Setelah kejadian hari semalam. Aghnesia dengan ribuan kepala memutuskan untuk menerima undangan pesta minum teh bersama keluarga kerajaan."Pangeran, apakah kau mengirim hadiah itu semata-mata karena ingin menghiburku?" gumam Aghnesia, menatap tajam kotak hadiah itu dari kejauhan.
"Semalang itukah aku, yang mulia Phillip?" tanya Aghnesia mengelus segumpalan bulu berwarna abu yang bergerak lucu sembari memakan wortel dengan lahap. "Karena itu, kau harus segera merasakan hal ini juga, Phillip."
tok... tok
"Permisi nona, kereta kuda telah siap, nona bisa turun untuk melihat," ucap pelayan mengetuk pintu. Perlahan terdengar suara langkah kaki Aghnesia.
Aghnesia membuka pintu besar itu, terlihat tampilan Aghnesia yang penuh kecantikan, rambut hitam legam yang terurai dengan rapi dan indah. Pelayan-pelayan itu tertegun—memberikan ruang untuk Aghnesia berjalan. Ke-6 pelayan itu menyingkirkan badannya sendiri untuk memberikan jalan pada Aghnesia.
"Nona Aghnesia, saya akan mengantar anda ke taman istana," ucap Lilis mengikuti langkah Aghnesia.
"Ikuti apa maumu, aku tidak akan menjagamu," jawab Aghnesia berjalan dengan tatapan kedepan.
Sangat angkuh, tidak heran nona disegani banyak orang. Dari cara berjalannya saja sudah terlihat, seharusnya nona tumbuh dengan keimutan, Batin Lilis.
"Hentikan senyumanmu saat menatapku," jujur Aghnesia memasuki kereta kuda. Mendengar ungkapan Aghnesia, Lilis hanya tersenyum—duduk bersebrangan dengan Aghnesia.
...
"Nona Aghnesia Amethyst sudah datang," seru penjaga istana membukakan pintu besar berwarna putih keemasan itu.
Ruangan yang terlihat cerah penuh dengan oksigen alami menjalar kesetiap hembusan nafas. Kini hembusan itu berubah menjadi darah berdesir hangatnya hembusan nafas. Bertatapan dengan manusia itu menghantar amarah yang telah mereda.
Daisha! geram Aghnesia menenangkan dirinya.
"Terima kasih telah mengundang saya ke pesta minum teh, yang mulia. Sebuah kehormatan bagi saya," tutur Aghnesia tersenyum sembari menaikkan kedua sisi dress merah maroon sebagai penghormatan.
"Wow, ternyata kau memiliki warna baju selain hitam. Sangat tidak di ketahui, nona," ucap Phillip bertepuk tangan. Aghnesia menatap tajam Phillip, Phillip menanggapinya dengan acuh.
"Itu sangat cocok dengan kamu, nona!" seru Daisha senyum penuh ketulusan.
"Terima kasih, nona muda Daisha. Kamu juga terlihat manis, tidakkah kamu merasa jika wajahmu penuh dengan ukiran yang cantik?" balas Aghnesia, berjalan mendekati Daisha.
"Nona bisa saja." Daisha teripu malu dengan ucapan Aghnesia. Aghnesia hanya tertawa kecil menanggapi Daisha.
"Nona muda Aghnesia, penerus keluarga Ametyhst, mendekatlah," pinta yang mulia sembari menyeruput teh yang sudah di seduh.
"Yang mulia raja," ujar Aghnesia berjalan mendekati sang raja.
"Apakah kau tau, siapa orang yang berambut putih itu?" tanya sang raja seakan-akan menguji Aghnesia.
"Pangeran Icholas Phillip De Refodixe, putra tunggal keluarga Refodixe generasi pertama yang dijuluki Duke of Edinburgh. Sekaligus anak dari yang mulia raja," bungkuk Aghnesia hormat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Who's The Antagonist
Historical FictionBegitu menyesakkan, harapan yang selalu didambakan hilang dalam sekejap mata! Ada yang salah dengan kemenangan ini. Selalu saja orang ini mengambil garis akhir! Tidak ada perasa dalam logika, dan logika tidak dapat bersama dengan bahagia. "Ikuti ak...