2. Gagal Turnamen

5 3 1
                                        

Bagi Jean, senin adalah hari paling keramat. Dimana upacara akan di selenggarakan dan itu tidak mudah untuk Jean, karena harus berdiri terlalu lama. Patah tulang di kakinya yang di sebabkan oleh latihan basket itu menjadi salah satu sebab ia tak bisa berdiri lama.

Jika harus berbohong lagi untuk senin ini, sepertinya Jean mencari masalah yang sama. Jean tidak bisa berpura-pura atau berbohong. Melakukannya memang mudah tapi mengkontrol wajah menyembunyikan nya itu tidaklah bagus. Selalu saja ketahuan apapun kebohongan nya.

"Huh Jean Garan Baratama! Mama udah masuk keluar masuk kamar kamu dua kali. Dan belum bangun juga! Ayolah Jean jangan buat Mama marah karena kecerobohan kamu telat lagi." Omel Jena. Wanita paruh baya itu menarik selimut yang membelit di tubuh bongsor puteranya.

Melihat putera sulungnya malas dan selalu membelit diri dengan selimut adalah hal yang paling Jena benci. Namun bagaimanapun Jean tetap puteranya. Apalagi datang ke kamarnya dan di suguhi dengan kamar yang berantakan serta tissue berserakan di lantai dan sekitar ranjangnya, membuat Jena geram dan ingin sekali membersihkan kamar yang selayaknya seperti kapal pecah.

Namun jika Jena hendak membersihkan kamarnya. Jean selalu marah, tak ingin siapa pun menyentuh barang miliknya. Jena menurut, namun tidak ada perubahan dari Jean. Kamar nya yang tak kunjung bersih jika bukan Jena yang membersihkan nya.

Remaja itu hanya akan produktif pada piala dari turnamen basketnya. Hanya itu saja. Tak jarang Jena melihat putera sulungnya membersihkan piala itu dengan telaten dengan sekelilingnya yang berantakan, yaitu kamarnya sendiri.

"Jean bangun!" Jena menyingkirkan helai rambut yang menghalangi mata Jean agar cahaya matahari sepenuhnya menyoroti wajah tampan puteranya itu

Jean menggeliat di atas kasurnya, hendak tengkurap namun dengan cepat Jena menarik tubuh Jean. Jean berdecak dan mengubah posisinya menjadi duduk. Sekilas melihat jam dan sudah menunjukkan pukul 6.23. Ayolah, bagi Jean ini sangat pagi.

"Ayo bangun, terus langsung mandi. Mama mau nyiapin sarapan dulu. Jangan sampai ada yang ketinggalan. Seragam hari ini putih-putih. Topi dibawa, atribut lengkap semuanya. Gausah nyari kaos kaki, udah Mama siapin di bawah." Ucap Jena sembari hendak menutup pintu

"Mah itu tetangga di depan lagi ngapain sih?" Tanya Jean dengan suara serak khas bangun tidur.

"Ya ngapain lagi, udah biasa dia kaya gitu. Udah gausah di dengerin, gausah diliat, tutup mata tutup telinga aja. Cepet mandi nanti kesiangan." Dan setelah Jena mengatakan itu pintu pun tertutup

Bagaimana tidak menjadi sorot perhatian nya di pagi hari. Wanita seusia Mamanya terlihat sangat kuno sekali. Pagi buta seperti ini wanita itu merapalkan doa kepada Tuhan di tengah jalan, sembari memegang sebuah salib. Dan Jean benar-benar muak jika harus setiap hari mendengarkan wanita itu berdoa sebegitu nya.

"HEI NYONYAA!! SHUT UPP!!!" Teriak Jean dari kamarnya. Lantas wanita itu hanya memberi tatapan sinis kepada Jean. Bahkan orang-orang yang berada di lantai bawah pun terkejut kala mendengar teriakan Jean. Salah satunya Jena, ia hanya menggeleng seraya merapikan meja makan.

Jean berjalan ke arah meja belajarnya sangat malas. Seperti yang dikatakan oleh Mamanya untuk membawa segala barang yang di perlukan, dan atribut lainnya. Saat Jean mengeluarkan barang yang berada di ranselnya. Jean menemukan Jersey nya dan teringat sesuatu. Teringat bahwa hari ini ada turnamen basket yang diikuti olehnya dan teman-temannya. Dengan cepat Jean memasukan kembali Jerseynya dan hendak turun ke bawah.

Jean sudah melihat keluarga itu sedang duduk di hadapan meja makannya masing-masing. Jean tidak ingin semeja dengan mereka, dan melihat Jena tidak menyiapkan bekal nya hari ini. Jean percaya diri untuk langsung pergi meninggalkan rumah ini dan pergi ke sekolah.

Jean's DiaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang