Lily memang gadis yang sederhana. Dia tinggal dengan sang ayah di kontrakan kecil di pinggir kota.
Hubungan dia dengan sang ayah memang tidak seerat layaknya ayah dan anak.
Sang ayah yang selalu pergi pagi dan pulang malam membuat Lily tidak bertemu dengan sang ayah setiap saat.Ayahnya juga sering mabuk-mabukan. Selalu menghabiskan uang tabungan Lily yang dia dapat dari kiriman kedua kakaknya.
Entahlah Lily lebih baik jarang bertemu dengan sang ayah daripada harus menerima pukulan demi pukulan setiap dia bertemu dengan ayahnya.
Ayahnya memang selalu menganggap kehadiran Lily adalah bencana bagi keluarganya. Dia selalu menganggap jika Lily adalah penyebab kematian istri tercintanya.
Dia bahkan selalu melampiaskan kemarahannya dengan terus menerus mencaci maki Lily, jika belum reda dia harus memukul Lily.
Ada kepuasan tersendiri untuk nya setelah memukul anak kandungnya tersebut.
Lily hanya merasa jika memang kehadirannya adalah pembawa sial di keluarga ini. Membuatnya terus menerus menyalahkan dirinya atas musibah yang sering terjadi dikeluarkannya.
***
Lily sedang mempersiapkan makanan untuk sang ayah. Dia harus segera bergegas atau dia harus datang menghadap ke ruang BK karena terlambat.
Saat mencoba untuk berbenah suara mobil terdengar di halaman depan rumah.
Siapalagi jika bukan Yedam yang mencoba memberikan tumpangan mobilnya.
"Hey kurasa kita akan terlambat Dam. Maaf ini gara-gara aku." ucap Lily yang sedikit menundukkan kepalanya. Yedam hanya mencoba untuk memakluminya. Toh mereka tidak akan terlambat jika Yedam sedikit melakukan mobilnya di atas rata-rata kan.
"Apanya yang terlambat Ly. Kita bahkan masih mempunyai waktu limabelas menit. Kau meragukan mobil tua ku yaa." goda Yedam.
Senyum manis, mata teduh nan lentik dan pribadi yang lembut membuat Yedam dengan cepat bisa membangun pertemanan dengan Lily.
Yedam sebenarnya adalah lelaki yang jarang berteman dengan perempuan. Dia laki-laki yang terlalu dingin dan kasar, tapi entah kenapa dia bisa merubah seratus delapan puluh derajat kepribadiannya dihadapan Lily.Memang terlalu cepat jika Yedam menyimpulkan jika ia sudah memiliki rasa suka pada Lily. Secepatnya itukah?
Yedam sudah memarkirkan mobilnya dihalaman parkir belakang sekolah tepat dua menit sebelum kelas dimulai.
"Terimakasih." bisik pelan Lily pada Yedam sebelum keduanya duduk dibangku masing-masing. Yedam hanya menganggukkan kepala dengan tersenyum.
***
Hari demi hari Lily lalui dengan Yedam. Entahlah tapi semakin hari hubungan mereka semakin dekat. Yedam yang selalu memberi tumpangan Lily, yedam yang selalu mengajak Lily keluar. Banyak waktu yang mereka habiskan bersama. Tapi memang Lily masih belum se terbuka itu dengan Yedam. Dia masih saja menyembunyikan lukanya.
Sekarang sudah memasuki semester dua di kelas 12. Selama enam bulan terakhir Yedam semakin yakin jika Lily sudah sepenuhnya memenuhi hati dan pikirannya. Dia hanya belum mengetahui bagaimana perasaan Lily padanya.
"Sore nanti gw ada pertandingan basket. Lu mau kan nemenin gw Ly?" Yedam lebih dulu membukakan pintu mobil sebelum Lily yang melakukannya. Mereka berdua baru saja keluar ke toko buku. Lily harus memperbarui buku bacaannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The meaning of happiness for Lily
FanfictionTentang bagaimana Lily mencari satu alasan untuk tetap bertahan. Atau menyerah seperti semesta yang inginkan. - - - 『﹊Taken from a true story﹊』