Sebagai planet terjauh dari pusat Kerajaan Galaksi Milky Way, planet Expire nyaris terabaikan dari kelola pemerintahan, dan dikenal sebagai 'surga' bagi para penyelundup dan aktivitas kriminal. Planet ini memperoleh reputasi buruk, sering dipandang sebagai tangki septik galaksi karena banyaknya penjahat yang dapat ditemukan di sana.
Selain manusia dan robot buangan, bentuk kehidupan asli planet ini adalah makhluk seperti Tusken (orang pasir), naga Krayt, pemulung dan pedagang kerdil berjubah macam hewan pengerat. Mereka mampu beradaptasi dengan baik dengan iklimnya yang gersang. Meskipun kedekatannya dengan 'matahari kembar' membuat hidup menjadi sulit, planet Expire terletak di dekat rute hyperspace utama, puing-puing dari bangkai kapal juga menyediakan sumber daya bagi pemulung. Badai pasir tahunan menghapus landmark dan membuat kehidupan nomaden menjadi berbahaya, dengan populasi planet yang mengelompok menjadi pemukiman yang berbeda.
Planet Expire mengorbit dua matahari, Tier I dan Tier II, dan ditutupi oleh gurun dan formasi batuan, sehingga hari-hari menjadi sangat gersang dan cerah, terutama pada siang hari. Planet ini mengitari matahari cukup jauh untuk mengembangkan iklim yang stabil, tetapi sangat panas. Karena kondisi ekstrim, hanya wilayah yang relatif sejuk di belahan bumi utara yang dapat dihuni, dan kurang dari 1% planet ini tertutup air permukaan. Tingkat kelembaban rata-rata adalah 5,4%. Salah satu dari banyak fitur luar biasa yang unik dari planet Expire adalah kabut misterius, yang naik secara teratur dari tanah saat pasir gurun bertemu dengan tebing dan mesa.
Pada sela waktu istirahatnya, Zora Stellard sekuat tenaga menelan roti gandum dengan sebotol air ukuran 500 ml. Pria paruh baya berkumis tipis dengan seragam jubah yang dilengkapi rompi tahan panas warna biru lusuh itu memilih menjauh dari rekan-rekannya yang makan di kantin. Zora duduk di bongkahan batu yang membentuk sebuah kursi panjang di dekat pintu. Bisa dibilang, mungkin bangunan ini lebih mirip gua gurun ketimbang ruangan.
Sambil makan, Zora memandang langit planet Expire yang begitu terik siang ini. Senantiasa menampakkan sinar terang dua bintang kecil di langit. Seolah-olah mereka adalah sepasang mata yang terus memperhatikannya. Atau mungkin saja mereka adalah Dewa-Dewi yang tidak menginginkan kemajuan teknologi planet ini. Begitu pula dengan kondisi geologi, tipografi, dan demografi planet ini.
Dunia ini sudah tidak aman untuk ditinggali, rutuk batinnya. Selagi memandang kebosanan akan kondisi habitatnya, ia berpapasan dengan seorang pria cebol tua setengah botak. Ia juga merupakan tetangga sebelah rumahnya.
"Tuan Fredikson!" sapa Zora.Dia hanya melirik sekilas. Langkahnya terburu-buru menyeret sebuah troli tertutup kain hitam berpasir. Zora penasaran ingin mengikutinya. Namun, ia urungkan niat itu. Wajah pria tua itu nampak diliputi kerisauan.
Mungkin sebaiknya, aku jangan mencampuri urusan orang lain!
***
"Anak-anak, kita harus segera pergi dari sini," tegur Zora kepada anak-anaknya yang baru pulang sekolah.
"Jadi, kita akan tinggal di mana, Ayah?" tanya si anak sulung—Galileo, remaja berusia 17 tahun.
Sang ayah enggan menjawab. Saat ini, ia masih sibuk mengemasi barang-barang yang dianggap penting. Dua orang anaknya membantu memasukkan ke dalam tas-tas besar dan kotak-kotak yang mungkin bisa diangkut pesawat luar angkasa milik ayahnya.
"Kakak, kenapa kita harus pergi?" tanya si adik—Riana, gadis berusia 15 tahun.
"Karena ayah tidak ingin kita terbunuh seperti keluarga Mr. Fredikson," jawab Zora yang hampir selesai mengemas barang-barang mereka.
Kejadian mencengangkan terjadi pagi ini. Tetangga mereka, Tuan Fredikson, ditemukan di ruang tamu dengan posisi diikat, tusukan di dada, leher, dan tembakan di kepala. Bukan hanya Tuan Fredikson, beberapa warga planet Expire yang dianggap sebagai ilmuwan dan ahli mekanik juga ikut menjadi korban pembunuhan. Sampai saat ini, tersangka belum ditemukan. Begitulah menurut informasi yang tersebar.
Dugaan sementara, pembunuh tersebut merupakan suruhan orang-orang kaya dan berpangkat di jajaran pemerintahan.
"Mereka orang-orang pintar yang diincar oleh para pembunuh bayaran." Galileo menatap kamera berbentuk bola mata besar dan memeriksanya. Ada sebuah slot kecil di bagian bawah yang berfungsi untuk mengisi daya baterai. "Tapi, aku tidak yakin mereka mengincar ayah. Ayah, kan, bukan orang kaya. Pintar juga tidak. Yang ayah punya hanya rongsokan robot tak berguna ini."
"Galileo, jaga mulutmu!" Zora melempar tas besar yang sudah terisi penuh ke arah anak lelaki satu-satunya ini. "Daripada terus mengomel, lebih baik bawakan barang-barang ini ke dalam pesawat. Kita akan menuju ke Planet Transpire."
Pesawat luar angkasa pun diluncurkan. Zora sudah memantapkan diri untuk tinggal di planet itu lagi—Transpire. Meskipun banyak kenangan terjadi di sini, prioritas saat ini adalah tinggal di tempat yang aman dan nyaman bersama anak-anaknya.
"Bahan bakar dan perbekalan kita sepertinya cukup. Bersiaplah, Anak-Anak!" ujar Zora.
***
Beberapa hari setelah menempati rumah barunya di planet Transpire, beberapa manusia dan makhluk asing datang. Raut wajah orang-orang itu tampak suram, tidak ramah atau pun tersenyum. Zora menyuruh Galileo dan Riana untuk bersembunyi di kamar yang berada di lantai atas.
Dua anak itu mengintip di belakang tangga bagian atas. Ingin menguping pembicaraan orang-orang dewasa itu. Sayangnya, suara mereka terdengar amat lirih. Bagaikan pemutar suara yang diturunkan volumenya.
"Anak-anak, ayah mau pergi sebentar," ucap Zora mengusap pelan rambut mereka.
"Apakah ayah akan pergi dengan orang-orang itu?" tanya Riana dengan mata berkaca-kaca. Tiba-tiba perasaan gadis itu terasa tidak karuan.
"Cuma sebentar, Sayang. Ada urusan penting."
"Bagaimana kalau mereka pem- ...."
Zora meletakkan jari telunjuknya di depan mulut Galileo. "Galileo, tidak baik berburuk sangka terhadap orang. Sudah, ya, jangan berpikiran yang bukan-bukan!"
"Tapi ...." Galileo meragu. Ia menggigit bibir bawah menahan kesal.
"Jaga diri kalian baik-baik!" Begitulah pesan terakhir Zora Stellard kepada anak-anaknya pada hari itu.
Hari berikutnya, kabar Zora Stellard sudah tidak terdengar lagi. Galileo dan Riana makin khawatir dengan keberadaan sang ayah. Mengingat ayahnya juga bagian dari pekerja ahli mekanik dari planet Expire. Barangkali kemampuannya mungkin akan dimanfaatkan oleh makhluk jahat untuk kendaraan atau senjata berbahaya.
Ayah, bagaimana jika kau mati di tangan orang-orang itu? Bagaimana nasib kami berdua?
Galileo duduk di ranjang tempat tidur ayahnya sambil mengerang frustasi. Air matanya terus menetes dalam ketakutan. Takut jikalau sang ayah juga turut menjadi korban pembunuhan. Seperti yang terjadi pada rekan-rekan Zora di planet Expire.
Tiba-tiba, ia menemukan sesuatu di bawah tempat tidur. Sebuah kartu akses edisi lama, dengan bercak-bercak noda di permukaannya. Karena penasaran, Galileo segera mengambil perangkat pintarnya untuk mengetahui isi dari kartu akses terenkripsi tersebut.
Pesan terakhir dari istrimu tercinta,
Gloria Stellard
Masukkan kata sandi di sini
KAMU SEDANG MEMBACA
THE LAST MESSAGE FROM STELLARD
Science FictionKasus pembunuhan yang melibatkan para ahli mekanik pesawat luar angkasa di planet Expire membuat Zora Stellard merasa terancam. Ia memutuskan untuk pindah ke planet Transpire bersama dua orang anaknya, Galileo dan Riana. Namun, tiba-tiba Zora pergi...