،، 0٪ ⋮ Prolog

55 3 0
                                    

Dereck tidak bisa menjelaskan bagaimana ia bisa jatuh sekeras-kerasnya kepada seorang gadis keturunan Britania yang ia temui di toko roti, rasanya setiap dentingan toko manapun mengingatkannya pada gadis menakjubkan itu.

Pemuda berusia tujuh belas tahun itu bahkan bisa menuliskan seratus alasan kepada kalian kenapa kalian harus mencintai seorang gadis bernama Evangeline Marrie yang sering ia sebut Eva atau Eve.

Pertemuan singkatnya di toko roti.








Kring!

Dereck masuk ke toko roti dengan dentingan lonceng yang sangat berisik, menurutnya untuk apa lonceng selalu dan kesannya sangat wajib di letakan di toko? Tidak pernah terbesit didirinya juga kalau hari ini jadwalnya berbelanja bulanan, ditambah dengan harus membawa dua anak berusia sepuluh tahun yang sibuk lari kesana dan kemari.

Iya, Beatrix dan Cornelius membuatnya menjadi penjaga Lami dan Andi yang sibuk bolak-balik memasukan roti berbentuk unik. Tapi, mereka juga cukup membantu dengan menemukan roti-roti pesanan Beatrix untuk acara sumbang kasih minggu depan.

Beberapa hari lagi juga ulang tahun Andi yang ke sebelas tahun, dan Dereck juga sudah menyisihkan uang sakunya untuk membelikan kue khusus untuk adiknya. Biasanya, orangtua angkat mereka leboh memprioritaskan anak-anak edukasinya agar kuenya bisa dimakan bersama.

Menurutnya tidak ada yang istimewa dalam ulangtahun kalau caranya seperti itu.

Tangannya menepuk pundak seorang gadis yang tengah berdiri, menurut Dereck itu pemilik--paling banter pelayan toko rotinya.

"Permisi, apa disini bisa pesan kue ulangtahun?"

Gadis itu menoleh sambil mengerutkan dahinya bingung, tangannya yang membawa kantong kertas yang berisi beberapa roti begel dan Bauguette menunjukan kalau Dereck salah menegur orang, alias, ia menganggap gadis Eropa yang tampaknya ningrat ini sebagai pelayan.

Mungkin ia menunggu ancaman kalau wajahnya ada di halaman depan kabar berita dengan tuduhan anak Hasselt lagi-lagi berulah. Benar-benar rasanya Dereck ingin sekali mengangkat kakinya cepat-cepat.

"Maaf aku--aku ..."

Gadis itu hanya tersenyum simpul, "untuk tanggal berapa?"

Dereck kini menatapnya dengan heran.

Gadis itu mendekatkan wajahnya ke telinga Dereck, "aku bukan pedagang disini, aku hanya menyeret orang-orang disini untuk membeli kue ku juga."

Liciknya!

Dereck memundurkan langkahnya, berusaha untuk tidak mengenai orang yang berdesakan untuk membayar apa yang mereka beli di kasir. Gadis ini--astaga, Dereck sangat tidak habis pikir.

"Aku Evangeline Marrie!" Serunya dengan ramah.

"Dereck Reasel." Jawab Dereck dengan heran.

"Jadi, kamu ingin pesan kue ulangtahun tidak? Sebenarnya, aku menawari ini dengan cuma-cuma ... hanya ingin membuktikan kalau--

"Bagi pelanggan yang sudah membayar dipersilahkan pergi dari toko, jangan membuat toko ini tambah sesak!"

Dirinya dan gadis dihadapannya menoleh kearah pemilik toko yang berwajah tampak angkuh dan semangat melayani pembeli lainnya.

"Aku sering ke toko ini untuk menarik pelanggan, kamu bisa menemuiku disekitar jam 9 pagi." Katanya lalu keluar dari toko.

"Itu siapa?"

Dereck menoleh kearah Lami yang sedang menggandeng Andi, pemuda itu tampaknya sudah mulai mendapat musuh orang Eropa diujung ruangan sana, karena jelas anak laki-laki berambut pirang diujung ruangan menatap Andi dengan puas dengan wajah yang habis menangis.

Dirinya tahu kemana alur mereka bisa seperti ini, ditambah dengan wajah Lami yang tadinya semangat diajak keluar kini menatapnya seakan toko roti sudah tidak asik dari yang sebelumnya.

"Jadi, jelaskan."

"Aku menendang alat ekskresinya karena ia mendorong Andi." Jawab Lami dengan datar.

Dereck bisa membayangkan sekeras apa tangisan anak itu kalau tidak diredam oleh hiruk-pikuk toko roti yang ramai ini karena masa depannya ditendang oleh seorang gadis berusia sepuluh tahun dengan france bread ditangannya seakan itu adalah senjata terbaru kalau anak itu memukul Lami sebagai pembalasan.

Andi lagi-lagi menaruh roti manis di keranjang yang dipegang oleh Dereck.

"Apa kamu ingin menghabiskan ini?"

"Malikh pasti membutuhkannya, aku yakin. Dia, kan lagi sakit." Kata Andi.

"Aku rela bertengkar oleh anak berambut pirang dengan bintik-bintik aneh yang jelek di wajahnya demi satu roti itu." Lanjut pemuda itu.

Demi roti ternyata.

Tidak habis pikir.

Andi mengambil keranjang yang diisi roti oleh Dereck tanpa bilang apapun, lalu berjalan untuk berbaris menunggu atrean pembayaran bersama Lami, meninggalkannya.

Matanya kini menatap ke adik laki-lakinya, mungkin mencoba membeli kue tart dari gadis asing itu juga tidak apa-apa.

[3] NETHERLAND : EVERMORETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang