Seorang lelaki berpawakan tinggi, dengan langkah lebar yang tegas, memasuki sebuah kelas. Tanpa ragu, dia berjalan di antara deretan meja, memperhatikan setiap sudut kelas yang bukan kelasnya. Kehadirannya segera menarik perhatian banyak siswa di dalamnya.
Wajahnya berekspresi datar, nyaris tanpa emosi, membuat suasana semakin tegang. Tatapannya fokus dan dingin. Dia jelas sedang mencari keberadaan seorang gadis cupu yang tampak terkejut tetapi berusaha menyembunyikan kegelisahannya di antara para siswa lainnya. Kehadirannya yang mendominasi dan sikapnya yang tenang namun menekan, membuat semua orang di kelas terdiam, menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya.
"Kerjain PR gue, sekarang." Suaranya tegas dan mendominasi tertuju pada seorang gadis berkacamata lensa tebal dengan rambut diikat sedikit berantakan.
"Aku nggak ada PR ini...," ujar Dara dengan gugup dan pandangan tertuju pada lantai putih.
"Gue gak peduli, lima belas soal matematika harus selesai dalam waktu lima menit!"
"Kita beda kelas..., kamu kakak kelas aku..."
Tanpa peringatan, Ghazam menggebrak meja gadis itu dengan keras, suaranya menggema di seluruh ruangan. Dara terlonjak kaget, matanya membelalak lebar di balik kacamata tebal dan buku yang dipegangnya hampir jatuh dari genggaman. Semua orang di kelas menoleh, terkejut oleh suara keras yang tiba-tiba itu. Dengan wajah serius lelaki itu, menatap kedua mata Dara, sementara dia masih berusaha menenangkan detak jantungnya yang tiba-tiba melonjak.
"Kalau lo gak mau, jangan harap lo bisa tenang disini dan gue bakal pastiin lo bisa dikeluarin dari sekolah ini," ancam Ghazam penuh penekanan.
"I-iya aku kerjain sekarang..."
"Kenapa, Dar?" Dena menatap kakaknya sejenak lalu beralih menatap sahabatnya.
Tak ada jawaban dari gadis berkacamata tebal yang sibuk dengan buku tulis tanpa namanya. Dena meletakkan tas punggungnya di kursi yang ia duduki, kemudian menatap buku yang sedang Dara kerjakan.
Dena ingin memprotes, tetapi lebih dulu terpotong oleh perkataan Dara, "Udah Dena, gak apa-apa kok."
"Ck, gak punya tangan lo? Adik kelas malah lo suruh buat ngerjain tugas kakak kelasnya, mikir dong jadi orang!" sarkas Dena.
"Berisik," ucap Ghazam.
Beberapa menit telah berlalu, bel masuk pun berbunyi dengan nada yang khas, mengisi seluruh lorong dan kelas dengan getaran yang menandakan dimulainya pelajaran pertama. Ghazam dengan cepat berlari dan mengambil kasar buku tugas matematikanya dari tangan Dara.
Ntah sudah selesai atau belum. Yang jelas, jika nilai lelaki itu sampai jelek pasti Dara yang akan terkena imbasnya.
✧ ✧ ✧ ✧
Begitu bel istirahat berbunyi, suaranya menggema panjang dan meriah di seluruh penjuru sekolah. Suasana yang semula tenang di kelas-kelas segera berubah menjadi ramai. Suara bel ini lebih ceria daripada bel masuk, seakan-akan mengajak semua orang untuk melepaskan penat dan menikmati waktu sejenak. Siswa-siswa dengan cepat merapikan buku dan alat tulis, kemudian bergegas keluar dari kelas.
"Yakin nggak mau ke kantin?" ajak Dena sekali lagi.
"Aku lagi gak laper," balas Dara.
"Temenin gue, please...," bujuknya.
"Yaudah aku temenin."
Dena menautkan tangannya pada tangan Dara, mulai berjalan menuju ke tempat gudang makanan, kantin. Lorong-lorong yang tadinya sunyi kini dipenuhi oleh suara tawa, langkah kaki, dan obrolan yang berbaur menjadi satu. Beberapa siswa berlarian menuju lapangan, bersiap untuk bermain bola atau sekadar duduk di bangku-bangku taman, bercengkerama dengan teman-teman. Tepian lorong dipenuhi oleh siswa yang duduk-duduk, berbincang dengan teman dekat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Guy (Hiatus)
Ficção AdolescenteGhazam Ravindra Hattala adalah sosok yang sulit diabaikan. Dengan pahatan wajah yang nyaris sempurna, lekukan tajam rahangnya, mata elang yang memancarkan karisma, serta kulitnya seputih vampir, ia menjadi idola banyak orang. Namun, di balik ketampa...