Luster

35 2 0
                                    

Angin pagi berhembus sangat kencang membuat tubuh ku terasa dingin dan menusuk. Beberapa kali aku terbatuk-batuk belum sadar sepenuhnya, ku muntahkan air yang mengganjal di paru-paru ku. Saat terbangun ku coba untuk beranjak duduk, mengernyit heran ku usap pelan bajuku telah basah kuyup dan kotor terkena pasir.

Pandanganku masih samar samar tak jelas, kedua mataku melirik keadaan sekitar. Aku berdiri dan melangkah memeluk tubuhku sendiri menahan dinginnya angin. Terlihat hanya deretan pohon-pohon dan terdengar gemuruh ombak. Merasa aneh dengan diriku sekarang,
bukankah tadinya aku tenggelam ke lautan.

"Kenapa aku bisa berakhir di sini?"

Aku memaksakan menyeret diriku sendiri untuk berjalan, langkahku pelan melewati pasir-pasir kecil di pinggir lautan. Aku menatap ke langit yang menunjukkan matahari akan segera bangkit.

Aku bergumam, "aku masih saja bisa hidup ya."

Kemudian tubuhku ambruk kembali, aku melihat bayangan seseorang yang mendekatiku.

"Nona, nona! Sadarlah!"

Walaupun mulutku ingin menjawab, aku juga tidak mampu mengatakan. Tubuhku sudah sangat lemah. Aku kembali menutup mata dan tidak sadarkan diri.

•••

Sesaat seorang tiba-tiba ingin menyentuh keningnya, Sera segera terbangun dan mencengkeram tangan tersebut. Tetapi merasa tangan itu lemah dan tidak akan mungkin bisa membahayakan nyawanya, Sera meringankan cengkraman tangan nya.

"Apakah kamu merasa baik sekarang?"

Sera membuka kelopak matanya dan melihat raut wajah seseorang di samping yang sangat mengkhawatirkannya. Dia tidak mengenal orang itu sama sekali. Sera segera mencoba untuk mengangkat tubuhnya, namun tubuhnya ambruk tidak mampu mematuhi keinginannya.

"Jangan dipaksakan, kamu sedang sakit."

Seseorang di sampingnya menasihatinya dengan lirih dan halus. Seseorang itu hanyalah nenek tua yang berpakaian sederhana namun matanya begitu cemerlang penuh dengan kesenangan hidup, nampak seperti tidak ada beban. Sera merasa sedikit iri ketika melihatnya.

Nenek itu menuntunnya perlahan untuk tetap berbaring, dia tiba-tiba keluar dari ruangan lalu meninggalkan Sera sendirian. Sera melihat sekeliling, segera menyadari bahwa dia sedang terbaring di atas ranjang kecil dalam ruang berdinding kayu dari pohon kelapa dan atap daun kelapa.

Sera tidak mengerti alasannya berada di tempat ini, kemudian ingatannya yang buram sedikit kembali. Dia mengingat sosok nenek yang menolongnya di pantai dan ingatan sebelumnya tentang sosok berambut merah di lautan yang telah menolongnya dari tenggelam ke dalam lautan. Sera mencoba mengingatnya lebih jelas tetapi itu hanya membuat kepalanya terasa lebih sakit.

Nenek tersebut segera kembali dengan membawa nampan berisi wadah yang berkuah. Segera mendekati Sera dan memberikan nasihat kepadanya untuk tetap tenang.

Sera mengikuti setiap ucapannya, kemudian membaringkan dirinya dengan nyaman. Nenek tersebut kemudian tersenyum lembut.

Sera penasaran dan langsung bertanya, "siapa nama nenek?"

Nenek tersebut tersebut kembali, "sepertinya kita belum memperkenalkan diri ya. Namaku Lauza. Dan akan lebih baik jika memanggilku Gran Za."

Lanjut Gran Za, "lalu nona manis, siapa namamu, bagaimana kamu bisa sampai di sini?"

"Namaku Sera, aku..." Sejenak berhenti untuk memikirkan apa yang selanjutnya diucap.

"Aku lupa tentang diriku. Hanya nama itu yang aku ingat." Sambung Sera sambil tersenyum tipis. Dia tidak mengatakan yang sebenarnya dan memilih untuk mundur, menyembunyikan kebenarannya.

Red Rose In The OceanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang