Cuaca sore ini cukup cerah setelah beberapa hari lalu bumi selalu diguyur hujan mulai dari rintik-rintik kecil hingga hujan yang begitu deras. Bersyukur sekali sore ini matahari bersinar terang mengeringkan tanah lembab, angin berhembus menggoyangkan dedaunan di pohon.
Sedari tadi Agan hanya duduk diam di teras rumahnya, kebetulan sekali hari ini Ia hanya memiliki jadwal kuliah di pagi hari dan sebelum jam makan siang tadi Ia sudah pulang ke rumah. Entah mengapa, Agan sangat tidak minat untuk pergi bermain ataupun nongkrong hari ini seperti biasanya, walaupun sebenarnya Ia punya waktu tuk bersenang-senang sekalipun sampai malam. Kan memang bukan hal asing lagi, jika langit bersaudara punya kesibukan bahkan sampai larut larut malam biasanya. Jarang berada di rumah pada jam segini kecuali akhir pekan, palingan saja si bungsu yang dapat ditemui pada saat-saat seperti ini.
Berbicara soal adik bungsunya, Agan merasa heran tadi saat Ia pulang dari kampus, Ia sama sekali tak menemukan adik bungsunya itu pulang dari sekolah bahkan sampai hari sudah menjelang sore.
Kemana mainnya si bontot, batin Agan.
Bosan hanya duduk berdiam diri, Agan pun berinisiatif untuk menyiram tanaman yang ada di pekarangan rumah. Bukan hobi, Agan hanya merasa senang saja merawat tanaman hias yang dulu ditanam oleh mendiang Bunda tercinta. Sejujurnya Agan pun tidak telalu banyak mengetahui apa saja tanaman yang ditanam oleh mendiang Bunda dulu, tapi banyaknya tanaman hias ini memang membuat pekarangan rumah menjadi lebih hidup dan berwarna indah.
Lama bersua sambil menyiram tanaman, netra Agan mendapati adik bungsunya yang sedari tadi dicari olehnya sudah memasuki pekarangan rumah. Namun ada yang menjanggal dari penampakan adiknya itu kali ini. Yaps, Sapta datang dengan berjalan kaki.
Eh, gak pake motor lagi? tanya Agan dalam batinnya.
"Tot dari mana kamu?" tanya Agan saat Sapta datang menghampirinya.
Dilihat-lihat dari penampilan Sapta saat ini, sepertinya Ia sudah pulang ke rumah terlebih dahulu dan berganti pakaian, anak itu hanya menggunakan baju kaos putih dan celana kain biasa bukan seragam sekolah. Namun, kenapa Agan tidak bertemu atau melihatnya sama sekali.
"Heh!! tat tot tat tot, Adek kan punya nama Bang, apaan enak banget manggil tot," celetuk Sapta tidak terima
"Lah, Abang bener dong. Adekkan emang bontot, bontot Langit Bersaudara. Abang benerkan? Gak salah?" tanya Agan dengan tengil melihat bagaimana ekspresi Sapta yang menunjukkan wajah tak senang, Agan hanya terkekeh gemas.
"Hehehehe, iya deh. Adek Sapta bungsunya Langit bersaudara abis dari mana tadi?" tanya Agan lagi dengan nada mengejek, sedangkan Sapta masih melirik Agan dengan tak suka.
"Seriusan, Adek dari mana? Abang gak ngeliat pas pulang?" tanya Agan lagi, kali ini lebih serius sambil mengalihkan atensi sepenuhnya pada Sapta yang berdiri di dekatnya.
"Adek abis jalan-jalan, tadi ke depan bentar. Adek juga gak tau kalo Abang dah pulang, gak biasanya. Emang Abang kapan yang pulang dari kampus?" tanya Sapta balik pada Agan
"Abang dari sebelum makan siang udah pulang tuh," mendengar itu, Sapta hanya ber-oh panjang sebagai jawaban.
"Hm tapi kok tumbenan jalan kaki, kenapa gak pake motor?" tanya Agan sambil melanjutkan aktivitas menyiram tanaman yang sempat terhenti.
"Ya, mau nyoba jalan kaki aja Bang. Jalan-jalan sambil olahraga yaa kan, biar sehat," jawab Sapta santai.
Agan pun terkekeh mendengar jawaban Sapta barusan, "Gayamu Dek, biasanya juga ogah jalan kaki heheheh,"
"hm, sekarangkan beda," jawab Sapta singkat.
"Hm, maksudnya?" tanya Agan heran tampak kerut di dahinya melengkapi rasa keheranannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Langit 7
FanfictionWaktu demi waktu telah berlalu. Tetapi selama itu, waktu yang berputar, terasa masih berada pada saat itu saja. "Mas tau, Langit ke 7 itu jauh." "Iya, tau." "Sejauh mana mas?" "Jauh, sejauh di mana apa yang berada di langit 7 itu gak bisa dilihat da...