Chapter 5

1K 8 0
                                    

"Apa?" Tanyaku, bukan karena aku tidak bisa mendengar tetapi aku tidak bisa percaya dengan apa yang aku dengar. Olivia, wanita anggun yang berprinsip itu mempunyai simpanan? Dan selingkuhannya itu adik dari suaminya sendiri?
Aku menatap Wonwoo dengan penuh heran. Perasaan ku pun menjadi campur aduk. Pada satu sisi aku merasa kasihan dan juga prihatin tapi di satu sisi aku merasa di permainkan oleh Wonwoo. Apa ciuman itu cuma untuk melampiaskan amarahnya saja? Apa dia mendekstiku karena ia ingin balas dendam dengan kedua orang yang seharusnya paling ia percayai itu?
Aku mendorong tubuhnya. Dia terlihat heran dengan tindakanku yang tiba-tiba. Dia mencoba menarik tubuhku untuk mendekat tetapi tubuhku menahan dari tarikan Wonwoo. 
"Apa kamu mau mandi? Mood mu akan membaik setelah kamu mandi." Ku katakan padanya sambil membuang muka. Dengan paksa aku menarik tanganku dari genggaman Wonwo dan aku pun berjalan menuju kamar Dhani, abangku, mengambil baju kaos, celana tidur dan juga handuk baru untuk Wonwoo pakai. 
Aku kembali ke ruang tamu menemukan Wonwoo sedang mengotak-atik ponselnya seperti orang sibuk. Ketika ia menyadari kehadiranku, dengan terburu-buru ia langsung memasuki ponselnya kedalam sakunya. Kemungkinan besar ia sedang menghububgi adiknya.

"Ini. Pakai baju ini untuk malam ini. Kamar mandi ada di sebelah situ dan kamu boleh tidur di kamar abangku." Ku berikan dia baju yang berada di tanganku sambil menunjuk kamar-kamar yang ia boleh tuju. Tanpa menunggu jawaban Wonwoo aku pun beranjak pergi ke kamarku. 

Aku tidak mengerti perasaanku sendiri. Aku dari kemarin menyakinkan diriku sendiri bahwa ciuman itu hanya sebatas kesalahan, tidak lebih tetapi mengapa sekarang aku merasa sedih mengetahui kalau ciuman itu tidak ada artinya bagi Wonwoo? Ku sentuh bibirku yang memerah karena kecupan Wonwoo, masih terasa basah dan hangat.

Air dari keran shower terdengar, itu artinya Wonwoo sudah berada di dalam kamar mandi. Selain suara air aku juga bisa mendengar suara keroncong perutku. Ini adalah kesempatanku untuk pergi ke dapur dan masak mumpung Wonwoo sedang berada di kamar mandi. 

Aku membuka pelan pintu kamarku, melihat kanan kiri untuk memastikan kalau Wonwoo sudah tidak berada di sekitarku. Setelah semuanya aman aku pun berlari menuju dapur. 

Kubuka kulkas dan lemari, tidak ada makanan selain ramen dan telur. Aku pun mengenduskan nafas agak kesal. Aku baru saja balik dari supermarket dan menyesal tidak beli bahan masak sekalian. Aku yang tak ada pilihan lain pun mengeluarkan panci dan mengisinya dengan air. Aku melihat isi kabinet, cuma tersisa dua ramen. Pasti Wonwoo juga belum makan malam. Ku keluarkan semua ramen yang ada lalu memasaknya.  

Dikala aku selesai menetaskan dua telur ke dalam ramen, aku merasakan hembusan hangat di leherku. "Kamu sedang masak apa?" Tanya lelaki itu yang membuatku hampir melompat. Aku membalikkan badanku dan menemui Wonwoo bertelanjang dada dengan rambutnya yang basah. Badannya tidak terlalu buruk untuk seorang ayah. Dada nya berbentuk kotak dan perutnya pun rata. Aku memaksa mulutku yang sedang menganga untuk menutup, aku tidak boleh tergoda oleh Wonwoo lagi dan menghadap kembali ke kompor. 
"Ramen." Jawabku singkat. 
Wonwoo menumpangkan dagunya di bahuku yang membuat seluruh tubuhku membeku. Ia menghirup wangi uap ramen dan kurasakan senyuman polosnya dari balik tubuhku. "Aku suka kalau kuningnya setengah matang." Ujarnya. 
Mataku pun tertuju pada kuning telur yang berada di dalam ramen. Putih telurnya sudah seluruhnya matang dan kuning sudah setengah matang. Aku matikan kompor lalu membawa panci itu ke meja makan. 
Wonwoo mengikutiku lalu duduk di salah satu kursi yang kosong. Aku pun duduk di sebelahnya. 

Hanya ada suara seruput ramen yang menggema di ruangan ini. Tidak aku ataupun Wonwoo membuka mulut kecuali untuk memakan ramen. Sungguh canggung. 
"Maaf ya… aku gak tau kalau di rumah gak ada makanan…" kataku memulai perbincangan. 
"Ini juga udah untung kok." Jawabnya sambil meniup mie yang panas lalu memakannya. "Kamu kalau masih lapar kita bisa kok memesan makanan online, biar aku yang traktir." Ujarnya di sela-sela kunyahnya. 
Aku tidak bisa memindahkan pandanganku dari badan mulusnya Wonwoo sampai-sampai aku lupa kalau aku sedang mengunyah. Tapi untungnya, Wonwoo terlihat tidak menyadari kalau aku telah menatap tubuhnya.

Setelah panci itu kosong, aku hendak bangkit untuk mencucinya tetapi gerakan Wonwoo terlalu cepat sehingga panci itu ia yang bawa dan mencucinya. Aku hanya bisa melihat otot-otot punggung Wonwoo yang sedang bergerak mencuci panci itu. Entah mengapa aku terhipnotis pada pandangan yang sedang ku lihat. 
Tiba-tiba saja Wonwoo membalikkan badannya, spontan aku pun memalingkan wajahku. Aku tidak ingin dia tahu bahwa aku sedari tadi memperhatikannya. "K-kamu pasti capek kan? Bagaimana kalau kita langsung tidur aja? Aku harus berangkat pagi-pagi besok." Ujarku sambil berdiri dari bangkuku. Aku pun mulai berjalan ke kamarku tanpa menoleh ke belakang sama sekali. Aku bisa mendengar pijakan kaki Wonwoo yang mengikutiku.

Sesampainya aku di depan kamarku, aku merasakan hangat tubuh Wonwoo di belakangku. Aku membalikkan tubuhku dan sekarang dia tepat berada di depanku, menungguku untuk membuka pintu kamarku. "Wonwoo… kamarmu yang di situ." Ucapnya sambil menunjuk kamar Dhani. 
"Apa aku boleh tidur bersamamu untuk malam ini saja? Aku sudah lama tidak tidur sendirian, kalau tidak dengan Olivia pasti aku tidur dengan Dino… aku pasti tidur dengan seseorang." Ujarnya dengan wajah polos. 
Badanku sudah merasa lelah aku pun juga tidak ada energi untuk berdebat saat ini. Aku pun membukakan pintu kamarku dan mempersilahkan Wonwoo untuk masuk. 

"Kamu bisa tidur di so–" tanpa membiarkanku menyelesaikan perkataanku, Wonwoo langsung melompat ke atas tempat tidurku. Aku pun hanya bisa melongo melihat sisi kekanak-kanakkan Wonwoo. Ia pun menepuk-nepuk kasur di sebelahnya, menyuruhku untuk berbaring di sebelahnya. Dengan langkah letih aku pun berjalan menuju lemari ku untuk mengganti baju ku dan bergegas pergi ke kamar mandi dan menyegarkan diriku sebelum tidur. 

Setelah aku selesai mandi aku melihat Wonwoo yang sudah tertidur pulas di kasurku. Aku duduk di sampingnya, mengamati mukanya yang polos saat tidur. Tak sadar tanganku membelai pipi mulusnya dan menangkap diriku tersenyum. Dino dan Wonwoo memang paling tampan jika mereka sedang tidur. 
Tangan Wonwoo tiba-tiba menggenggam lembut tanganku. Aku sempat panik tapi sepertinya dia tidak terbangun dari tidurnya. Aku yang sudah puas melihat wajah Wonwoo pun berbaring di sebelahnya. Aku usahakan untuk meninggalkan jarak di antara aku dan dia. Mengetahui bahwa Wonwoo sudah benar-benar terlelap aku menjadi sedikit lega karena hal yang macam-macam takkan terjadi malam ini.

Ku pejamkan mataku dan mencoba untuk tidur. Aku mulai merasakan jarak diantara aku dan Wonwoo mulai menipis. Tak lama kemudian aku merasakan dada telanjang Wonwoo menempel pada punggungku dan tangannya melingkari pinggangku. Aku coba menoleh ke arah Wonwoo untuk memastikan apa dia sudah tidur atau hanya berpura-pura saja. Dia menarikku lebih erat ke dalam pelukannya, menyingkirkan helai-helai rambut dari leherku. Aku menggeliat sedikit merasakan geli dari jemari-jemari Wonwoo yang menyentuh kulitku. Lalu ia menempelkan hidung dan bibirnya pada leherku. Aku bisa merasakan setiap hembusan nafas yang ia keluarkan. Hangat dan sedikit menggelikan. 
"Hani…" bisiknya pelan. Aku pun hanya bisa terdiam mendengar suaranya. Mungkin saja dia sedang bermimpi. "Kalau kamu ada pikiran kalau aku cuma menggunakanmu untuk melampiaskan amarahku, kamu salah besar… tidak ada wanita yang bisa membuatku senyaman ini selain kamu…" ujarnya lalu mengecup leherku. Aku tidak bisa berkata apa-apa lagi. Aku bisa merasakan ketulusan dari perkataan Wonwoo tetapi aku semakin bingung dengan perasaanku sendiri. Jika memang Wonwoo menyimpan rasa untukku, aku tidak bisa semudah itu menerimanya. Menjalin hubungan dengan Wonwoo tidak akan baik untuk kita berdua. Di satu sisi Wonwoo bisa kehilangan Dino dan juga Olivia sementafa untuk aku, aku bisa kehilangan pekerjaanku di daycare. Mana ada ibu-ibu yang ingin anaknya di jagain oleh perempuan yang telah merebut suami orang. Pasti atasan langsung yang akan memecatku. 
Wonwoo yang tak mendengar respon apapun dariku membalikkan tubuhku agar aku menghadapinya. Mata kita saling bertemu dan menatap dalam. 
"Wonwoo… kalau ini hanyalah permainanmu saja, aku mohon hentikan sampai disini. Aku tidak tahu isi hatimu ataupun kehidupanmu. Jadi ku mohon, jangan lakukan hal yang bodoh. Nanti aku bisa jatuh hati kepada mu dan itu akan sangat merepotkanmu." Ujarku sambil mendorong pelan dada Wonwoo agar dia kembali tidur tetapi matanya masih terlekat pada mataku. 
"Aku tidak mau jauh darimu, Hani." Jawabnya. "Aku tidak tahu perasaan apa yang sedang kurasakan saat ini. Aku kesal, marah, sedih dan semua bercampur rata tetapi ketika aku melihat dan berada di dekat mu seperti ini, hilang semua keresahan yang ku rasakan…" 
"Aku takut Wonwoo…" ucapku lirih. Ia pun menempelkan dahinya ke dahi ku dan ujung hidung nya ke ujung hidungku. "Aku takut jatuh cinta kepadamu…" lanjutku. Ia pun mencium bibirku dengan lembut. Kali ini aku bisa merasakan rasa pedulinya di ciuman ini. Tidak ada rasa rangsangan, murni hanya rasa kasih sayang. 

(Care)GiverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang