Mata indah dengan bulu lentik masih terpejam hingga pagi menyapa. Pergerakan dari sebuah tangan semakin mempererat pelukannya.
Mencoba membuka matanya, namun ia tidak bisa. Kepalanya sedikit pening akibat terjaga sepanjang malam.
Semalam setelah mendapatkan panggilan dari Jie, Nana langsung bergegas membawa Jeno ke Emergency Room terdekat.
Jeno sempat diberikan infus dan beberapa obat dalam bentuk suntikan untuk meredakan nyeri dan demam.
Mereka baru bisa pulang saat hasil pemeriksaan darah Jeno keluar. Selama itu mata Nana terjaga, ia tidak bisa memejamkan matanya.
Semakin ingin ia membuka mata maka pening yang ia rasakan semakin kuat. Nana harus membuka matanya untuk membuat sarapan, anaknya butuh makan, begitu pula dengan Jeno. Pria itu butuh makan untuk minum obat.
"Jie~" panggil Nana, ia mengusap surai anaknya dengan mata terpejam.
"Wake up, Jie~" panggil Nana lagi.
Jisung semakin memperdalam pelukannya, ia tidak ingin membuka matanya.
"Buna mau bikin sarapan dulu,"
Tengkuk leher Nana merasakan hawa panas yang teratur seperti sebuah napas yang berhembus.
Nana mengingat kembali apa yang terjadi setelah mereka pulang dari rumah sakit. Pertama ia mengantar Jeno ke kamar pria itu, memastikan Jeno tidur diranjang dengan benar, lalu Nana menggendong Jie menuju sofa bed ruang tengah.
Setelah memastikan semuanya selesai, ia bergabung dengan Jie ke alam mimpi.
Nana mencoba melepaskan pelukan yang melilit tubuhnya, ia seperti terkunci oleh dua manusia.
"Biarkan seperti ini, sebentar saja," suara berat khas orang bangun tidur berbisik ditelinganya, suara yang dahulu sering ia dengar setiap pagi menyapa.
Nana membeku, sejak kapan Jeno bergabung dengan mereka? Sejak kapan pria itu pindah ke ruang tengah?
"Jen! Lepas!" Pinta Nana penuh penekanan.
Semakin ia bergerak, semakin terkunci pula tubuhnya diantara dua orang yang sedang memeluknya. Pada akhirnya Nana hanya bisa pasrah.
Menjelang siang Nana baru bisa terlepas dari dua orang yang berlomba memeluk dirinya.
Jisung duduk menemaninya memasak makan siang, sedangkan Jeno kembali beristirahat setelah memuntahkan semua isi perutnya.
"Jie, setelah makan siang kita pulang dulu ya,"
"Tapi bun, uncle Jeno lagi sakit-" tolak Jie.
"Nanti kita balik lagi, biarkan uncle istirahat"
Nana meletakkan piring makan siang untuk Jie, serta menyusun beberapa piring makanan dan minuman untuk diberikan pada Jeno.
"Buna mau antar makanan buat uncle, kamu juga makan ya" Nana mengusap lembut rambut Jie.
Jeno bersandar pada headboard saat Nana masuk ke dalam kamarnya.
"Hei," sapa Jeno.
Nana memeriksa kening Jeno yang sedikit demam, lalu mengatur pendingin ruangan agar Jeno nyaman.
"Makanlah, kamu bukan Jie yang harus disuapin" Nana menata piring dan gelas agar Jeno dengan mudah memakan makanannya.
"Terimakasih" ujar Jeno dengan tulus, sungguh ia sangat beruntung kalau saja masa lalu bisa diubah dengan mudah.
"Aku ada diluar bersama Jie, jika kamu butuh sesuatu panggil aja"
Belum juga Nana keluar dari kamar, Jeno sudah berlari menuju toilet untuk mengeluarkan isi perutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Daddy Announced (Vol. 3)
FanfictionSetelah perceraiannya dengan Nana, Jeno menyadari bahwa Jisung adalah anak kandungnya yang sengaja disembunyikan. Namun semuanya terlambat, Jie tidak mengenalinya. Bagi Jie, Daddy nya adalah Guanlin.