Malam berlalu dengan hening menemani, suara jangkrik tidak terdengar bersautan. Tala sedang sibuk dengan beberapa tugasnya, sesaat melirik ke arah jendela kamarnya mendapati ternyata langit sudah gelap tanda malam. Remaja tersebut tak menyadari jika matahari sudah lelap terbenam, menatap jam digital yang berada di atas meja belajarnya dan waktu menunjukkan sudah pukul 8 malam.
Yang bener? udah waktunya makan malam, batinnya.
Tala pun beranjak keluar dari kamar, berjalan menuruni satu persatu anak tangga menuju ruang makan untuk makan malam bersama dengan saudaranya yang lain. Namun sesampainya di ruang makan, Tala hanya mendapati sang Ayah yang sudah hampir selesai dengan makan malamnya. Belakangan ini, mungkin semenjak tingkahnya berubah terutama kepada adik bungsunya, Ayah memang sering makan malam bahkan sarapan lebih dahulu tanpa menunggu Langit bersaudara yang notabene adalah anak-anaknya.
"Ayah sendirian?" tanya Tala menghampiri Ayah yang sedang menuang air pada gelas.
"Eh, Mas Tala udah pulang?" tanya Ayah balik dan diangguki oleh Tala.
"Kok malah makan sendiri Yah, gak nungguin yang lain?" tanya Tala, lagi.
"Hm, Mas Gala belum pulang katanya mau sekalian jemput Cakra di kampus, Kak Dwi sama Bang Agan juga belum pulang. Ayah tadi juga udah ngajak Bang Aksa, katanya Abang udah makan,"
Ayah menjeda ucapannya untuk meminum segelas air yang dituangnya tadi, "Ayah kirain Mas Tala juga belom pulang, soalnya daritadi Ayah gak liat Mas Tala," sambung Ayah mencoba menjelaskan kepada Tala, mendengar itu Tala cuma mengangguk paham.
"Kenapa gak ngajak Adek Yah? kayaknya Adek ada di kamar deh?" lagi, Tala kembali memberikan pertanyaan pada sang Ayah.
Mendengar pertanyaan dari Tala, jelas saja langsung membuat perubahan raut wajah Ayah yang awalnya tampak ramah seperti biasa menjadi datar kembali tak bersuara. Ayah pun hanya membuang muka tak mau menatap pada Tala dihadapannya, melihat itu Tala mengernyit heran.
"Kenapa Yah?" tanya Tala memastikan.
"Ayah ke kamar dulu, Ayah masih banyak kerjaan," sebaris kalimat yang Ayah ucapkan sebelum akhirnya melenggang pergi dari ruang makan meninggalkan Tala sendiri.
"Ayah..." panggil Tala pelan, namun Ayah tak menghiraukannya sama sekali.
Tala sudah tak bisa heran, karena akan selalu seperti ini. Ayah akan mengelak dan tak mau diajak bicara jika itu sudah menyangkut pautkan Sapta didalamnya. Sebenarnya Tala sadar akan apa yang terjadi, tapi sama seperti saudara yang lain, Tala juga merasa bingung dengan apa yang harus dilakukan untuk menyelesaikan semua ini. Ditambah lagi, Tala orang yang tidak menerima suatu kerumitan. Tala hanya bida menggeleng pelan, tak ingin semakin hanyut dalam pikirannya. Pada akhirnya, Ia memutuskan pergi ke kamar si bungsu untuk mengajak Sapta makan malam bersama.
Sesampainya di kamar Sapta, dapat Tala lihat jika adik bungsunya sudah tertidur pulas diatas kasur. Mengingat jika Sapta belum menyentuh makan malam, Tala pun melangkah pelan ke arah ranjang Sapta untuk membangunkan adik bungsunya tersebut.
Namun, niat hati Tala ingin membangunkan Sapta untuk makan malam pun terhenti karena tiba-tiba Tala mendengar suara mobil Gala yang memasuki pekarangan rumah. Segera saja Tala turun untuk membukakan pintu menyambut kakak sulungnya tersebut. Sebenarnya kepulangan Gala adalah hal yang dinanti Tala sedari tadi, bukan rindu pada Gala, langit kelima tersebut menantikan segelas Americano yang dititipnya melalui si sulung. Karena hal itu, hilanglah niat awal Tala untuk membangunkan dan mengajak Sapta makan malam bersama.
____Malam berlalu, suara jangkrik mulai terdengat bersahutan, semakin larut semakin nyaring mengisi sepinya malam karena orang-orang sudah mulai beristirahat untuk mengisi tenaga yang akan digunakan aktivitas esok harinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Langit 7
Fiksi PenggemarWaktu demi waktu telah berlalu. Tetapi selama itu, waktu yang berputar, terasa masih berada pada saat itu saja. "Mas tau, Langit ke 7 itu jauh." "Iya, tau." "Sejauh mana mas?" "Jauh, sejauh di mana apa yang berada di langit 7 itu gak bisa dilihat da...