Kondisi rumah Yansen tidak berubah sejak kemarin. Berantakan dan masih bersimbah darah. Mereka memungut barang-barang yang jatuh dan membersihkannya. Yansen termenung mengingat kejadian semalam. Kejadian itu baru saja berlangsung tepat didepannya. Mereka sudah meminta bantuan kepada kepala desa untuk mengusut kasus ini. Hingga saat ini belum ada pemberitahuan lebih jelas lagi.
Archie dan Namika membantu membereskan barang yang akan Yansen bawa. Pakaian, foto keluarga, dan satu kotak kecil berwarna hitam. Yansen membuka kotak hitam itu di kamar. Di kotak itu terdapat satu buah anting berwarna biru berbentuk bulan sabit dan satu anting bulat tindik yang juga berwarna biru. Ia menatapnya lekat, ia ingat betul bagaimana ayah memberinya ini. Di sisi lain, ia juga mengingat kembali memori bersama kakaknya. Sebenarnya kakak Yansen juga diberi hal yang sama dari ayah, namun milik kakaknya berbentuk kalung matahari. Ayah bilang bahwa mereka adalah matahari dan bulannya. Kedua sisi yang berjalan beriringan. Terang dan gelap, positif dan kompetetif. Kedua hal itu mencakup dalam diri ayah. Dulu Yansen sangat suka dengan anting itu, karena bandul bulan sabit akan menyatu saat digabungkan dengan bandul kalung kakaknya yang berbentuk matahari.
Namun setelah kakaknya pergi, ia melepas antingnya dan menyimpannya. Ia tidak mau memakainya lagi. Dengan perasaan kacau dan berpikir sudah tidak ada keluarga yang bersamanya lagi. Yansen akan memakainya lagi sebagai pengingat bahwa ia selalu bersama dengan mereka.
Yansen berjalan ke dapur. Ia terdiam mengingat kemarin mereka masih bermain dan makan bersama. Memori yang tidak akan pernah ia lupakan. Yang paling ia sayangi, ialah ibunya. Yansen menundukkan kepalanya, menghembuskan nafas berat.
Ia melihat makanan yang ibu masak kemarin masih berada di meja makan. Walaupun hanya sisa sedikit. Ia merasa ganjil setelah menghitung ulang piring di meja makan. Seingatnya, ia hanya makan malam dengan ayah dan ibu saja. Namun, disini ada empat piring. Yansen mencoba mengingat kembali kejadian malam itu sebelum ia pergi. Ia duduk mencerna kembali ingatannya.
Archie memanggil Yansen berulang kali tapi ada jawaban. Ia memutuskan untuk mencarinya bersama Namika. "Ternyata kamu disini, setidaknya jawab jika dipanggil" Archie terus mengomel sampai ia duduk. Dan sama saja, Yansen tidak menghiraukannya. "Ada apa Yansen?" Tanya Namika. Mata bulatnya memerhatikan Yansen berusaha mengingat hal yang mungkin ia lewatkan.
Yansen tiba-tiba terkesiap menegakkan badannya, membuat Archie dan Namika terkejut. "Tamu!" Yansen berseru menatap Archie melotot. "Tamu apanya?" suara kencang Archie ikut melotot. Yansen membenarkkan posisi duduknya, "Ibu bilang, kemarin barangkali ada tamu" Archie dan Namika fokus pada penjelasan Yansen walaupun mereka masih belum paham.
"Ibu memasak banyak menu, dan mengatakan barangkali ada tamu. Saat aku pergi kami masih ber-tiga. Namun, saat aku pulang..." Yansen menjeda ucapannya "Ibu sudah berlumur darah, ada satu orang berjaga di belakang rumah dan satu di dalam. Dia yang telah membunuh ibu." Ucap Yansen mentap kedua temannya.
"Berarti ada empat orang saat kamu pergi" Namika memperjelas situasi. "Tapi, aku tidak melihat ayahmu?" Archie menyangkal. Benar juga, Yansen juga sempat mencari ayahnya saat ia menyaksikan ibunya sudah tidak bernyawa. Namun nihil, ayahnya tidak ada di tempat kejadian.
Ingatan itu masih membekas dan akan terus melekat di pikiran Yansen. Saat ibunya terbaring penuh darah, terkapar dengan kaki lemah, ia tidak bisa berbuat apa-apa pada ibunya. Ia menyesal.
Hari semakin petang, mereka bergegas mengemasi barang yang akan dibawa dan mengeluarkan nya. Jalanan sudah lumayan sepi. Sebab saat petang para warga harus segera masuk rumah agar terhindar dari serangan iblis yang barangkali masih berkeliaran walaupun sudah sepuluh tahun sejak disegel. Hawa suram dan menakutkan masih menyelimuti warga.
"Setelah sekian lama tubuhku terkunci, akhirnya aku bisa menghirup udara segar dan berburu manusia lagi" ucapnya diakhiri tawa keras. Berpakaian layaknya manusia, duduk di atas atap mengenakan jaket dan celana jeans. Matanya berubah dari warna hitam ke warna merah. Otot dan kukunya mulai mengeras. Serta taring dan beberapa ekor perlahan muncul ketika ia indra penciumannya mengendus-endus aroma manusia. Ia seperti anjing yang tidak makan selama sepuluh bulan. Ia mulai melompat saking antusiasnya.
Yansen, Archie dan Namika mendadak menghentikan langkahnya. Seorang yang duduk di atas atap tadi sudah berada di hadapan mereka dengan senyum mengerikan. Mereka bertiga perlahan mengeratkan tangan satu sama lain untuk saling melindungi. Sebab, mereka sadar bahwa seseorang di hadapannya bukanlah manusia.
"Ha ha ha...halo anak-anak" Mereka terpaut jarak 10 meter, iblis itu berjalan mendekati mereka, disaat yang bersamaan mereka juga memundurkan langkah dengan perlahan. "Tiga orang dengan ukuran anak-anak cukup mengenyangkan untuk malam ini" iblis itu menunjuk satu persatu dari mereka lantas menepuk perutnya. Yansen mengamati sekitar barangkali ada sesuatu yang bisa ia jadikan senjata. Namika dan Archie saling berpegangan tangan ketika Yansen melepas tangannya demi mengambil sebatang kayu. Dengan nekat dan keberaniannya Yansen menodong iblis walaupun tangannya gemetar. Tangan kanan menodong kayu serta tangan kiri melentangan untuk melindungi Namika dan Archie. Kini Namika dan Archie berada di belakang Yansen.
Iblis menghentikan langkahnya. Ia tertarik dengan sikap Yansen yang berani. Ia semakin ingin cepat memakan mereka satu persatu. Tawanya semakin keras, terdengar seperti menyepelekan kenekatan Yansen meskipun ia juga ketakutan. "Kau pikir aku akan mati hanya dengan kayu itu, bocah?" Iblis itu mengepakkan ekornya bersiap menyerang. Mereka bertiga terkesiap mengeratkan lebih erat, memundurkan langkah demi langkah. Namika menggenggam ujung baju Yansen berharap ia tidak melakukan hal yang membuatnya terluka.
Iblis itu segera melompat dengan ekornya. Kuku dan taring tajamnya terbuka bersiap untuk mencincang mereka. Kini Yansen memegang kayu tersebut dengan kedua tangannya. Ia sudah siap apapun resikonya. Tangan iblis itu kian membesar dikelilingi daging segar berwarna merah keunguan. Semakin dekat, semakin jelas bentuk iblis itu. Satu cakaran mendarat dengan cepat ke arah Yansen.
Namun, iblis itu menghentikan aksinya. Ia terdiam ketika melihat Yansen secara dekat. Setelah tiga detik terdiam, sebuah belati mendorongnya hingga terjatuh. Tanpa diambil belati itu kembali ke tangan dengan sendirinya. Seseorang berpakaian rapi dengan setelan jas serba hitam mendekati mereka. "Kalian baik-baik saja?" serentak mereka bertiga mengangguk. Hal yang sama juga di lakukan seseorang berjas itu. Yaitu, terdiam melihat Yansen.
"Apa kau menyadari sesuatu hal?" ucap iblis perlahan bangkit. Seseorang itu memalingkan tubuhnya menghadap iblis tersebut. "Ramalan itu sudah dekat. Anak itu ancaman bagi kita" Seseorang itu menatap Yansen sejenak lantas menatap iblis kembali. "Bulan sabit biru" ucapan Iblis itu mengarah pada anting Yansen. Namika dan Archie melongo, tidak mengerti obrolan mereka. Mereka saling adu tatap. "Senang bagimu sudah keluar dari segel itu kan?" Iblis itu tertawa terbahak-bahak. Bersiap untuk menyerang kembali, seseorang berjas itupun juga bersiap dengan belatinya yang berkilau.
Iblis itu menyerang menggunakan ekornya yang panjang dan menyala. Dengan cepat seseorang itu berlari ke arah iblis yang sibuk menyerang orang berjas dengan bertubi-tubi. Namun, dengan gesit dan tangkasnya seseorang berjas itu menyayat hingga mencincang ekor iblis tersebut. Iblis tersebut mengerang, sampai akhirnya seseorang berjas menusuk tepat di jantungnya. Dan iblis itu tergeletak perlahan berubah menjadi abu.
Yansen, Namika dan Archie mematung melihat kejadian di depan matanya. Mereka masih tak percaya bahwa iblis itu benar adanya. Selama ini mereka mengira itu hanya legenda yang dibuat-buat warga. Tapi baru saja mereka mengalaminya. Keringat mengalir disekujur tubuh, jantung berdegub kencang seperti mesin yang akan siap meluncur ketika lampu hijau.
Seseorang berjas itu kembali mendekati mereka. Ia menanyakan keadaan mereka lagi. Dan jawaban mereka juga masih sama. "Segera pulanglah, bisa jadi mereka akan datang lagi. Jangan keluar rumah saat petang" Seseorang itu bergegas pergi namun Yansen menahannya. "Bisa kau beritahu tentang maksud iblis itu soal aku?" Seseorang itu memutar bola matanya agar tak melihat Yansen. Ia tidak menjawab pertanyaan tersebut, dan bergegas pergi. Yansen masih menghadangnya, namun kekuatan orang itu jauh lebih kuat. Ia menabrak bahu Yansen.
"Lukas!" Seseorang itu terhenti dan membalikkan badan. Yansen sempat melirik sekilas name tag yang terdapat di jasnya. "Aku akan mengingatmu!" teriak Yansen. Namika dan Archie menggandeng Yansen untuk segera pergi. Seseorang berjas bernama Lukas itu kembali membalikkan badannya seperti semula.
"Jika kau tahu sekarang, itu akan memberatkanmu, Nak" Kemudian Lukas melanjutkan langkahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
End Of Revenge
Ficción históricaYansen Hawkins seorang yang tidak berhenti memikirkan kebebasan untuk hidupnya. Entah disebut takdir atau kutukan, ia telah menjadi manusia setengah iblis untuk membalas semua dendam diantara hubungan manusia dan iblis. Misinya membinasakan dendam...