Chapter 8

990 5 1
                                    

Aku merasakan hangat di seluruh tubuhku. Ada nafas yang lembut menghembus rambutku dari belakang. Aku membalikkan tubuhku untuk melihat sosok yang sedang tertidur pulas di belakangku. Aku tersenyum melihat nyatanya Wonwoo yang sedang tertidur. Ku kecup ringan bibirnya. 
Ia pun terbangun dari ciuman yang kuberikan dan membalasnya. "Selamat pagi, Hani." Sapanya dengan senyum lembut terukir di wajahnya. 

Bayangan semalam masih tertanam di otakku, aku hanya bisa tersenyum mengingatnya. Aku merubah posisi ku menaikinya dan duduk di atas pinggangnya lalu menciumnya dengan penuh asmara yang membara. Aku ingin kembali merasakan apa yang kurasakan semalam. 

Percumbuan kita tak bertahan lama. Ada deringan telepon yang masuk ke ponselnya Wonwoo. Wonwoo dengan spontan mengambil ponselnya yang berada di atas meja di sebelah kasur. Wajah bahagianya tiba-tiba berubah menjadi wajah yang jengkel ketika melihat siapa yang telah mengganggunya pada pagi hari ini. 
Ia mengangkat telepon itu dan mengaktifkan speakernya. "Pagi–"

"Wonwoo!! Kamu dimana? Kenapa sampai jam segini kamu belum pulang!? Kamu tahu kan aku ada meeting pagi ini?" Teriak Olivia, pemilik suara itu. 
"Aku masih di hotel. Bukannya semalam kamu yang bilang kalau kamu bisa ngurus Dino sendirian? Kenapa sekarang mencariku?" Jawab Wonwoo dengan tenang tapi dari tatapannya aku bisa melihat kejengkelannya. "Kenapa gak kamu suruh saja Mingyu untuk membantumu? Biarkan aku istirahat untuk sehari ini saja." Ia terduduk dan mengusap wajahnya sementara aku hanya bisa menyaksikan Wonwoo di pangkuannya.
Wonwoo yang sudah kesal dengan ocehan istrinya pun menarikku ke pelukannya. Ia pun mulai memberi ciuman manis pada leherku. Aku yang merasakan sensasi itu pun ingin mendesah tetapi aku tahan dengan tanganku. Wonwoo yang melihat itu pun tidak segan-segan menjilati daerah sensitif di leherku sambil tersenyum nakal. 
"Kamu kenapa sih? Selalu bawa-bawa Mingyu?? Kamu gak kasihan apa sama Mingyu dia yang selama ini membantu kita saat kamu sibuk bekerja."
Wonwoo menghentikan ciumannya. "Membantu kita? Selama ini bantuannya cumalah menelponku dan menyuruhku untuk berbuat baik kepadamu. Aku benar-benar tidak habis pikir ya semalam kamu marah-marah karena kamu kepergok lagi berduaan sama Mingyu. Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri, Liv–"
"Jadi kamu maunya apa? Cerai?" Ruangan seketika menjadi terasa hening. Entah mengapa perkata Olivia membuat Wonwoo berpikir panjang. "Enggak kan? Kalau kamu tidak mau aku gugat cerai lebih baik kamu pulang sekarang juga." Perintahnya sebelum koneksi diputuskan. 

Wonwoo melempar ponselnya dengan kesal. Ia menatapku dengan mata penuh rasa bersalah. "Maafkan aku, Hani… aku harus pulang sekarang." Ujarnya pelan. Sekali lagi aku merasa kecewa dengan tingkah Wonwoo.
"Kamu tidak mau cerai dengan Olivia?" Tanyaku. Dia pun hanya menjawabku dengan gelengan kepala. Rasa gembira yang kurasakan seketika pudar. Aku menatap lirih Wonwoo, menunggu agar ia merubah pikirannya atau setidaknya jelaskan padaku apa yang ada di pikirannya. Tetapi Wonwoo hanya bisa diam dan menundukkan kepalanya. "Apa hubungan kita ini cuma untuk sesaat?" Tanyaku lagi. 
Dia mendongakkan kepalanya. "Bukan begitu… hanya saja aku belum bisa menceraikan Olivia. Kamu tau kan Dino masih berusia 2 tahun… aku cuma tidak mau dia tumbuh dengan orang tua yang cerai…" Jelasnya. Aku tidak bisa berkata apa-apa lagi. Hati ini rasanya sakit mengetahui aku tak akan bisa memiliki Wonwoo seutuhnya dan aku juga tidak tega memaksa Wonwoo untuk memilihku ketimbang Dino. 

Aku bangkit dari pangkuan Wonwoo dan membiarkannya bersiap-siap untuk pulang. Aku pun mengambil bajuku yang bergeletakan di lantai lalu memasangnya ke tubuhku. 
Wonwoo membuka lemari dan mengeluarkan sweater abu-abu dan celana jeans hitam lalu memakainya dengan cepat. Dia menoleh ke arahku, seperti menungguku. "Hani, ayo kita pulang." Ajaknya. Walaupun sedikit agak bingung aku pun mengambil tasku dan berlari kecil ke arahnya. 

Kita berdua pun bergegas keluar dari hotel menuju mobil Wonwoo. Ia membukakan pintu mobil dan mempersilahkanku untuk masuk. Dia pun setelah itu masuk dan kita pun pergi dari hotel tersebut.

Di perjalanan Wonwoo mulai membuka tentang dirinya. Dari dia kecil hingga dewasa. Orang tuanya bercerai saat dia masih kecil dan setelah itu dia menetap bersama ibunya. Ia jarang dan hampir tidak pernah melihat batang hidung ayahnya setelah perceraian orang tuanya. Dia melihat betapa susahnya ibunya menghidupinya dan merawat Wonwoo serta adiknya, Mingyu, makanya dia tidak mau hal yang serupa terjadi kepada Dino. 
"Apa kamu membenci Mingyu?" Ku tanya dengan polos. Dia hanya bisa melirik ke arahku sekejap sebelum melihat jalan dan tertawa. 
"Tidak bisa. Mau bagaimanapun Mingyu adalah adikku sendiri. Aku sudah terima hubungan antara Olivia dan Mingyu sejak dulu hanya saja aku tidak suka melihatnya dengan mata kepalaku sendiri. Harga diri ku rasa terinjak-injak." Jelasnya. 

Mobil menjadi hening. Aku tidak bisa melupakan bagainmana Wonwoo menyentuhku semalam. Aku menjadi penasaran apa Wonwoo sering melakukan itu makanya dia sangat mahir memuaskan tubuh wanita. "Hmm… kapan terakhir kalinya kamu berhubungan badan?" 
"Tadi malam." Dia jawab singkat. Senyuman nakal pun muncul di wajahnya, dia tahu persis aku bukan menanyakan hal itu. "Sebelum tadi malam mungkin tahun lalu? Aku dan Olivia jarang melakukan hubungan badan apalagi setelah dia melahirkan Dino. Entah mengapa libidonya menurun kalau denganku. Mungkin karena dia sudah tidak menyimpan rasa terhadapku. Kenapa memangnya? Ketara ya aku sudah lama gak berhubungan badan?" 
"Bukan begitu, malah sebaliknya. Aku kira kamu sering berhubungan badan soalnya pas kamu menyentuhku di bawah sana aku melayang." Ujarku malu sambil memalingkan wajah. 

Matanya masih tertuju pada tol yang sepi, jika ia mau ia bisa saja melirik ke arahku tetapi dia memilih untuk tidak. Tangannya menyentuh dan membelai paha aku. Otomatis aku menutup nya karena saking malunya tapi aku menyukai sentuhannya di pahaku. Aku menoleh ke arahnya, dia sedang tersenyum nakal. Tangan nakalnya mulai meraba paha dalam dekat kewanitaanku. Aku mendesah lembut ketika tangannya tiba-tiba menyentuh kewanitaanku yang tertutup oleh celana dalamku. "Kamu sudah basah…" dan benar apa yang ia katakan, aku bisa merasakan celana dalamku sudah basah kuyup. IA menarik dalaman itu kebawah, alhasil aku mengangkat bokongku untuk membantu Wonwoo melepaskannya. Setelah pakaian itu lepas ia melemparnya ke kursi belakang dan membelai klitorisku yang berdenyut kencang. Aku merubah posisiku agar Wonwoo dapat lebih leluasa meraba kewanitaanku sembari menyetir. Ku letangkan kakiku dengan menaruh kaki kananku ke belakang. Jari-jarinya berdansa dengan klitorisku yang membuat aku semakin tidak karuan. Desahanku mulai mengencang saat aku merasakan klimaks sudah mendekat. Ia gunakan jari jempolnya untuk merangsang klitorisku sementara jari tengah dan jari manisnya masuk dan keluar lorongku. "Ah– i-ini… apa?" Kataku yang tak sanggup menahan nikmat yang Wonwoo berikan. "W-wonwoo– ahhhh–" cipratan air bak air mancur keluar dengan sendirinya, membasahi pipi dan baju Wonwoo. 
Aku kaget saat cipratan air itu mengenai Wonwoo tetapi ia hanya tersenyum puas. Aku mengambil tisu yang ada di dashboard lalu melap pipi Wonwoo. "A-aku minta maaf… aku nggak tau apa yang terjadi barusan–"
"Aku tidak tau kamu bisa seperti itu." Ujarnya masih dengan senyumnya. Mataku berpindah dari pipinya turun ke celananya. Benar saja, ada yang mencoba untuk keluar dari celananya Wonwoo. 
Aku tidak tahu harus berbuat apa. Insting ku berkata untuk membuka resleting celana Wonwoo. Benar saja, batang Wonwoo melompat keluar saking kerasnya. Aku menatap Wonwoo sambil memegang penisnya di gemggamanku, mengasih kode kalau aku tidak tahu harus berbuat apa. Tapi sepertinya dia terlalu fokus menyetir.
Kudekatkan mulut ke dan memberi cumbuan pada pucuk batangnya. Aku pun mengulum batangnya seperti memakan menjilati es krim. "Hani… arghh– kamu yakin kamu belum pernah melakukan ini?" Katakya  sela-sela erangannya. Ia meletakkan tangannya pada kepalaku lalu mendorongnya ke dalam sehingga batangnya memenuhi tenggorokanku. Setiap kali aku mencoba untuk mengeluarkannya, dia akan medorongnya kembali. "Hani, siap-siap aku mau– aghh!" Aku bisa merasakan benih-benih hangat Wonwoo berenang di dalam tenggorakkan ku yang paling dalam. Ternyata benih Wonwoo ada rasa manis asamnya. Dia pun melepaskan tangannya dari kepalaku. Akhirnya aku bisa bernafas lagi. 
Aku melap saliva ku yang berantakkan di sekitar bibirku sementara Wonwoo memasukkan penisnya ke dalam celananya. 

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 12, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

(Care)GiverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang