2

20.8K 1.4K 28
                                    

"Kau keterlaluan! Kau lihat dia masih anak sekolah dasar, dan kau memarahi nya?!"

Samuel benar-benar marah saat Erwin di perlakukan tak baik, dia di marahi karena tendangan bola nya mengenai teman pria di hadapan nya, oh demi apapun Samuel tak masalah jika pria itu menasehati dengan baik, namun ini? Ia hampir saja memukul adik nya itu.

"Justru karena dia masih kecil, tak bisakah kau ajari dia dengan benar!" sentak pria itu, membuat Samuel benar-benar ingin menendang wajah nya.

"Tuan saya sudah meminta maaf, dan Anda tetap saja memarahi adik saya, lagipula teman mu tak akan mati hanya karena sebuah bola," ucap Samuel kentara jika ucapan nya sangat tidak tulus dalam meminta maaf.

"Sudahlah Vin, ini tidak apa-apa," timpal yang lebih pendek.

Pria arogan itu mendengus, ia berdecih tak suka pada Samuel.

"Maaf kan suami ku, dia memang orang yang pemarah, sekali lagi maaf kan saya,"

Samuel termangu saat yang ia anggap teman si arogan ternyata suami nya, ia masih diam dengan keterkejutan nya.

"Ayolah Zilo kau terlalu baik, orang seperti ini tak akan jauh-jauh meminta rugi dengan uang, jadi kau tak usah baik pada mereka,"

Samuel mengepalkan tangan nya, rasa kesal di hati nya semakin membesar, pria arogan dan si lemah lembut jelita di hadapan nya sangat menguras emosi.

"Dengar ini orang kaya, walaupun aku miskin, kau tak bisa berlaku se enak diri mu, perlu kau ingat uang mu itu tak akan membawa mu bahagia selama nya!" Samuel menatap Zilo dan Marvin dengan tatapan datar, seolah ucapan nya barusan adalah sumpah serapah yang siap mengguncang kehidupan pasangan serasi itu.

Zilo meremas tangan besar Marvin, entah kenapa ucapan Samuel tepat mengenai ulu hati nya.

Samuel seakan tak gentar dengan tatapan sengit milik Marvin, ia meraih tangan Erwin, membawa nya pergi.

Ervin yang melihat itu hanya diam, namun matanya dengan jelas melihat tak suka pada Marvin, seakan mengibarkan bendera perang.

"Jangan pernah membuat sodara ku terluka, kalau kau tak ingin aku membunuh mu!"

Mendengar ancaman Ervin membuat Marvin terkekeh, bocah ingusan macam Ervin tahu apa? Dapat Marvin tebak bocah di hadapan nya masih lah duduk di kelas empat atau tiga sekolah dasar.

Ervin berlalu menyusul kembaran dan Kakak nya, walaupun masih kecil ia lebih bisa berpikir dewasa di banding Erwin.

Setelah kepergian mereka, Zilo menarik Marvin duduk di bangku taman.

"Ada apa?" tanya Marvin melihat wajah ke khawatiran Zilo.

Jari-jari Zilo saling bertautan kentara akan ke khawatiran.

"Jangan dengarkan ucapan orang gila itu, kau terlalu banyak berpikir Zilo," ucap Marvin, ia menggenggam tangan Zilo.

"Tapi yang di katakan dia benar," Zilo mendongak dengan sendu.

Marvin menghela napas, lagi-lagi pembahasan ini, entah kenapa setiap membahas hal ini, Marvin selalu emosi, karena Zilo akan bersedih dengan topik ini.

"Sudahlah, jangan pikirkan ucapan ibu, ia hanya sedang emosi, mungkin ibu dalam proses menerima kamu," tutur Marvin.

Ya, hubungan nya dan Zilo sama sekali tak di beri restu oleh ibu Marvin, dengan alasan Zilo anak dari teman sekolah nya dulu, ibu nya menjadi korban bully dan ibu Zilo pelaku nya.

Entahlah, Marvin tak tahu haru bagaimana, ibu nya sanga memiliki dendam yang besar pada ibu Zilo.

Siapa yang ingin memaafkan seorang pembully diri mu sendiri? Rasanya terlalu munafik jika mengatakan 'ya' jadi Marvin pikir wajar jika ibu nya masih benci pada ibu Zilo, namun kebencian nya pada Zilo Marvin sama sekali tak membenarkan.

Mau bagaimanapun, Zilo tak tahu apapun.

__________

Dari kejadian tadi Samuel masih kesal, bahkan sudah sampai di rumah pun ia terus merutuki pria tadi.

"Sudahlah Kak, lagipula Erwin tak apa-apa," ucap Erwin menampilkan cengiran lucu nya.

"Aku masih kesal dengan pria kaya sombong itu," ucap Samuel.

Si kembar ter kikik menertawakam wajah me merah Samuel.

"Kau lucu saat marah," celetuk Ervin ia menutup mulut setelah nya.

Samuel mencubit pipi Ervin gemas, walaupun Ervin cenderung pendiam namun ke pedulian nya pada saudara lebih besar.

"Apa kau akan bekerja lagi malam ini?" tanya Erwin.

"Tentu saja, jika aku tak bekerja siapa yang akan menghasilkan uang," Samuel menyahut.

"Sampai larut malam?" tanya Ervin.

Samuel tersenyum lalu mengangguk, bukan kah pekerjaan nya memang di malam hari?

Tak ada alasan bagi Samuel untuk tidak bekerja, ia harus mengumpulkan banyak uang sebelum hari minggu, lentenir itu pasti akan datang untuk menagih.

"Jika kami sudah besar, kami akan membantu Kakak bekerja, bahkan lebih baik Kakak tak usah bekerja saja, biar aku dan Erwin yang tanggung," celetuk Ervin.

Jujur saja walaupun tak selalu menempel seperti Erwin pada Samuel, Ervin terkedang merindukan Kakak nya yang selalu ada setiap malam, namun Kakak nya selalu bekerja saat ini.

Samuel hanya bisa tersenyum nanar, bagaimana bisa ia kehilangan anggota keluarga lagi, sedangkan mereka sangat menyayangi nya.

Tak masalah jika harus berkoban banyak demi si kembar, Samuel terlalu menyayangi saudara nya ini.

Drtt...drtt...drtt..

Samuel mengangkat sambungan telepon dari Kian.

"Hallo,"

Ia menjauh terlebih dahulu dari si kembar.

"Sam..bantu aku.."

"Katakan yang benar, ada apa Ki?"

"Aku..aku.."

"Kau dimana sialan?!"

"Di rumah,"

Samuel mematikan telepon, ia segera bersiap pergi, jika mendengar alasan Kian yang bertele-tele lebih baik ia segera pergi ke rumah teman nya itu.

Samuel pergi naik taxi, ia berharap tak ada yang mendesak dan juga tak akan ada hal buruk menimpa teman nya itu.

Samuel menghabiskan setengah jam di perjalanan, saat sampai rumah Kian ia turun dan segera berlari.

"Kian!"

"Kau ada di dalam?!"

Samuel berteriak mengetuk pintu, tak ada sahutan ia mencoba membuka, alhasil ternyata pintu tak di kunci.

Ia menganga tak percaya dengan keadaan rumah Kian, hancur.

Ada beberapa pecahan kaca, di lantai.

"Ada apa ini Ki?" tanya nya, ia mendapati Kian terbaring lemah dengan luka di wajah dan beberapa bagian tubuh nya.

"Sam.." kian berucap lirih, rasanya ia sudah tak ada tenaga untuk bicara.

Samuel membantu Kian untuk duduk di sofa.

"Ada apa?" tanya Samuel, bukan nya menjawab Kian malah memeluk Samuel erat, ia terisak pilu di pelukan Samuel.

"Aku..semua ini...karena..pria tua.."

Samuel mengelus punggung Kian, ia sudah tahu seberapa keras ayah Kian, Samuel turut prihatin dengan keadaan rumah dan juga Kian.

Kian mencaritakan segala masalah nya, Samuel yang pada dasar pendengar yang baik, ia tak ingin menyela Kian.

______

Komenan kalian adalah semangat bagi gue🙃

Astrophile  [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang