four

27 2 0
                                    

"Gimana sih, lo. Ini udah sebulan. Masa iya ga ada kemajuan. Makanya jangan dada mulu lo pikirin biar majuan, hubungan lo juga. Gimana mau move on kalo dapetin cowo macam Lean aja ga bisa ?" Miu menatap gue remeh.

Ya dia sih enak. Cowo mana aja bisa dia gebet dengan sekali mengguncangkan tetenya itu. Lah gue ?

"Makanya, ga usah sok punya harga diri. Fie, udah ga jaman loh cowo ngejer cewe. Gini, ya. Jodoh itu dikejar. Kalo lo cuma berdoa dan engga mengejar ya percuma. Saingan lo dimana-mana." Rae menghisap es coklat melalui pipet berwarna hijau itu.

Kita lagi di BintangBucks. Nabila sibuk sama Kai.

Kenceng.

"Tapi gue ga ngarepin juga tuh berjodoh sama dia." Gue mengendikkan bahu.

"Oke. Ini bukan perkara jodoh. Tapi move on." Miu lagi-lagi nyeramahin gue.

"Gue boleh ganti cowo aja, ga ? Nyerah gue." Gue memohon kepada duo lintah cap sabun colek yang ada di depan gue.

"Engga! Lo harus berjuang, gimanapun caranya. Lo harus dapetin Lean. Itu perjanjian awal." Rae kembali menghisap es coklat yang sudah hampir habis.

Sedangkan miu duduk-duduk classy sambil melipat kaki.

Hah. Classy ekor kuda.

"Lean, ada waktu ga sore ini ?"

"Gue sibuk."

"Lean,"

"Apalagi, Saifudin ?"

"Safiera, monyet. Harus berapa kali sih gue bilang!"

"Bodo." Lean Kembali memakai headphone bermerk beats berwarna hitam, lalu kembali membaca Webtoon di ponsel genggamnya.

"Lean, ayolah."

"Ga."

"Sore ini temenin gue ke toko buku, plis."

"Gue bilang ga, ya engga."

"Lean," Gue mengalungkan tangan gue ke tangan Lean, lalu menaruh kepala gue di pundak kiri dia.

"Ya Tuhan, sana pergi jauh-jauh!" Lean melepas paksa dan mendorong tubuh gue menjauh.

"Emangnya gue kuman ?!"

"Emang kuman."

"Jahat banget anjir."

Gue melihat Lean menaikkan volume suara di ponselnya.

"Bangke emang."

"Gue denger ya, Sapirudin."

Au ah, sialan!

"Mau beli apaan, sih ?!"

"Mau beli itu, buku novel."

"Udah kelas tiga, baca yang berfaedah dikit."

"Baca novel juga berfaedah, kok!"

"Halah, pantat."

Gue sama Lean lagi di toko buku.

Gue berhasil dong membujuk Lean.

Eak.

Ada kemajuan.

"Gue mau beli ini aja."

Lean menaikkan sebelah alisnya, menatap gue dan buku yang gue pegang secara bergantian.

"Lo serius mau beli buku yang itu ?"

"Iya, kenapa ?"

"Ga apa-apa, sih." Lean tersenyum kikuk.

Emangnya salah kalo gue beli buku Ketika Roti Sobek Oppa Korea Membuatku Hilang Kewarasan ?

Lagian gue liat disini ada tulisan True Story.

Ya gue pengen baca. Emangnya salah ?

"Udah ?"

"Udah." Gue mengangguk kegirangan.

Gue menuju kasir.

Gue mengobok-ngobok tas dan dompet gue ga ada.

Ketinggalan.

Ini minta bayarin Lean kudu classy dikit.

"Ehm. Lean,"

"Apa ?"

"Boleh pinjem duit lima puluh ribu, ga ?"

Lean berdecak sebal lalu mengeluarkan uang sebesar lima puluh ribu.

"Makasih." Gue cengengesan.

"Besok-besok kalo ga ada duit, ga usah gayaan, deh."

"Iya ntar sampe rumah gue ganti, bawel!"

"Halah. Bilang aja modus lo pengen gue beliin."

"Eh gue bisa ya beli buku sendiri! Dompet gue aja yang ketinggalan."

"Alasan. Cewe mah semuanya sama. Modus."

"Gue lagi ga modus, ya."

"Terus, ngapain lo ngedeketin gue akhir-akhir ini ?"

"Ehm. Itu—" Gue kikuk sama pertanyaan Lean.

"Naksir lo sama gue ?"

Fated • PCY ✔️ [REPUBLISH]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang