Prolog

20 0 0
                                    

Semarang, 23 Maret 2005...

Langit malam begitu terang ditemani ribuan bintang. Namun hawa dingin terasa cukup mencengkram tubuh. Saat ini, kota Semarang memang memasuki musim hujan.

Dan di saat itu pula seorang bayi dilahirkan dengan kondisi yang sehat. Sari Setiawati berhasil melewati operasi caesar nya. Kedua anaknya pun turut menemani sang ibu dirumah sakit. Menanti kehadiran adik barunya.

Widya Setiawati yang selalu memeluk sang adik Dyas Setiangrum. Keduanya duduk menunggu Sari terbangun setelah operasi.

Tiga jam setelahnya Sari terbangun mendengar tangisan bayinya. Anaknya perlu didengarkan adzan yang seharusnya dilakukan suaminya sebagai seorang ayah. Melihat tidak adanya keberadaan sang suami membuat Sari berinisiatif untuk melakukannya.
"Allahu Akbar, Allahu Akbar (2 kali), Asyhadu alla ilaha illallah (2 kali), Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah (2 kali), Hayya 'alash sholah (2 kali), Hayya 'alal falah (2 kali), Ashsalatu khairum minan naum (2 kali), Allahu Akbar, Allahu Akbar (1 kali), Lailaha ilallah (1 kali)".

Setelahnya Sari mencium sang bayi, perasaan bahagia tidak bisa lagi ia sembunyikan.
Ia berfikir tentang nama apa yang pantas untuk sang anak.

Tidak sengaja ia melihat ke taman rumah sakit. Bunga Lily bermekaran di semua area taman. Dengan itu Sari sambil memeluk bayinya dan menatap kedua anaknya, "Taliza Cristy Lily Utami. Nama yang cantik, secantik wajah dan hatimu nak . Dari bunga lily ibu berharap kau bisa tumbuh menjadi gadis yang hebat, kuat dan megah layaknya bunga lily. Ibu ingin kamu menjadi anak yang ceria dan bahagia seperti filosofi lily kuning", sembari berkata Sari menatap bunga lily kuning dengan senyuman.

Membayangkan betapa bahagianya melihat anak-anaknya nanti hidup diselimuti oleh kebahagiaan.

Sementara di tempat lain, di tepi jalan seorang laki-laki dewasa duduk dengan termenung. Seakan tidak terganggu oleh suara berisik motor yang berlalu lalang. Debu yang berhembus ketika pejalan kaki lewat akhirnya membuat ia beranjak dari duduknya.

Berjalan dengan kondisi yang lemas membuatnya terlihat seakan ada begitu masalah yang sedang ia hadapi. Tidak peduli dengan keadaan sang istri yang tengah melahirkan di rumah sakit. Rahmat Cahyadi seolah marah dan kecewa ketika mendengar kabar jika sang istri ternyata melahirkan seorang bayi perempuan untuk yang ketiga kalinya.

Bagaimana tidak, selama ini Rahmat sangat mendambakan seorang anak laki-laki. Rahmat yang frustasi memilih melangkahkan kaki untuk pulang ke rumah.

Sari tahu jika suaminya sedang marah dan kecewa, dengan membaca ekspresi sang suami ketika ia pulang kerumah. Memohon kepada Rahmat untuk tetap merawat Lily.

Rahmat pernah mengatakan ketika Sari mengandung Lily diusia kandungan 19 minggu. Jika nanti yang lahir adalah seorang perempuan Rahmat menyuruhnya untuk membuang atau membunuh sang bayi. Sari yang takut hanya mampu mengiyakan perkataan Rahmat.

Tapi naluri dan kasih sayang Sari sebagai seorang ibu tidak mampu untuk melakukan hal itu ke Lily. Keputusan Sari benar-benar membuat Rahmat marah besar. Bahkan Widya harus membawa Dyas untuk masuk kekamar agar tidak mendengar kalimat kasar yang keluar dari mulut Rahmat.

Rahmat memang memiliki sifat tempramental. Selalu memukul ketika ada yang berbuat salah atau melakukan hal yang tidak dia suka. Sari dan Widya yang selalu menjadi sasaran pukulan dari Rahmat. Widya melakukannya semata-mata hanya untuk melindungi Dyas.

Dan dengan kehadiran Lily membuat Rahmat selalu muak berada di dalam rumah. Tidak ada hari dimana ia menetap satu hari dirumah. Seakan Lily adalah sumber masalah dan alasan mengapa ia jarang untuk pulang ke rumah.

10 Oktober 2006...

Sari menghembuskan nafas terakhirnya dirumah sakit. Diabetes yang parah ditambah penyakit jantungnya membuat tubuh Sari melemah setiap harinya.

Ini bukan hal yang tiba-tiba. Tubuh Sari sudah sangat lemah lima bulan terakhir dan menjalani rawat inap selama dua minggu sebelum kematiannya. Keadaan ekonomi yang sulit membu Sari tidak bisa selalu berobat kerumah sakit.

Widya dan Dyas menangis dikala kain kafan mulai menutupi jasad sang ibu. Lily yang selalu memperlihatkan ekspresi bingung bertanya kepada Widya mengapa ibunya di bungkus oleh lain putih. Lily yang masih kecil tidak paham akan situasi apa yang saat ini ia lihat.

Dan sejak kematian Sari. Rahmat benar-benar menunjukkan sisi iblisnya pada Lily. Semuanya terasa seperti neraka untuk Lily. Semuanya benar-benar berubah......





Author note;

Hi ini cristy, sebenarnya aku tidak pandai menjadi seorang penulis. Benar-benar buruk, tapi aku pikir dengan meluapkan semua emosi disini bisa membantu ku untuk setidaknya sedikit merasakan kelegaan yang sebenarnya.
Ini bisa dikatakan true story, ini kisahku. Ada beberapa hal yang aku ubah mungkin terlalu sadis untuk dibaca. Aku juga menyamarkan nama para tokoh dan nama tempat.
Oh fyi, Widya ada kakak pertama aku dan Dyas adalah kakak kedua aku.
Widya dan Dyas hanya berjarak 3 tahun. Jarak umur ku dengan mereka memang sedikit jauh.

Tidak perlu ada yang membaca. Aku menulis ini karena aku berharap agar tidak ada lagi orang yang hidupnya se menderita seperti aku. Cukup lepaskan amarah yang terpendam, lalu terbanglah sebebas mungkin layaknya kupu-kupu.

Thanks.,.,.,

See yaa...... ;')

The meaning of happiness for LilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang