Bab 4 Terbiasa

31 27 13
                                    

Happy Reading 💜

Dengan langkah riang Rahel berjalan menghampiri Trian di ruang ganti para artis. Rahel sudah diberi kebebasan di sini, kalau kemana-mana tidak perlu meminta izin pada siapapun kecuali pada Trian.

Langkah Rahel terhenti diambang pintu bersamaan dengan senyuman di bibirnya memudar kala menemukan Trian sedang bercumbu dengan partner modelnya di depan meja rias.

Hati Aurel sakit melihat pemandangan tersebut. Bagaimana cara Trian mengungkung dan mencium manis wanita itu. Bisa-bisanya Trian juga tidak pandang situasi dan kondisi dimana dia berada.

Mata Rahel tiba-tiba memanas, air sudah tergenang dipelupuk mata dan siap meluncur. Daripada Rahel semakin sakit dan menganggu kegiatan mereka lebih baik Rahel pergi dari sana. Rahel menahan mati-matian air matanya agar tidak turun.

Berkali-kali ia menghela nafas dan mencoba mengontrol emosinya. Sesak rasanya menahan emosi. Tidak ada hak dan alasan apapun untuk meluapkan emosi ini.

Kok sakit banget, padahal aku sudah terbiasa hahaha.

Trian sudah berkali-kali menyakiti hati Rahel walaupun dia tidak pernah menyakitinya secara langsung. Salah. Sepertinya Rahel salah mencintai seseorang. Tetapi mengapa mencintai orang yang salah begitu kuat rasanya hingga disakiti berkali-kali pun tetap mencintainya.

Rahel berjalan lunglai di lobi gedung dengan pandangan kosong. Pikirannya dipenuhi oleh potongan-potongan adegan mengenai kejadian yang dilihatnya semalam dan tadi.

Seharusnya Rahel sudah kebal dengan ini, tetapi semakin lama hatinya semakin terasa sakit. Ia tidak rela jika Trian bersentuhan dan memberikan tubuhnya pada wanita lain. Namun, apa boleh buat? Rahel tidak ada hak untuk melarang Trian melakukan itu semua karena Rahel hanya sebatas adik angkat dan MUA Trian.

Drttt...

Ponsel digenggaman Rahel berdering. Tertera nama Trian di panggilan layar. Rahel terdiam sejenak membiarkan ponsel itu berdering cukup lama sebelum akhirnya memutuskan untuk menggeser tombol hijau lalu menaruh ponsel ke telinga.

"Iya, Trian?" sahut Aurel, berusaha agar suaranya tidak terdengar bergemetar.

"Lo dimana?"

"Maaf Trian, aku sudah pulang duluan. Aku tadi mau----"

"Oh syukur kalau begitu. Gue kira lo belum pulang soalnya gue mau anter Elena." potong Trian di seberang sana.

Rahel terdiam sejenak, ia menelan ludahnya. Padahal ia masih berada di lobi gedung. Ia sengaja berbohong karena ingin mendengar reaksi Trian, tapi tak disangka reaksi menyakitkan seperti ini yang Aurel dapatkan.

Satu tetesan air mata lolos terjatuh dari pelupuk mata yang sejak tadi ia tahan. Ia mengira Trian akan mencarinya dan memarahinya karena memutuskan pulang duluan tanpa memberi kabar. Kalau akhirnya seperti ini mending Rahel pulang sejak tadi siang, tidak perlu menunggu Trian sampai selesai pemotretan.

"Iya, kamu hati-hati sama Elena."

"See you."

Sambungan terputus. Rahel perlahan menurunkan tangannya dari telinga. Dadanya terasa sangat sesak. Elena, wanita yang tadi Trian sempat cium di ruang ganti sekaligus partner model pria itu. Ya Rahel akui kalau Elena itu sangat-lah cantik dan sama-sama terkenal, tak heran jika Trian tergoda olehnya. Sementara Rahel ini apa? Hanya parasit yang datang pada kehidupan keluarga Trian.

Rahel memutuskan untuk pulang naik bus, tetapi waktu berjalan menuju halte ada seseorang yang memanggil namanya. Rahel berhenti melangkah dan menoleh pada mobil yang berhenti di samping. Di dalam sana Rahel dapat melihat ada Naura duduk di kursi pengemudi.

Hanya Sebuah LaguTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang