"Tidak ada yang sia-sia dalam kehidupan ini, bahkan debu yang tidak berguna bagi orang-orang sekalipun Allah ciptakan untuk alat tayamum, apalagi manusia itu sendiri yang bentuknya saja sudah sempurna."
–Arhesa Hanum Hanania A
***
13 tahun yang lalu
Rumah bukan hanya tentang bangunan megah dengan empat dinding yang digunakan untuk berteduh dari banyaknya cuaca, tetapi rumah yang sebenarnya lebih dari kalimat itu. Rumah bisa menjadi keluarga, sahabat atau bahkan sekadar tempat dimana seseorang akhirnya bisa dihargai. Di dalamnya terdapat kehangatan yang dirindukan dan kasih sayang melimpah.
Namun ada kalanya manusia tidak ingin menganggap orang lain sebagai rumah karena banyaknya trauma yang diberikan. Rumah bukan lagi tempat aman melainkan ajang perlombaan, tempat saling menjatuhkan dan pada akhirnya hanya menjadi gelandangan di pinggiran jalan yang tak pernah dianggap dan diremehkan, terbesit di kepala mengapa tidak ada yang bisa dijadikan tempat pulang?
Dan Inilah kisah Haisha, perempuan tangguh yang ingin membuat rumahnya sendiri. Rumah layak huni yang tidak hanya sebagai tempat pulang tetapi juga tempat dimana ia mendapatkan cinta yang besar. Perjuangannya sudah dimulai jauh dari dua puluh tahun yang lalu, Saat dimana ia menjadi putri dari keluarga Andika.
Uhuk uhuk uhuk
"Maa ... Mama, Haisha gak enak badan, mama buatin surat ya."
Anak kecil dengan seragam putih merah yang terlihat lucu sedang menarik ujung baju wanita yang ada di depannya dengan wajah memelas. Terkadang setiap satu menit terdengar batuk yang terasa menyakitkan. Hidungnya yang mancung memerah, tak jauh berbeda dengan bola matanya yang indah.
"Cuma batuk doang 'kan, masa gitu aja udah gak mau sekolah sih. Cepet makannya, nanti kamu telat."
Seperti inilah suasana pagi di kediaman Andika, wanita cantik dengan rambut bergelombang itu buru-buru mengambil tas di atas sofa dan meninggalkan Haisha seorang diri. Padahal gadis itu sudah menyiapkan kertas putih dan satu buah pulpen, berharap sang ibunda akan menuliskan sesuatu untuknya meskipun ia tidak diperiksa oleh dokter sekalipun.
"Kepala Haisha pusing, ma," ujar Haisha lemah.
Ia menekan kepalanya yang berbenyut, teringat kejadian kemarin yang membuatnya seperti ini. Pak Fahmi yang biasanya menjemput dirinya di depan sekolah tidak datang, menunggu berjam-jam masih belum juga ada tanda-tanda, hingga akhirnya ia memutuskan untuk jalan kaki. Angin sore, ditambah hujan yang deras berhasil membuat seluruh tubuhnya kesakitan.
Meskipun begitu tidak ada niatan sedikitpun untuk Haisha tinggal. Kaus kaki dan sepatu yang ada di samping meja ia ambil dan digunakan dengan cepat. Jam di dinding sudah menunjukkan pukul tujuh kurang. Tidak ingin terlambat, Haisha berlari ke luar rumah, rambut yang dikepang dua bergerak ke samping kanan dan kiri lantaran sang empu sangat cepat.
"Pak Fahmi, Haisha mau berangkat sekolah, pak!"
Tubuhnya yang gembul dan wajah bulat menggemaskan cukup membuat beberapa orang tersenyum haru. Siapa yang tidak mengenal Haisha, sedari bayi gadis itu selalu disayang oleh Hanna dan Andika. Namun ketika usianya mulai beranjak, kesibukan yang melanda, dan kondisi tubuh yang jauh dari harapan, kasih sayang tidak lagi didapat.
Baik Hanna ataupun Andika hanya menginginkan seorang putri yang sempurna, cantik dengan tubuh bak artis papan atas dan IQ tinggi, bukan seperti Haisha. Wajahnya hitam dan penuh bintik-bintik kecil di dahi, tubuhnya gendut dan penuh luka di bagian kaki, namun tidak dengan otaknya. Ia pintar, bahkan sangat namun di mata Andika ia tetaplah kurang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aillard
Spiritual{Cover by Azizah ☁️} "Gue maunya suami yang modelan Gus-Gus wattpad. Bukan malah ketemu mafia gadungan kayak elo." "Kamu perempuan atau laki-laki sih? Selalu aja marah-marah gak jelas. Kamu mau modela gus kan? Yaudah nanti aku lamar pekerjaan jadi...