Chapter 01

4 1 0
                                    

Seorang gadis berdiri di tengah padang rumput yang luas seraya menatap tajam bulan purnama yang bersinar terang dalam gelapnya malam. Bajunya terlihat lusuh dan kotor dengan tanah dan darah. Tangannya mengepal erat pedang yang berlumuran darah, napasnya terangah-engah, tubuh kurusnya penuh dengan luka gores dan memar. Disekelilingnya terlihat ada banyak goblin yang terkapar tak bernyawa. Namun, tak sedetik pun tatapannya lepas dari sang bulan purnama yang menggantung di angkasa lepas. Matanya menatap jauh, sangat jauh pada langit malam yang seolah membuatnya tenggelam dalam gelapnya kenyataan dunia.

"Aku harus menjadi lebih kuat!"

Namanya Risa Clover, Seorang gadis berparas cantik dengan rambut hitam panjang yang menawan, mata yang indah serta tubuh yang ideal. Dia merupakan putri pertama dari pemilik perusahaan dagang Clover, salah satu perusahaan dagang terbaik di kota Boreas. Itulah dirinya dua  bulan yang lalu. Kini dia hanyalah Risa, seorang gadis sebatang kara yang harus berjuang keras hanya agar bisa membuka mata pada esok hari. Segala hal berharga yang dimilikinya kini telah hilang direnggut oleh monster ganas bertopeng manusia. Menyisakan rasa sakit dan dendam yang mendalam.


Segalanya berawal pada hari itu.


"Kakak, Tunggu!"

Seorang anak laki-laki berumur tujuh tahun nampak tengah berlari dengan napas terengah-engah di tengah kota yang ramai dengan orang yang berlalu-lalang. Matanya menatap ke depan, tangannya bergerak seolah mencoba menggapai sesuatu. Seorang gadis berusia lima belas tahun yang berjalan agak sedikit jauh di depannya berhenti lalu menoleh kearahnya.

"Ah, maaf Rio. Apa aku terlalu cepat jalannya?"

"Tidak, aku saja yang jalannya terlalu lambat."

"Hmm, kalau begitu..."

Gadis itu menghampirinya, mengambil tangan anak laki-laki itu lalu menggenggamnya.

"Akan ku genggam tanganmu supaya kita tidak terpisah."

Anak laki-laki yang bernama Rio itu memasang senyum bahagia di wajahnya saat sang kakak memegang tangannya dan mereka mulai berjalan bersama. Rio sangat mengagumi kakak perempuannya, Risa. Baginya saat-saat bersama sang kakak adalah waktu yang berharga dan menyenangkan, membuatnya selalu mengikuti Risa kemana pun dia pergi.

Mereka bedua berjalan menyusuri kota tempat tinggal mereka, Boreas. Sebuah kota kecil yang merupakan bagian timur dari kerajaan Arandelle, salah satu diantara tujuh kerajaan besar yang ada di benua Midgard. Meskipun disebut kota, sebenarnya Boreas lebih terlihat seperti desa. Ini karena luasnya yang memang tidak terlalu besar dan jumlah penduduknya yang sedikit. Alasannya adalah karena banyaknya penduduk kota ini yang pergi ke kota lain untuk mencari pekerjaan, terutama para anak muda yang ingin menjadi petualang. Kota Boreas tidak memiliki Guild Petualang. Sebenarnya dulu pernah ada guild petualang di kota ini. Tapi, guild itu tidak bertahan lama lalu berhenti beroprasi. Alasannya adalah karena sedikitnya permintaan yang diterima guild tersebut. Jarang sekali terjadi kasus kejahatan di kota ini, begitu juga dengan serangan monster. Jumlah monster yang berada di luar kota Boreas sangatlah sedikit dan kebanyakan hanyalah monster Rank F atau tingkat yang paling rendah seperti Slime. Bisa dibilang Boreas adalah kota kecil yang sangat damai.

Risa dan Rio berhenti di depan sebuah toko roti, Risa melangkahkan kakinya mendekati pintu toko tersebut. Bersamaan dengan pintu yang terbuka, terdengar bunyi lonceng dari atas pintu pertanda pelanggan datang.

"Selamat datang. Ah Risa dan Rio rupanya. Ada keperluan apa sampai putra dan putri keluarga Clover datang ke tokoku ini?"

Di dalam toko berdiri seorang pria yang berusia sekitar tiga puluh tahunan. Dengan senyuman hangat dia menyambut kedatangan Risa dan Rio ke tokonya. Risa membalas senyumannya sembari menghampiri pria yang merupakan penjaga toko itu diikuti Rio di belakangnya.

"Bukan urusan penting kok, aku hanya datang untuk memberikan surat ini kepada paman. Ah, ayahku juga berpesan agar segera menemuinya untuk membahas rencana tempo hari."

Risa memberikan sebuah surat dengan cap perusahaan dagang Clover di atasnya. Melihat surat itu, penjaga toko terlihat senang dan segera mengambilnya.

"Terima kasih banyak, Risa."

"Sama-sama. Tapi, bukankah sudah ku bilang sebelumnya kalau paman tidak perlu bersikap sopan kepada kami, kami kan bukan bangsawan atau sejenisnya."

"Ya itu memang benar, tapi kalian kan anak dari pemilik perusahan Clover yang sangat berpengaruh di kota ini. Jika aku sampai bersikap tidak sopan apalagi sampai membuatku dibenci keluarga Clover, bisnisku bisa tamat."

Pria itu tertawa saat mengatakannya. Meski terdengar berlebihan tetapi begitulah kenyataannya. Perusahaan dagang Clover memanglah hanya perusahaan kecil jika dibandingkan dengan perusahaan dagang yang lain. Namun, di kota Boreas yang kecil ini, mereka berhasil merajai tangga bisnis dan menjadi perusahaan dagang paling berpengaruh di sana.

"Terserah paman aja deh. Kalau begitu kami pergi dulu ya."

"Iya, hati-hati di jalan."

Setelah berpamitan, Risa dan Rio berjalan keluar dari toko itu. Mereka berdua kembali berpegangan tangan dan berjalan bersama dengan senyuman yang terlukis di wajah mereka. Bersama, mereka menyusuri jalan pulang menuju rumah mereka.

"Kak, nanti di rumah kita main yuk."

"Ayo, kemarin kakak baru membeli buku cerita baru, nanti kakak bacain buat kamu."

"Benarkah? Asyik!"

Rio meloncat kegirangan, waktu bermain dengan kakaknya adalah waktu yang sangat menyenangkan baginya. Hal itu membuatnya tak sabar lalu mulai menarik-narik tangan Risa.

"Ayo kak cepetan jalannya, biar kita segera nyampe ke rumah."

"Iya iya."

Risa tersenyum melihat perilaku adiknya. Meski ini hanyalah hal normal dalam keseharian mereka. Tetapi ini adalah hal yang membahagiakan bagi Risa. Setiap waktu yang dia habiskan bersama dengan adik dan orang tuanya adalah hal yang berharga. Hingga membuatnya berharap agar kabahagiaan ini bisa bertahan selamanya. Namun, roda takdir selalu berputar pada arah yang tak dapat ditebak.

***

Rio terbangun di tengah malam, samar-samar dia mendengar suara keributan dari luar rumahnya. Lambat laun suara itu berubah menjadi erangan kesakitan, dan jumlah suaranya sangat banyak. Rio merinding, dengan tubuh gemetar dia mulai berlari menuju kamar kakaknya.

Tok Tok Tok Tok Tok!

"Kakak! Bangun kak!"

Terdengar suara pintu yang diketuk dengan keras. Risa yang tengah terlelap dalam tidur dengan malas membuka paksa matanya yang masih rapat karena rasa kantuk.

Tok Tok Tok!

"Kakak bangun!"

Mendengar suara adik kecilnya yang tampak panik membuat Risa segera melompat dari tempat tidurnya dan bergegas membuka pintu kamar. Di sana berdiri Rio yang langsung memeluknya dengan tubuh yang gemetar. Wajahnya terlihat ketakutan dengan air mata mengalir di pipinya.

"Rio, ada apa?"

Risa panik, dia tak mengerti apa yang terjadi. Namun Rio tak menjawab, mulutnya seolah terkunci oleh rasa takut yang menguasainya. Risa mencoba menenangkan Rio dengan mengusap kepalanya. Tapi tiba-tiba dia mendengar suara teriakan yang berasal dari luar rumahnya. Sambil memangku Rio yang masih menangis, Risa berjalan menuju jendela. Dibalik kain yang menutupi jendela dia melihat cahaya yang sangat terang. Risa merasa bingung, saat itu adalah tengah malam tapi kenapa diluar bisa seterang itu. Saat dia menyingkap kain di hadapannya dan melihat ke luar, Risa melihat pemandangan yang tak akan pernah bisa dia lupakan seumur hidupnya.


Bersambung....

Fell into a DystopiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang