Tiga hari berlalu.
Tiga hari aku menatap langit-langit kamarku terus menerus.
Tiga hari aku memikirkan alasan kenapa Shoji bisa melakukan perbuatan sejahat itu.
Tiga hari aku tidak masuk sekolah.
Tok...Tok...Tok...
"Ya?" responku.
Pintu kamarku pun terbuka.
"Ini gue!"
"Jemi? Lu ngapain disini?" tanyaku heran.
"Pertanyaan konyol! Lu kan sahabat gue, masa gue nggak ngunjungin lu," jawabnya.
Aku hanya bisa menjawab dengan tertawa kecil. Kedatangan Jemi membuat suasana hatiku menjadi lebih baik.
"Haduh, Na. Lu kek kucing nggak dikasih makan tau nggak sih," canda Jemi. "Ya bayangin aja lu diselingkuhin sama cowo lu selama dua bulan," sahutku.
Jemi hanya bisa menatapku dengan iba.
"Udahlah, Na. Nggak papa deh lu nangisin tuh cowo. Tapi, jangan lama-lama. Cowo tukang selingkuh nggak patut di nangisin berlarut-larut," ujar Jemi.
"Iya...iya..." balasku.
Semoga aja aku bisa melakukan apa yang dikatakan Jemi.
—
Akhirnya aku masuk ke sekolah. Semua karena Jemi. Dia memohon kepadaku untuk masuk sekolah dengan alasan dia butuh teman yang dia bisa contekin.
"Ayolah, Na. Masuk dong!" seru Jemi.
"Yeu...Bilang aja kan lu kangen sama gue? Gausah make alasan lu mau nyontekkin gue gitu," ejekku.
Jemi memutarkan bola matanya mendengar ejekanku.
"Iya, deh. Mending lu cepetan siap-siap. Kita mau telat, nih!"
Iya...Aku akan menunjukkan kepada Shoji bahwa ini adalah kerugiannya.
—
Hari ini sungguh melelahkan. Sudah kuduga orang-orang disekitarku akan bertanya mengenai situasiku, ditambah banyak materi yang aku lewatkan. Tetapi hari ini aku tidak bertemu dengan cowok brengsek itu. Apakah dia merasa malu? Semoga aja dia merasakan itu.
"Akhirnya, makan juga." Jemi beserta pacarnya, Kio, duduk didepanku.
"Eh, Nana. Udah lama nih gue nggak ketemu lu," sahut Kio.
"Lu sama pacar lu sama aja. Sama-sama kangen sama gue," ucapku.
"Idih!" seru Jemi.
Kami pun berbincang-bincang sambil memakan makanan siang kami.
Tiba-tiba Kio dan Jemi membeku sambil menatap ke arah yang sama. Aku dengan refleks melihat ke arah yang mereka sedang lihat. Sesosok laki-laki yang sudah aku maki-maki beberapa hari terakhir ini muncul dihadapanku. Aku langsung mengalihkan pandanganku.
Shoji...Ngapain dia disini?
"Teman-teman, aku ke toilet dulu, ya," ucapku.
Tanpa menunggu respon mereka, aku bergegas untuk berjalan ke toilet.
Tiba-tiba tangan yang rasanya familiar memegang lenganku. Aku menoleh ke belakang dan benar saja, itu adalah Shoji.
"Na, tunggu dulu. Aku mau ngomong sama ka-"
"Gue nggak butuh penjelasan lu! Lagian apa yang perlu diperjelaskan lagi? Udah jelas banget apa yang udah lu perbuat," ucapku hampir menangis.
Aku langsung berlari ke toilet, tidak peduli lagi dengan tatapan orang-orang.
—
Ring...Ring...Ring...
Telepon bodoh.
Ring...Ring...Ring...
Dengan malas, aku mengangkat telepon tersebut.
"Iya, ada apa, ya?" tanyaku dengan malas.
"Na, ini gue. Lu gimana keadaannya? Tadi kok lu pulang cepat nggak bilang-bilang sama gue," ucap temanku, Jemi, dengan nada khawatir.
"Ya lo mikir dong kenapa," jawabku dengan ketus. "Maaf Jem...gue lagi malas sama semuanya."
Aku bisa mendengar Jemi menghela nafas diseberang telepon.
"Udahlah, Na. Gue tau lu sakit hati banget. Tapi lu harus buktiin ke mantan lu itu bahwa lu baik-baik saja tanpa dia. Ngerti?"
"Iya, ngerti."

KAMU SEDANG MEMBACA
10 Summers Ago
RomanceMusim panas 10 tahun lalu adalah musim panas yang tidak akan pernah dilupakan oleh tiga orang yang pernah terjebak oleh cinta segitiga.