O3. Pertemuan ; Shanghai.

0 0 0
                                    

- Pagi ini, suara burung berkicau dan ayam yang berkokok memekakkan telinga. Harsa bangun di pagi hari kemudian ia bersiap-siap untuk ikut bersama Jonnath ke kota Shanghai. Kota yang akan ia tempati selama beberapa waktu bersama Ranjadara. Satu koper yang diisi oleh pakaian dan kebutuhan mereka sudah siap. Kini, Jonnath sedang mengedarai mobil mewahnya ke sebuah bandara internasional. Jonnath yang berada di kursi pengemudi dan Harsa serta Ranjadara yang berada di kursi penumpang. Seharusnya Bunda juga ikut, namun, ia tak sudi untuk satu mobil bersama Harsa. Dirinya memilih untuk menetap di kota kelahirannya dan enggan untuk pergi ke kota Shanghai.

"Pa, apa Hasa akan dipindahkan ke Sekolah baru?" Tanyanya, ia sedikit resah karena harus berpisah dengan Casent Pradhipta. Karena, pastinya anak laki-laki itu akan spam chat. Tapi, dirinya merasa sedikit kehilangan. Akankah nanti ada seseorang yang akan memiliki karakter seperti Casent?

"Tentu. Papa sudah pilihkan Sekolah terbaik untuk Kamu." Ucapnya lalu pria paruh baya itu kembali fokus mengendarai hingga sampai ke sebuah bandara internasional.

- Kini, mereka sampai di sebuah negeri China. Yang berisikan berbagai macam kemodernan. Ia menelusuri jalanan yang penuh akan penduduk, ada banyak pedagang dan toko di sekitarnya. Jalanan yang bersih, udara segar. Kini, ia menaiki taksi untuk ke sebuah mansion. Perjalanan yang di tempuh cukup lama karena dari bandara dan langsung ke tujuan utamanya yaitu mansion mereka untuk beristirahat.

Di dalam sebuah mobil yang hanya berisikan suara mesin yang terus bekerja dan beberapa suara dari kendaraan lain, sebab, orang yang berada di dalam mobil telah sibuk dengan pikirannya tersendiri. Jonnath yang sibuk memikirkan keluarganya yang tak lagi utuh dan hanya menyisakan anak - anak yang ia bawa dan akan menetap di kota ini serta Harsa yang terus melamun memikirkan banyak hal agar dapat dibanggakan oleh sang Bunda dan mendapatkan apresiasi. Keluarga yang tak lagi utuh, tapi harus ia perjuangkan agar tidak ada lagi yang rusak lebih parah.

Waktu terus berjalan, tak terasa mereka sudah sampai di mansion yang cukup besar dengan dominan warna abu-abu. Jonnath keluar dan membantu mengeluarkan barang bawaannya yang tak terlalu banyak sementara Harsa hanya menggendong Ranjadara yang masih kecil. Jonnath memasuki mansion yang tampak mewah, di dalamnya ada beberapa maid yang bekerja seperti menyirami tanaman, membersihkan kaca, dan lain sebagainya. Ketika mereka memasukinya, semua maid tersenyum kepada Jonnath maupun Harsa yang sedang menggendong adiknya. Kemudian, sampailah Harsa pada sebuah kamar yang cukup luas.

Kamar yang dominan berwarna putih, lengkap beserta isiannya. Harsa menaruh Ranjadara di kasur king size dan ia membersihkan dirinya.

“Sepi, gak ada Bunda ...” Harsa mengambil bathrobe dan keluar dari kamar mandi lalu memakai pakaiannya, hanya sebuah kemeja putih dan celana panjang berwarna hitam yang ia kenakan.

Sorot matanya teralihkan dengan Ranjadara yang tertidur pulas sembari memeluk boneka kesayangannya, boneka Beruang Madu. Benda yang pertama kali Bunda berikan saat adik laki-laki nya lahir ke dunia. Bibirnya tersenyum manis, ia kemudian berjalan mendekati Ranjadara.

“Abang mau pergi ke supermarket, Dara mau ikut?” Tanyanya, adiknya seketika terbangun ketika mendengar kata 'supermarket'. Pipi tembam yang menggemaskan dan badannya yang tak terlalu tinggi langsung menyambar memeluk Harsa yang duduk disampingnya.

“Dara mau cokelat,” ucapnya secara tiba-tiba.

“Jangan mam coklat banyak banyak,” ujar Harsa dengan nada melarang pada Dara. Bibir mungil milik si kecil tiba tiba terlihat melengkung tanda jika saat ini ia sedih.

“Abang!” Dara merengek manja sembari bergelayutan di lengan kekar abangnya.

“Ya sudah, boleh. Tapi jangan ajak abang ngobrol sama kamu lagi.” Kalimatnya cukup untuk membuat Dara menurut, tak tega tetapi ia tetap harus menegaskan adiknya agar memiliki pola hidup yang sehat.

Mereka berdua akhirnya berjalan ke tempat supermarket berada, tak terlalu jauh. Harsa membuka sebuah pintu dan kemudian masuk ke dalamnya.

Harsa masuk ke sebuah rak yang diisi oleh sayur mayur. Ia menenteng satu keranjang kecil kemudian memasukkan dua ikat bayam, tiga kailan, dan sisa yang diambilnya adalah daging merah. Ia kemudian mengantri di kasir untuk membayar belanjaannya.

Setelah selesai membayarnya, kini mereka berdua berjalan menuju mansion.

“Dara ... Disaat Dara sudah besar nanti, jangan pernah yang namanya pacaran. Itu bikin Dara rugi. Mengerti?” Harsa menjelaskan bahwa jika Ranjadara sudah dewasa nanti untuk tidak terlalu larut dalam urusan percintaan.

“Siap, kapten!” Si mungil menjawab dengan lucunya sehingga membuat bibir tipis Harsa mengukirkan senyuman terindahnya.

— Kalau saja waktu bisa diulang, mungkin masa ketika Ranjadara kecil adalah masa terindah yang akan selalu Harsa abadikan di setiap harinya. Kini, kehidupan Ranjadara sudah bukan tentang ia yang selalu merengek meminta coklat atau susu, dirinya telah tumbuh menjadi laki-laki yang mulai dihadapkan oleh berbagai macam kesibukan.

“Dara, Papa pergi keluar kota hari ini untuk pekerjaan. Hanya tiga hari. Kalau ada sesuatu yang ingin Dara ketahui, tanyakan pada abangmu.” Seutas kalimat dari Jonnath sebelum membawa kopernya menuju bagasi mobil dan menjalankan kendaraan tersebut. Menghilang dari hadapan Ranjadara.

“Abang, Papa pergi,” Ranjadara berjalan ke dalam kamar sembari memberitahu tentang sang Papa yang sudah pergi bekerja. Ia membuka pintu kemudian duduk di kursi belajarnya; membuka laptopnya.

Harsa hanya membalas dengan jempol jarinya kemudian kembali sibuk dengan laptop, ia meneruskan pekerjaan Jonnath di sebuah Perusahaan sebagai pengganti Papanya. Berbagai dokumen yang menumpuk di meja kerjanya terkadang membuat kepalanya sedikit pusing.

“Abang, bagaimana cara menghitung ini? Aku tidak paham ...” Harsa menengok kan kepalanya lalu berdiri dan berjalan ke arah adiknya.

“Rumusnya itu ada di bagian ini, di tambah saja. Baru, deh, kamu bisa tahu A aksennya. Kalau rumus ini, hanya kali silang saja sudah dapat hasilnya, jangan lupa di bagi dengan angka di samping x.” Harsa menjelaskan pada Ranjadara yang sedang sibuk mengutak-atik angka bersusun itu.

“Makasih, abang!” Seru Ranjadara lalu kembali mengerjakan soal-soal dari guru.

TBC ...

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 16 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Kamu dan KenanganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang