CHAPTER 3

138 17 2
                                    

"Utara!"

Yang dipanggil namanya sedikit terlonjak. Tak sadar kalau imaji melayang itu telah membawanya mengudara bersama alam bawah sadar.

Gemintang Utara mengerjap perlahan; kedua matanya sedikit perih karena mungkin cukup lama dibiarkan membuka. Ketika menoleh ke asal suara, dan bisa ditebak pula panggilan yang diucap khas itu berasal dari siapa.

Tentu saja sosok yang pernah kabur dari ruangan BK karena menghindari tutor sebaya beserta segala jenis latihan soalnya.

Tiba-tiba, Gemintang tersenyum simpul begitu saja; yang otomatis membuat Fajar Malam-entah sejak kapan hadir di sana-justru menatapnya heran. Bahkan lelaki itu pun mengikuti arah pandang sang utara yang ternyata masih belum juga kembali seperti biasa. Masih memandang lurus ke depan, sambil sesekali menggeleng kepala yang mungkin ditujukan kepada udara hampa di sekitarnya.

Lantas, karena sudah gerah dan tak habis pikir, maka Fajar tak segan-segan memukul lengan atas sohibnya dengan gulungan kertas yang dibawa sedari tadi.

"Aduh!" Perhatian Gemintang seratus persen dialihkan. "Kok dipukul?"

"Takutnya kesambet," balas Fajar ringan, seringan daun pepohonan yang gugur bersama di hadapan mereka.

"Kalau beneran gimana?" Sang utara mencebik kesal, padahal dalam hati tak ingin pula mengalami apa yang baru saja dipertanyakan.

"Gue kabur!"

Yang digoda ingin membalas kelakuan si penggoda ulung, tetapi sayangnya Gemintang tak membawa apapun. Hanya sekedar telapak tangan kosong yang diangkat setara bagian paling tinggi surainya.

Lagipula, sang malam juga telanjur menghindar dengan gerakan begitu gesit, sampai-sampai tubuhnya berkelok seperti penari paling unggul seantero dunia. Ekspresi jenaka pun tak kunjung hilang dari wajah, bahkan semakin menjadi-jadi ketika menyadari kalau usaha lawan bicaranya begitu sia-sia.

Gemintang Utara hendak bertanya mengenai kehadiran Fajar Malam di luar kelas. Karena dalam hatinya berujar kalau jangan-jangan sohibnya itu membolos pelajaran. Apalagi diketahui pula kalau lelaki itu tiba-tiba saja muncul bagai jin teko yang diusap.

Namun niat itu diurungkan sebab munculah suara perdebatan kecil di antara tawa sang malam yang masih tak juga diredam.

"Soal apa soal sih? Susahnya minta ampun."

"Astaga... ini udah yang paling gampang. Coba usaha dulu baru komentar panjang lebar!"

Dua orang siswa berbeda seragam duduk bersama di atas podium besi dekat tiang bendera. Podium itu biasanya digunakan kepala sekolah memberi amanat sepanjang jalan kenangan, tapi ketika upacara usai, dibiarkan menganggur di tengah lapangan; beralih fungsi jadi tempat bercengkrama murid-murid.

Awalnya, sang utara hendak meniru guru-gurunya. Tak menghiraukan apa yang dilakukan kedua murid karena sudah pemandangan yang biasa.

Tetapi, ada saja dari secuil vokal di hati yang ingin terus melihat dan memperhatikan interaksi mereka. Sesuatu telah menguak dari sudut paling dalam Gemintang Utara yang seakan-akan pernah terbayang dan dilakukan dahulu kala. Tidak asing, tapi juga berbeda dari memori miliknya. Samar-samar teringat, namun entah laci bagian mana yang harus dibuka untuk dibongkar isinya.

"Kayak kita dulu ya?"

Celetukan singkat dari sang malam berhasil membuka wawasan Gemintang Utara, dan tentu perhatiannya kembali kepada sosok di samping yang rupanya juga memandang ke arah dua siswa di atas podium besi.

Fajar Malam sempat mendengus sebelum berkomentar kalimat tadi, namun suara yang dihasilkan bukan berupa kekesalan belaka. Tapi lebih menunjukkan rasa takjub kepada mereka yang sedang belajar bersama.

Persis seperti yang dilakukannya dengan sang utara, setelah pertemuan tak sengaja di dalam ruang BK. Menyadari lagi kalau masa-masa itu sudah dua tahun berlalu dimakan waktu yang terus bergulir tanpa diketahui oleh siapapun.

"GEMINTANG UTARA!"

Seseorang memanggil nama yang sedari tadi berada di depan koperasi sekolah. Sebuah pertanda bahwa yang ditunggu akhirnya jadi juga, yakni fotokopian soal-soal Try Out mingguan. Gemintang menyahut dengan menyebut namanya sendiri. Lantas berbalik arah, dan mendapati kalau Fajar Malam sudah berlalu menjauhi dirinya. Punggung lelaki itu seakan mengucap selamat tinggal sambil melambaikan tangan.

Tapi tak lupa, yang menjadi ciri khas kalau sang malam tak akan semudah pergi tanpa meninggalkan jejak. Sebab di dalam saku baju milik Utara, terseliplah selembar kertas sobekan yang berisi tulisan begitu indah. Bahkan lebih bagus dari guratan resep dokter sekaligus.

"Penghargaan tutor terbaik untuk Gemintang Utara! Ulangan Matematika gue dapet 85, dan itu semua karena lo (dan usaha gue pastinya, gak nyontek loh). Sebagai gantinya, nanti malem gue temenin observasi rasi bintang di rooftop. Terserah sampe kapan, sampe masuk angin pun gak masalah. Hukumnya wajib, gak ada penolakan!"

.

.

.

To be continued . . .

BINTANG FAJAR • geminifourth ✖Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang