Day 1

37 0 0
                                    

Memasuki awal semester dua pasca pandemi covid, kegiatan kampus sudah mulai menerapkan perkuliahan normal yang mewajibkan seluruh anak untuk datang ke kampus secara bertahap. Ini adalah moment yang ditunggu-tunggu banyak orang. Tapi sejujurnya tidak denganku. Aku cenderung malas untuk bertemu dengan orang baru karena sudah terlanjur nyaman dengan suasana kampus yang isinya ya segitu-gitu saja. Membayangkan kelas yang penuh dan AC yang sudah mulai tidak terasa sedingin perkuliahan hybrid kemarin membuatku malas masuk kelas.

"Anak kelas yang sisa belum ke Jogja siapa aja emang Pram?" Tanyaku kepada Pram saat kami menunggu di depan pintu kelas yang masih terkunci.

Di semester ini perkuliahan banyak dilaksanakan siang di kampus, sedangkan kelas online dilaksanakan pagi. Dan jujur saja di semester ini juga merepotkan sebetulnya, harus bolak balik ke kampus untuk offline dan balik ke rumah untuk online.

"Emm siapa ya? Dean? Ah iya sisa Dean."

Aku menerawang mengingat-ingat namanya, sepertinya dia tidak terlalu asing karena di kalangan anak perempuan namanya pernah di sebutkan. Oleh siapa ya? Ah Intan. Saat kelas fotografi, Intan pernah menyeletuk mengatakan bahwa Dean ganteng. Baginya saja sih. Bagiku biasa saja. Walaupun memang look dan style nya lumayan juga, tapi tetap bagiku terlihat biasa saja.

"Dean chindo itu kan?" Tanyaku. Ah dia terlihat begitu mungkin karena dia keturunan China-Indo yang sering di singkat chindo oleh anak-anak kekinian. Pram menyenggol bahuku, "Ngawur kamu Ra! Rasis heh!"

"Lah orang emang singkatannya begitu kok." Jawabku kesal.

"Katanya sih, dia ke sini hari ini.. soalnya kan ada kelompokan itu lhoo mata kuliah Screenwriting. Jadi dia kayak mau gamau kan harus ke sini."

"Oalah. Iya juga sih. Hari ini berarti dia masuk dong sekarang?"

"Hmm semalem sih katanya udah datang," Pram celingukan mencari-cari manusia bernama Dean. Pram yang lebih tahu ciri-cirinya karena tidak hanya anak perempuan saja yang membicarakannya, anak laki-laki juga sering membicarakannya karena dia satu-satunya anak yang belum datang ke Jogja. "Nah! Itu Ra! Yang make masker putih lagi main hp." Pram menunjuk anak laki-laki dengan perawakan tinggi yang tidak terlalu tinggi, potongan rambutnya benar-benar persis dengan style korea, badannya kurus, kulitnya putih dan yah.. matanya kecil. Hanya tertolong kacamata saja matanya jadi terlihat sedikit besar. Di lihat secara sekilas sih, kurasa Intan ada benarnya.

"Dah dah. Liatin muluk lo! Tu dosennya dah masuk. Ayo masuk kelas." Aku ditarik Pram masuk ke kelas. Dan pada hari itulah pertama kalinya aku tahu nama dan wujudnya, hingga di kemudian hari aku tidak menyangka juga bahwa kehidupanku akan bertaut dengan hidupnya. Meskipun singkat, tapi percayalah tidak ada yang pernah salah dalam sebuah pertemuan. Selalu ada hal yang bermakna dan berubah menjadi sebuah kenangan.

ELEGITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang