"Tuan Fredikson!" seru Zora kepada pria cebol setengah botak yang lewat di depannya.
Tuan Fredikson hanya melirik sekilas. Langkahnya terburu-buru menyeret sebuah troli tertutup kain hitam berpasir. Zora penasaran ingin mengikutinya. Namun, ia urungkan niat itu. Wajah pria tua itu nampak diliputi kerisauan.
Mungkin sebaiknya, aku jangan mencampuri urusan orang lain!
Sebentar lagi senja. Setelah menyeka keringat di dahi dengan handuk kecil dan minum sedikit air, Zora membereskan peralatan mekaniknya sambil berjongkok. Sesekali ia merenung tentang pekerjaannya hari ini. Tak terlalu berat seperti biasa.
Memperbaiki pesawat luar angkasa berbagai ukuran dan kendaraan anti badai pasir sudah menjadi rutinitasnya sehari-hari. Meskipun mendapatkan onderdil dari sisa puing-puing elektronik yang dianggap sampah, bagi ahli mekanik seperti dirinya, itu seperti sebuah gunung emas. Terkadang, Zora menemukan barang langka yang sangat berguna, misalnya tabung pemicu uranium atau ion propulsion yang berisi sisa bahan bakar langka seperti kripton atau xenon. Bahan bakar ini mampu menghasilkan kecepatan yang tinggi dan lebih efisien dibandingkan bahan bakar roket yang umumnya terdiri dari campuran bahan kimia seperti hidrazin, nitrogen tetroksida, atau cairan hidrokarbon.
Namun, hari ini tidak ada pesawat yang ingin diperbaiki. Hanya kendaraan ringan yang digunakan untuk mobilitas sehari-hari.
"Zora, apakah kau melihat Pak Tua Fredikson?" tanya seorang makhluk yang wajahnya menyerupai tikus besar. Sepasang telinganya tertutup helm bercorak kuning marble dan mengendarai kendaraan melayang berbentuk kumbang bertanduk hitam.
Kendaraan yang digunakan di regional Trashure umumnya tidak memiliki roda agar tidak meninggalkan jejak di pasir. Ada juga yang menggunakan roda rantai mirip tank apabila kondisi pasir tiba-tiba melunak.
"Tadi siang, aku melihatnya menuju ke sana." Zora menunjuk sebuah bukit yang samar memperlihatkan dua menara kembar. Sepertinya cukup jauh.
"Aneh sekali."
"Aneh kenapa, Nezul?" tanya Zora heran.
"Kau tidak tahu, ya?" Nezul si tikus besar turun dari kendaraannya. Kemudian ia berbisik kepada Zora.
"Menara kembar itu tidak boleh didekati siapapun selain orang-orang berkepentingan," jelas Nezul. "seharusnya, dia datang ke rumahku untuk memperbaiki kendaraanku yang akan kugunakan untuk Festival Balap Expire."
Padahal tadinya, Zora tidak ingin mencampuri urusan orang lain. Namun, setelah mendengar penuturan Nezul, Zora makin penasaran. Apalagi sebelumnya ia tidak mengetahui apapun perihal menara kembar tersebut selain sebagai pemancar alat komunikasi.
"Haruskah kita menyusulnya?"
"Hah? Kau gila! Bisa-bisa kita ditangkap oleh pasukan Holder. Nanti kita dianggap memasuki kawasan terlarang," tolak Nezul.
"Lalu, bagaimana dengan Tuan Fredikson? Jujur saja, perasaanku tidak enak." Zora masih memandangi tempat itu selagi warna lagit mulai gelap.
Dua menara itu kini tampak menyala. Si tikus besar mengurut dagunya, tampak memikirkan suatu rencana. Lantas ia membuka bagasi yang terletak di bagian depan kendaraan.
"Aku punya kain tak terlihat yang kemarin kudapatkan dari penyihir. Mungkin dengan ini, kita bisa menyamar." Nezul merentangkan kain hitam lusuh berukuran cukup lebar di bagian depan kendaraannya. Benar-benar jadi tidak terlihat.
"Baiklah, kita gunakan itu saja."
Zora menyetujui usulan Nezul. Mereka menutupi seluruhnya dengan kain besar agar tak terlihat. Untungnya, 'kumbang hitam' milik Nezul juga memiliki perangkat anti bising.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE LAST MESSAGE FROM STELLARD
Science FictionKasus pembunuhan yang melibatkan para ahli mekanik pesawat luar angkasa di planet Expire membuat Zora Stellard merasa terancam. Ia memutuskan untuk pindah ke planet Transpire bersama dua orang anaknya, Galileo dan Riana. Namun, tiba-tiba Zora pergi...