BAB 8

12 0 0
                                    

Langit malam terlihat cerah sehingga bintang-bintang membanjiri langit malam itu. Di dalam perpustakaan putih, aku dan William tampak bingung apa yang terjadi sekarang. Semuanya menjadi gelap, hanya lampi gantung yang menyinari perpustakaan putih ini. Aku melihat sekitar. Memastikan apakah sudah malam.

Oh tidak, ini benar-benar sudah malam. Aku menatap William penuh harapan. Kalau tidak pulang sekarang, ibu akan mengomeliku sepanjang malam.

"Wim... Aku harus cepat pulang." Suaraku bergetar.

William tertawa kecil. Mengantarku keluar dari perpustakaan itu. William menyuruhku untuk menatap bintang sebentar sambil berjalan mengintari danau menuju bangunan utama rumah William. Aku hanya menatap sekilas para bintang yang menghiasi langit malam itu.

Saat tiba di ruang tengah, aku berpamitan pulang kepada ibu William dan juga mengucapkan terimakasih sebanyak-banyaknya. 

"Bagaimana jika kamu diantar Wim untuk pulang?" Tanya ibu William.

"Tidak usah repot-repot, tante. Aku bisa pulang sendiri." Ucapku memegang siku. Lagipula, aku tahu William belum punya SIM.

"Serius, Tara? Jalanan malam sangat tidak baik untuk perempuan." Ucap William khawatir.

"Kamu seperti tidak percaya aku saja, William." Ucapku tersenyum kesal.

Kami yang berada di depan pintu terdiam lama. William yang melamun tiba-tiba tersentak.

"Ikut aku." Ucap William menarik tanganku keluar rumah. Menuju ke samping rumahnya.

William menyuruhku untuk memegang sepedaku juga. Dia mengangkat tangannya. Muncul tongkat dengan permata biru di ujungnya. Aku menutup mataku.

Saat membuka mataku, kami berada di balik pagar tembok rumah. Dimana tempat ini? William membawaku kemana? Dia menatap ke arah jalan kecil tepat sebelah pagar ini. Aku ikut melihat. Aku bergerak mundur. Terkejut.

Sorot cahaya lampu penerang menerangi dua orang di tengah jalan sepi itu. Pria mengenakan jas hitam tinggi beserta wanita yang berlutut di depannya. Aku merasa tidak asing dengan rambut wanita itu. Itu ibu? Dan mengapa dia berlutut kepada pria itu?

"Kumohon! jangan ambil anakku! Aku sudah melakukan semua yang kau mau. Jadi, jangan ambil anakku." Ucap ibuku bergetar terus memohon kepada orang itu. Aku dan William kembali bersembunyi.

"Saya harus mengambil anakmu, Nyonya. Anak itu berharga." Ucap dingin pria itu.

Apa yang sudah aku dengar tadi? Aku harus menolong ibuku. "Wim, aku harus menolong ibuku." Ucapku menatap tajam William.

"Jangan gegabah, Tara." Ucap William memperingatiku.

Tapi aku sudah muncul di depan wajah orang asing itu. Jari telunjukku menyentuh dada seseorang itu. Lalu Wush! Aku melemparnya dengan anginku, menjauh dariku dan ibuku. Aku mendekati ibuku yang matanya sembab. 

"Ibu tidak apa-apa?" Ucapku memeluk ibuku.

BUK! Perutku ditendang oleh pria berjubah hitam yang barusan kusingkirkan. Aku terlempar ke pagar tembok. Perutku sakit, dan juga punggungku. Aku berusaha melihat ibu. Tetapi, pria itu memegang leher ibuku. mencengkramnya sambil mengangkatnya ke atas.

"Kau lihat, anak itu datang dengan sendirinya. Sekarang, aku tidak membutuhkanmu." Ucapnya begitu seram.

Aku tidak akan membiarkannya begitu saja menyiksa ibuku. Aku tidak akan menahan kekuatanku lagi. Ibuku dalam bahaya. 

Aku membuka telapak tanganku lebar-lebar. Sring! Muncul tongkat konduktor orkestra. Kupu-kupu mulai muncul di sekelilingku. Kupu-kupu berwarna ungu. Aku berdiri perlahan. Mulai mengendalikan kupu-kupu itu dengan gerakan tanganku.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 07 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Reverse the TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang