two

63 4 0
                                    

Line

69Liner (4)

Miu

pulang bareng gebetan
mission number one

Rae

oke, gue ga takut

Nabila

YHAA KETAR KETIR SI JUBAER

Safiera

siapa yang ketar ketir

Miu

WKWKWK NABILA
yaudah
mission number one; pulang bareng gebetan

Safiera

engga!
ga!

Rae

cupu lo, cong

Nabila

kan apa gue bilang
si Saripudin lagi ketar ketir

Safiera

GUE GA KETAR KETIR YA, BESTIE
masa iya gue deketin Lean terus minta dianterin balik
wtf

Miu

yaudah kalo gitu lo pulang aja sendiri
tapi berarti lo kalah
lo harus ngumumin di lapangan basket kalo lo sayang Lean

Safiera

GA!!
apa apaan ?!
ga ada ya tadi dalam perjanjian kita yg kaya gitu
GA MAU TQ

Rae

yaudah lo kalah
dan lo harus traktir kita sebulan

Safiera

ok deal!
gue traktir

Rae

di new york

Safiera

TEMEN GA TAU DIRI EMANG LU PADA
meras
GA!

Nabila

apa susahnya sih deketin Lean
malu lo ?
yaelah biasanya juga malu maluin lo
anggep aja Safiera menuju move on

Safiera

hhh
YAUDAH IYA

Miu

gitu kek dari tadi
gausah nunggu naik darah dulu

Gue menutup aplikasi Line, dan ga lama kemudian bel tanda pelajaran selesai berbunyi.

Kita komunikasi via chat soalnya kelas gue beda sama Miu dan Nabila.

Mereka anak IPS (Ikatan Pelajar Sangar). Sedangkan gue sama Rae anak IPA (Ikatan Pelajar Alim).

Ga. Cuma gue doang yang alim, yang lain mah liar.

Gue duduk ga di samping Rae. Gue duduknya di depan Rae.

Sekolah kita duduknya ga sebangku berdua. Pisah. Sendiri-sendiri kaya anak kuliahan.

Sebelum keluar kelas, Rae menepuk pundak gue, "Semangat ya, cong. Gih samperin Lean."

Gue memutar bola mata gue malas.

Sial.

Harusnya gue ga temenan sama mereka, ya.

Harusnya.

Gue ke kelas sebelah. Nyari jodoh—Lean.

Untung dia belum pulang. Kok gue seneng ?

YHAAA.

Ketemu cogan.

"Lean, ya ?"

"Ya. Kenapa ?"

"Eh, gue boleh nebeng bareng lo, ga ?"

Lean menaikkan alisnya sebelah, "Lo, siapa ya ?"

"Eh iya, gue Safiera."

"Oh."

Lah ? Oh doang.

"Jadi gimana ? Boleh nebeng bareng, ga ?"

Lean menatap gue datar, "Emang ga bawa kendaraan ?"

"Engga." Gue memasang tampang sok sedih.

"Temen ga punya ?"

"Punya, sih. Tapi—"

"Yaudah sama temen sana." Lean beranjak dari kursi dan ninggalin gue yang berdiri dengan tatapan pongo sepongo pongonya.

Lah.

Gue ditinggal.

"Lean!"

Lean berhenti melangkah dan menatap gue masih datar, "Apalagi ?"

"Tapi kan temen gue udah pada pulang."

"Yaudah, pesen gojek, grab, uber gitu."

Sialan.

Jadi gue harus naklukin manusia yang macam ini ? Sabar.

"Gue—"

"Ga punya aplikasinya ? Yaudah gue pesenin." Lean mengeluarkan hpnya dan mengetikkan sesuatu.

"Ga gitu! Pokoknya anterin gue pulang!"

"Kok lo maksa sih, Samijan!"

"Safiera! Gue gebuk muka lo nanti seenaknya aja ganti-ganti nama gue! Samijan siapa lagi, sih ?!"

"Ga usah teriak, gue masih bisa denger."

Hhhh.

"Pokoknya gue pulang bareng lo!"

"Ga bisa."

"Kenapa ?"

"Aduh. Ga guna ya gue ngomong sama cewe kaya lo. Udah, ya. Gue duluan." Lean meninggalkan gue. Lagi.

Wtf.

Sumpah Lean pengen gue tabok.

Pake ekor kuda.

"Lean!! Gue mau nebeng!!" Gue berlari ke arah Lean.

"Cepetan turun."

"Iya, bawel!"

Gue berhasil pulang bareng Lean.

Songong dulu. Ga apa-apa jelek, yang penting sombong.

Sebuah motto bestie.

"Makasih ya, Lean."

"Ya."

Hhhh.

"Mau mampir dulu, ga ?"

"Ga."

Gue memutar bola mata malas. Plis, ya. Kalo ga karena idenya si ular bernama Miu itu, gue juga ogah ngajak pulang lo bareng.

"Yaudah. Hati-hati."

Lean mengangguk tanpa menatap gue, lalu melajukan kendaraannya.

Bangke emang si banyak gaya. Awas aja dia besok!

Hhhh.

Fated • PCY ✔️ [REPUBLISH]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang