lama dimulai dan kini saatnya para siswa beristirahat, bel berbunyi. Casent segera duduk disamping Harsa dan mengeluarkan bekalnya, isinya memang tampak kebanyakan dan dari aromanya sangat menggugah selera namun sayangnya Harsa tidak mau mengakui itu.

Casent mengambil sendoknya dan menyuapi Harsa, dengan rasa gengsi yang tinggi, pria muda itu menolak secara terang terangan di depan Casent.

"Gue gak butuh. Lo makan aja." Dengan singkat ia mengucapkan kalimat tersebut tetapi bukan Casent namanya kalau tidak punya 1001 cara untuk menaklukkan si gengsian ini. Ia dengan sengaja mengganggu Harsa agar mulut pendiamnya itu dapat terbuka.

"Casent! Bisa- eum.." Harsa terpaksa memakan makanan dari sendok yang tiba-tiba masuk ke dalam mulut-Nya. Walaupun jengkel, tetap ada rasa ingin tertawa karena usaha Casent yang mencoba memberikannya asupan gizi. Di kelas hanya ada beberapa anak, diantara yang lainnya jika diamati, Casent Pradhipta yang sangat melekat pada Harsa walaupun sikapnya seperti acuh tak acuh.

"Gue tau lo sering sakit, makanya makan yang bener!" Perintah Casent pada Harsa. Mereka memang bersaing dalam hal mata pelajaran, namun, tak harus jika mereka juga saling membenci.

Selang beberapa menit, ia merasakan sakit pada kepalanya dan juga pandanganya buram.

"Lo kenapa, Sa?" Tanya Casent dan tak lama kemudian Harsa pingsan. Casent tentu terkejut dengan kejadian ini, ia segera membopong tubuh Harsa dibantu oleh Aries.

— Beberapa menit, Harsa tersadarkan. Kini, ia berada di atas sebuah kasur UKS. Di sampingnya, ada Casent yang ketiduran karena terlalu lama menunggu Harsa untuk kembali sadarkan diri. Dirinya rela melewati banyak mata pelajaran demi menunggu Harsa di sebuah ruangan yang dilapisi AC. Ia menyentuh pipi Casent, terasa sangat dingin. Jaket yang ia pakai segera di lepas dan di pasangkan kepada Casent yang sedang tertidur pulas.

“tsundere.” Satu kata yang tersusun dalam pikiran Casent. Ia memang tak salah bergaul, Harsa adalah seseorang yang tak pernah ingin orang-orang disekelilingnya merasa kesulitan. Namun, sikapnya memang tsundere.

Dengan gerakan yang tiba-tiba, Casent menggengam tangan Harsa. Ia duduk dengan tegak dan tersenyum, senyumnya yang indah, yang sangat jarang diberinya.

“Selamat! Gue tau Lo kemarin menang Olimpiade Matematika.” Ucapan selamat yang keluar dari bibir Casent secara tiba-tiba, teman sekelasnya yang biasa ia anggap sebagai saingan pun memberinya ucapan selamat. Kapan kah orangtuanya dapat mengucapkan hal yang sama dengan teman sekelasnya?

“Terima kasih. Jaketnya buat Lo aja.” Balas Harsa acuh tak acuh, buliran bening perlahan turun dari pipi kurusnya. Bukan, bukan Casent yang ia harapkan untuk memberikan ucapan tersebut padanya. Secara tiba-tiba dadanya sesak.

“Sial, Asma gue kambuh …” Harsa meremas dadanya dengan kuat, menahannya.

“Harsa? Lo kenapa?” Tanya Casent dengan panik, terlihat jelas tangan kiri temannya itu meremat kuat dada bagian kanan. Ia sama sekali tidak tahu apa yang harus ia lakukan.

“Gue … Gapapa.” Suara rintihan yang pilu, sangat berbeda ucapannya dengan kondisinya sekarang. Suasana dalam ruangan itu kian berubah.

“Bilang sama Gue!” Casent yang sangat tidak sabaran memaksa temannya untuk segera mengatakan apa yang dia alami sekarang juga.

“Inhaler … dalem tas Gue,” Casent segera membuka tas biru milik Harsa, ia mendapatkan banyak sekali inhaler yang masih penuh. Dirinya segera mengambil satu dan memberikannya kepada Harsa. Tak lama, setelah inhaler itu di aplikasikan oleh Harsa, kini ia menjadi lebih tenang.

“Kalo Lo punya penyakit Asma, jangan acuh tak acuh sama perintah Gue!” Ia berbicara dengan nada kesal, teman satunya ini senang sekali untuk memendam semuanya. Meskipun tidak tahu pasti, tapi ia akan mencoba menjadi versi terbaik untuk Harsa Agaspatha. Setelah berbagai kata serta kalimat keluar dari bibir Casent, kini suasana menjadi hening. Harsa segera berdiri dari kasur UKS dan berjalan ke arah sebuah tempat penitipan tas lalu membawa tas birunya di punggung.

“Nanti Gue nebeng Lo, ya?” Casent berdiri lalu melemparkan kunci mobil pada Harsa yang dengan sigap segera di tangkap dengan mudah. Mereka berdua kemudian berjalan keluar dari Sekolah, kini sudah saatnya pulang. Ia membuka pintu mobil dan mengendarainya sementara Casent duduk di samping bangku pengemudi.

Di perjalanan, mobil mewah yang bermerek McLaren Elva membelah jalanan kota.

“Dhipta.” Harsa memanggil sembari mengendarai mobil.

“Lo ada freelance, gak?” Tanyanya, fokus Harsa masih mengarah ke sebuah jalanan luas yang ramai penduduk.

Dengan kebingungan, Casent akhirnya menjawab, “Lo bukannya anak dari pengusaha kaya, ya? Jonnath Garezha, itu, kan, namanya?” Casent hafal betul jika Harsa adalah anak pengusaha kaya raya yang bahkan semua anak di Sekolah itu tahu.

“Oh iya, Gue kaya, ya.” Harsa menepuk keningnya, ia lupa jika dirinya adalah anak orang kaya. Bahkan aset dari Papa nya di atas namakan Harsa Agaspatha.

To Be Continued  . . .

Kamu dan KenanganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang