Gadis cantik berkulit putih mulus itu terjatuh—menghempas padatnya lantai. Tremor menghiasi badannya yang cantik, iris merah menatap tak percaya dengan pandangannya.Keinginan yang selalu ia dambakan, keinginan yang ingin ia buktikan. Gugur dalam sekejap mata. Perasaan yang menggebu berhasil mematikkan empati sang gadis. Perasaan yang seharusnya di keluarkan berubah menjadi umpatan kasar sebagai penenang. Dirinya menahan tangis—menggigit marah bibirnya yang berwarna merah.
"Tidak pernah aku sangka, ternyata nona Aghnesia gagal."
"Benar, saya kira dia menang. Penulisan aksara mandarin pada waktu itu lebih bagus dari Daisha."
"Kepolosan dan kelenturan tangan nona Daisha saat menulis aksara mandarin juga tidak lebih jauh dari nona Aghnesia."
Sorakan dan cemoohan masyarakat bersatu menyoraki perempuan di atas panggung itu. Daisha Espreso, wajah yang terukir penuh fantasi dengan kulit putih, tatapan matanya yang polos berwarna merah muda. Daisha memiliki keluarga tertinggi ke-2 setelah Zeelodi. Keluarga Espreso dipandang tinggi karena jasa moyangnya pada leluhur.
Keluarga Espreso awalnya ditolak akibat ketidak terimaan masyarakat dengan pidato Pazon Ferix Espreso yang meragukan. Namun, Ferix berhasil meyakinkan para masyarakat yang menentang. Hingga berkembangnya zaman, para masyarakat mulai menyatu dengan pidato Pazon Ferix Espreso.
𝘚𝘪𝘢𝘭𝘢𝘯, 𝘢𝘬𝘶 𝘵𝘢𝘬 𝘱𝘦𝘳𝘯𝘢𝘩 𝘮𝘦𝘳𝘢𝘴𝘢 𝘴𝘦𝘮𝘢𝘳𝘢𝘩 𝘪𝘯𝘪, batin Aghnesia merutuki dirinya sendiri.
Cemooh dan perkataan para masyarakat berhasil membuat Aghnesia sadar akan sesuatu. "Pasti ada yang salah," ucap Aghnesia berpikir.
📖
"Bukankah sudahku katakan. Tepati janjimu, Aghnesia," tuntut pria itu dengan raut wajah tersenyum menunggu balasan Aghnesia.
"Tidak akan! Untuk apa aku membantumu, 𝘈𝘺𝘢𝘩!" ungkap Aghnesia menantang Zachary, ayahnya.
Zachary mengernyit tidak suka dengan jawabanku. "Bukankah kau pernah menangis belas kasihku saat ibumu sekarat, kau mengatakannya sambil berkata bahwa kau ingin menjadi penerus keluarga ini?"
"Apakah kau lupa secepat itu, Aghnesia?" Zachary menyipitkan matanya, membuat tatapannya semakin menajam. Aghnesia tersentak—mengepalkan tangannya kesal.
"Jangan memalukan keluarga, simbol keluarga ini pedang. Maka disanalah tempat kau berkembang, sekalinya kau gagal, aku tidak akan membiarkan kau bertemu dengan makam ibumu selama setahun." Zachary beranjak pergi dengan suasana hati yang tidak nyaman, membuat Aghnesia harus berpikir dua kali.
𝘏𝘢𝘩, 𝘢𝘴𝘵𝘢𝘨𝘢, batin Aghnesia menutup wajahnya menggunakan tangan kesal.
-Who's The Antagonist-
"Hei, kau sudah dengar berita?"
"Katanya, keluarga Amethyst yang termuda akan membantu peperangan, lho. Peperangan di negara sebelah."
"Wah, kau serius. Apakah nona Aghnesia Amethyst memang sekuat itu dalam ilmu berpedang," ucapnya memuji.
"Tidak heran sih, dahulu saja pertikaian keluarga Bernard dan Amethyst hanya sekejap mata dapat diselesaikan dengan cepat oleh nona Aghnesia."
"Benar, tapi sepertinya keluarga Amethyst menyelesaikannya dengan pertumpahan darah? Juga, masih menjadi pertanyaan kenapa keluarga Amethyst menduduki tingkat ke-3 dari Espreso," ucapnya memikir.
"Memang aneh, kenapa bisa keluarga Espreso menduduki tingkat ke-2. Padahal, nona mudanya saja hanya berdiam diri, bahkan ketika terjadi guncangan besar pada negara ini, keluarga Espreso tidak cepat tanggap. Menggelikan," ucapnya mengherdikkan bahu merinding.
KAMU SEDANG MEMBACA
Who's The Antagonist
Historical FictionBegitu menyesakkan, harapan yang selalu didambakan hilang dalam sekejap mata! Ada yang salah dengan kemenangan ini. Selalu saja orang ini mengambil garis akhir! Tidak ada perasa dalam logika, dan logika tidak dapat bersama dengan bahagia. "Ikuti ak...