Chapter 09

931 115 61
                                    

                 Jangan lupa vote dan
          komennya, karena vote mu
    dan komenmu adalah semangat ku!

              "Cukup kasih sayang dari        Orangtua yang membuat hatiku    Kembali hangat"___ Jaevan Rajendra

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


              "Cukup kasih sayang dari
        Orangtua yang membuat hatiku
    Kembali hangat"___ Jaevan Rajendra



                       Happy Reading




Suara teriakan dan sorakan dari para siswa yang mayoritas cewek terdengar begitu jelas di area lapangan SMA Erlangga siang ini.

Dari pinggir lapangan hingga sampai di koridor lantai satu dan dua. Mereka semua secara terang-terangan berkerumun hanya untuk menonton Jevano dan teman-temannya yang sedang bermain bola basket.

Dengan gerakan lincah dan penuh percaya diri, Jevano terus menunjukkan keahliannya dalam bermain bola basket. Setiap dribel, setiap operan, dan setiap tembakan yang ia lakukan selalu mengundang decak kagum dari para cewek yang menontonnya.

Sedangkan di sisi lain, tepatnya di koridor lantai satu. Ada Jaevan dan Helga yang berdiri di sana ikut menonton juga. Pandangan mata mereka berdua sama-sama fokus menyaksikan Jevano dan teman-temannya yang sedang bermain bola basket.

"Jevano hebat banget ya, pantesan dia di anggap sebagai murid kebanggaan SMA Erlangga karena segudang prestasinya menjuarai semua pertandingan bola basket," ujar Helga memuji kehebatan Jevano dengan tatapan matanya yang masih fokus memperhatikan mereka bermain basket.

"Pasti orangtuanya bangga banget punya anak seperti Jevano yang berbakat dan memiliki segudang prestasi," sambungnya.

Jaevan terbungkam. Perkataan Helga barusan rasanya seperti ada sesuatu yang menohok ke hatinya. Memang benar apa yang barusan di katakan oleh Helga kalau Jevano itu memang hebat dan berbakat sekali. Itulah mengapa selama ini Papa dan Mama selalu merasa bangga kepada Jevano.

Bahkan, tak jarang juga Jaevan sering mendengar pujian demi pujian yang terus mereka lontarkan untuk Jevano.

Jevano anak kesayangan Papa sama Mama memang hebat.

Papa sama Mama selalu bangga sama kamu Jevano.

Papa sama Mama sangat beruntung dan bersyukur sekali memiliki anak yang sangat berbakat sekali seperti kamu Jevano.

Setiap kali suara pujian itu masuk ke telinga Jaevan, rasanya langsung sesak sekali di dalam dadanya.

Membuat Jaevan selalu bertanya-tanya. Kapan sih ia bisa merasakan di puji seperti Jevano? Diam-diam Jaevan juga iri, Jaevan juga ingin di puji sama Papa dan Mama seperti mereka memuji Jevano.

Kenapa hanya ketidakadilan yang selalu ia dapatkan?

Hidup menjadi seorang anak tiri yang mendapatkan perbedaan kasih sayang dari orangtua ternyata sangat menyakitkan dan melelahkan sekali. Seakan-akan ia hanya bisa mengemis kasih sayang.

"Iya, Jevano memang hebat."

"Asal lo tau, Jae, gue tuh kadang mikir pengin banget jadi seperti Jevano." Helga terkekeh kecil.

"Sebenarnya bukan cuman lo doang yang pengin jadi seperti Jevano, Ga...," Jaevan menghentikan kalimatnya sejenak lalu menghela napas pelan.

"Gua selama ini juga pengin banget jadi seperti Jevano," sambung Jaevan dengan suara paraunya.

                                    ***

Dari atas tangga pandangan Jaevan terkunci ke arah ruang tengah. Di sana ia melihat Papa, Mama, dan juga Jevano yang tengah berkumpul bersama malam ini.

Wajah mereka tampak terpancar kebahagiaan dengan canda dan tawa yang terus mereka lontarkan sejak tadi terdengar sangat menyenangkan sekali di telinga Jaevan.

Anak laki-laki itu mendongak ke atas dengan kedua bola matanya yang sudah memerah menahan air mata yang menggenang di sudut matanya.

Menyaksikan kehangatan dan kebahagiaan mereka hanyalah menjadi sebuah senjata tajam bagi Jaevan. Ketidakadilan dalam porsi kasih sayang yang di terimanya selama ini sungguh sangatlah berbeda jauh dengan kasih sayang yang di dapatkan oleh Jevano, saudara tirinya.

Dari lubuk hatinya yang terdalam, Jaevan sebenarnya menyimpan sebuah harapan kecil. Ia berharap semoga bisa merasakan kedekatan dan kasih sayang penuh dari orangtuanya seperti yang di dapatkan oleh Jevano. Hanya itu saja, tidak lebih, dan bukan hal-hal yang lain.

Jaevan tahu bahwa harapannya sederhana, namun bagi dirinya, hal itu sangat berarti segalanya.

Namun, sepertinya semua harapan itu mungkin hanya akan menjadi sebuah khayalan belaka. Jaevan sadar, bahwa harapan yang ingin ia dapatkan itu terasa sangat sulit untuk digapai.

"Ternyata, berat ya, menjadi anak tiri yang haus dengan kasih sayang," gumamnya pelan.

Tak lama, air mata yang sejak tadi ia tahan akhirnya berhasil lolos menetes membasahi kedua pipinya.

Anak laki-laki itu menangis dalam diam karena ia tidak ingin menganggu kebahagiaan keluarganya gara-gara suara isak tangisnya.

"Jaevan capek sama sikap kalian, Jaevan juga pengin di sayang, bukan di benci dan di asingkan seperti ini." Jaevan mengusap air matanya.

Mengingat, bahwa selama ini keberadaannya memang tidak pernah di anggap oleh keluarganya sendiri. Keluarganya hanya akan membutuhkan Jaevan ketika mereka menyuruhnya untuk mencuci piring, memotong rumput, mencuci baju, mencuci motor dan mobil, memasak, menyapu, mengepel, dan apapun semua kegiatan lainnya.

Memang terasa melelahkan sekali.
Tapi di balik itu semua Jaevan tidak merasa keberatan dirinya di perlakukan layaknya seorang pembantu oleh keluarganya sendiri.

Akan tetapi, tolong.....

Tolong sekali ini saja Jaevan ingin merasakan kedekatan dan mendapatkan keadilan kasih sayang.

                                       ***

                                       Tbc
_________________________________________

Terimakasih yang sudah mampir baca cerita Jaevan ; A Stepchild's Life, jangan lupa bantu promosi kan juga ke saudara, teman, atau keluarga 🫂

                              Semoga suka!

JAEVAN ; A stepchild's life  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang