Hari itu umat manusia kembali tersadar... akan teror mengerikan dari mereka.
Tahun 834, seorang anak perempuan lahir dari pasangan Eisenberg. Dia hanyalah anak biasa yang sama dengan anak lainnya, namun suatu hari takdirnya mulai berubah. Anak itu d...
This story contain major spoilers from manga and anime
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Pagi itu, lima warga di temukan meninggal dunia karena sebuah insiden. Tidak ada yang tahu insiden mengerikan seperti apa yang menghilangkan nyawa mereka, namun satu hal yang pasti, jasad mereka di temukan di sebuah tempat yang jauh dari kampung halaman.
Tubuh yang ditemukan sudah tak bernyawa itu dibawa pulang ke kampung halaman, dengan harapan dapat bertemu untuk terakhir kalinya dengan keluarga mereka.
Begitu juga yang dialami anak laki-laki yang baru berusia sepuluh tahun itu.
Secara tiba-tiba dia mendengar berita kematian Ayahnya dan entah bagaimana jadi seperti saat ini.
Anak laki-laki itu berdiri tepat di depan batu nisan Ayahnya. Beberapa hari yang lalu, Ayahnya masih hidup dan berbicara padanya. Namun saat ini, dia sudah tiada. Ayah yang sangat dikaguminya, kini tertidur selamanya di bawah gundukan tanah.
Dari raut wajahnya, anak laki-laki itu tidak terlihat sedih. Dia hanya menatap kosong batu nisan sang Ayah, entah sejak kapan.
Orang-orang yang datang melayat, satu persatu mulai meninggalkan pemakan. Suara bisikan yang mengasihaninya dapat terdengar jelas di telinga anak laki-laki itu. Namun dia tidak mempedulikannya.
Yang ada dalam pikirannya saat ini adalah alasan sebenarnya mengenai kematian Ayahnya.
Ya, Ayahnya secara resmi diberitakan meninggal karena sebuah insiden. Namun anak laki-laki itu tahu kebenaran yang sesungguhnya. Ayahnya meninggal bukan karena terlibat insiden, melainkan karena di bunuh.
Siapa pembunuh yang dimaksud? Tentu saja, Polisi Militer.
Alasannya? Karena anaknya yang bodoh dan bermulut besar mengatakan omong kosong yang seharusnya tidak dikatakan.
"Apakah kamu yang bernama Erwin?" Sebuah suara tiba-tiba terdengar dari belakang.
Merasa terpanggil, anak laki-laki itu membalikkan tubuhnya, menatap sosok pria dan wanita yang berdiri berdampingan. Keduanya memakai baju serba hitam, sebagai tanda bahwa mereka adalah salah satu pelayat yang datang.
"Kalian siapa?"
Pria dan wanita itu terlihat menghembuskan nafas dengan lega ketika tahu bahwa mereka tidak salah mengenali anak laki-laki itu.
"Kami dulunya adalah murid dari Smith-sensei," wanita itu mulai menjelaskan. "Kami tidak menyangka hal seperti ini terjadi padanya. Kami turut berduka cita."
