Asa ini gadis yang mudah terpesona. Dia bahkan terpesona hanya karena hal sederhana yang kadang tidak di mengerti orang lain. Termasuk aku. Pernah sewaktu dia diam dengan mata terfokus pada sebuah objek yang menurutku biasa saja, tetapi dia menatapnya dengan berbinar.
Aneh sekali bukan?
Yeah, apapun yang berhubungan dengan Asa akan selalu aneh.
Aku ingat hari itu hujan turun. Kami terpaksa berteduh disebuah halte karena aku membawa motor dan tidak membawa jas hujan saat itu. Hujan turun sangat deras, hingga aku tidak melihat satupun kendaraan yang melaju ataupun seseorang. Ditambah saat itu jam sudah menunjukkan pukul 6. Namun, Asa tidak melihatkan wajah terganggu, padahal aku tahu jika gadis itu membenci sunyi dan dingin, tetapi hari itu dia sangat tenang. Bahkan, dia berdiri di tepi halte dan membiarkan dirinya terkena cipratan air hujan.
Aku memarahinya dan menarik tangannya tetapi dia mengelak dan berkata, "Hei coba kamu lihat sesuatu di seberang jalan itu."
Aku mengikuti arah pandangnya dan mengernyit heran. Maksudku, apa yang menarik dengan katan yang sedang mandi hujan itu? Aku berdecak malas. "Itu hanya katak."
Dia malah menggeleng. "Itu katak yang telanjang."
"Katak memang tidak mengenakan pakaian."
"Justru karena itu!" Dia menjentikkan jarinya dengan semangat. "Katak itu kan makhluk hidup sama seperti kita, tapi kenapa dia tidak diberi pakaian seperti kita? Padahal kucing saja bisa di beri pakaian, kenapa katak tidak diberi pakaian?"
Aku melongo. "Tidak semua hewan—"
"Ayo kita tangkap katak itu dan beri dia pakaian." Dia berancang untuk berlari tetapi aku lebih cepat menarik tangannya. Aku menatapnya heran. Tidak terlalu heran sih, karena dia ini memang aneh. Namun tetap saja, memberi pakaian seekor katak?
"Katak tidak diberi pakaian. Mereka hidup di rawa yang basah dan kotor, pakaian tidak akan membantu." Aku memberitahunya sabar. "Lagipula ini hujan, kamu akan sakit."
"Bagaimana jika ternyata dia kedinginan tetapi tidak ada yang memberinya sesuatu hanya karena pandangan 'katak memang hidup seperti itu'? Rasanya tidak menyenangkan tahu saat kita butuh sesuatu tetapi kita tidak bisa mengatakan dan juga tidak satupun mengerti." Dia kemudian diam, tetapi aku bisa mendengarnya berbisik lirih nyaris tidak terdengar. "Aku hanya ingin hidup dengan damai saja, tetapi tidak ada yang mengerti."
Aku menatapnya. "Kau meng—"
"Ayo tangkap kataknya."
Aku diam tetapi kali ini tidak berniat menolak. Aku lebih dulu menariknya ke tengah jalan, membiarkan derasnya hujan membasahi kami. Dan dia tertawa riang, itu adalah tawa pertamanya hari ini karena sedari pagi kerjaannya mengomel (Ini salahku sih, aku meninggalkan buku catatannya di perpus dan sekarang hilang). Aku tertegun sejenak. Aku selalu suka caranya tertawa, sangat menular dan hangat. Dan tawanya saat itu juga cukup membuatku tenang karena tandanya, meski aku tidak yakin apa itu, dia telah melupakan sejenak apa yang berputar di pikirannya tadi. Dan termasuk kataknya. Untung saja. {}
KAMU SEDANG MEMBACA
Once Upon A Hope
NouvellesAku mengenalnya, sebagai gadis yang nyaris mati di kamar mandi rumahnya sendiri.