"Kamu ngerti Kayla?!"
"Hah? Apa, Bu?" Kayla tersadar dari lamunannya karena suara Bu Mina yang menginterupsi tiba-tiba. Bu Mina salah satu guru killer disekolah.
"Kamu paham dengan rumus yang saya jelaskan tadi?!"
Blank.
Rasanya percuma ia pergi ke perpustakaan tadi, tidak ada satu buku pun yang masuk ke otaknya, apalagi matematika.
"Makanya saat saya menjelaskan, kamu jangan melamun!" ujar Bu Mina tegas.
Mau gue dengerin atau enggak, sama aja, tetap gak bisa. -Batin Kayla.
"Bukan hanya Kayla, buat kalian semua juga." Bu Mina melirik seisi kelas.
"Iya, Bu."
Dan untung saja bel istirahat berbunyi.
"Yaudah, kita lanjut minggu depan. Saya harap semua sudah dapat menguasai rumus ini."
"Iya, Bu."
Kayla membuang nafas, akhirnya pelajaran yang paling ia benci berakhir. Ia lalu menelungkupkan kepalanya diatas meja.
"Kay, lo gak ikut?" tanya Nayra, teman sebangkunya.
Kayla menggeleng tanpa menengok, ia masih menelungkupkan kepalanya. "Ayolah, Kay. Gue gak bisa tanpa lo huhu." tambah Yuna yang duduk dibangku depannya.
"Gak guys, lo bertiga aja ya. Sakit pala gue." jawab Kayla masih diposisinya.
Ia dapat mendengar tiga temannya yang membuang nafas pasrah. "Yaudah, biarin dia mati kalaparan guys." ucap Yuna lalu mengajak Nayra dan Sophie keluar kelas menuju kantin.
Kayla terkekeh mendengarnya lalu menutup mata menenangkan pikirannya, kepalanya sungguh terasa pening.
"Kay, gak ke kantin?" sahut Vino yang melihat Kayla menelungkupkan kepalanya sendirian di meja baris ketiga dari depan, sementara ia sedang mengunci resleting tasnya di bangkunya yang berada di belakang.
"Gak minat." jawab Kayla.
"Tumben, biasanya juga belum bel istirahat lo udah nyosor ke kantin." balas Vino masih ditempatnya.
Tiba-tiba dua orang pemuda masuk kekelas mereka membuat kelas yang tadinya agak senyap menjadi kacau akibat beberapa siswi yang berkumpul di ujung kelas berbisik-bisik.
"Reynald ganteng banget gaksih?!"
"Kenzo juga gak kalah ganteng coy!!"
"Mereka pasti nyemperin Vino, kan?"
"Iya, mereka paket lengkap, tiga-tiganya ganteng-ganteng!"
Kayla yang mendengarnya ingin sekali menutup telinganya dengan apapun. Ia melirik ke kanan dan untung saja melihat earphone Nayra dibiarkan diatas mejanya.
Ia segera memasang earphone itu dan menyetel lagu apa saja yang ia lihat di sportify dan ikut bernyanyi pelan.
Nyeng..
Angels Like You - Miley Cyrus
"When it feels right~"
"I know that you're wrong for me~"
"Gonna wish we never met on the day I leave~"
"I brought you down to your kness~"
"Cause they say that misery loves company~"
"It's not your fault I ruin everything~"
"And--"
"Kay!" Kayla tersentak saat seorang menepuk pundaknya sambil memanggil namanya sedikit berteriak.
Ia mendongak lalu melepaskan earphonenya dan sedikit bingung menatap tiga laki-laki dihadapannya yang berdiri dengan ekspresi berbeda-beda.
"Hah? Apa?" tanyanya bingung.
"Karena lo gak ke kantin, nih susu pisang kesukaan lo." ucap Vino sembari meletakkan susu pisang di mejanya.
"Eh oh iya makasih." ucap Kayla tersenyum ramah. Apalagi disamping Vino ada Kenzo dan Reynald.
"Iya sama-sama. Tapi lo sakit ya, wajah lo pucet." ucap Vino memasang wajah khawatir.
"Eh lo sakit, Kay? Yuk gue anterin ke UKS." sahut Kenzo seraya memegang pundak Kayla, sebelumya menyenggol Vino agar menggeser.
"Gak usah, Ken. Gue gakpapa." Kayla tersenyum. "Lo pada ke kantin aja, makan, biar gak sakit. Hush sana." Kayla mendorong Kenzo.
"Iya, iya. Lo minum susunya ya."
"Iya."
Setelah mereka bertiga pergi, Kayla kembali memasang earphonenya, ralat earphone milik Nayra lalu menelungkupkan kepalanya.
***
Jam pelajaran keempat di kelas Reynald berakhir menyisakan jam kosong untuk para murid. Karena guru yang mengisi jam pelajaran sedang tidak hadir.
Reynald melirik seisi kelas yang memperlihatkan macam-macam aktivitas yang dilakukan para murid di jam kosong ini, membuat Reynald lebih memilih berdiri dan beranjak keluar kelas.
"Oy, Rey. Kemana lu?" tanya Kenzo yang sedang berkumpul dengan para laki-laki dibangku belakang, entah apa yang sedang mereka lakukan di jam kosong ini.
"Toilet, ikut?" ucap Reynald.
"Najis, sono pergi." balas Kenzo, membuat Reynald kembali berjalan keluar kelas.
Reynald melangkah menyusuri koridor sekiloahnya dengan langkah santai. Sebenarnya bukan toilet tujuannya, ia hanya ingin mencari udara segar. Sepasang mata elangnya menatap lurus ke depan.
Baru saja Reynald akan berbelok di ujung koridor yang menghubungkan dengan lorong sepi yang terletak di belakang deretan kantin sekolahnya, tiba-tiba Reynald erasakan benturan cukup keras di lengannya, bersamaan dengan suara ringisan, membuat Reynald terlonjak kaget.
"Arghh!! Kamvret!"
Seorang siswi yang baru saja mengumpat keras itu sudah mengelus dahinya.
Melihat itu Reynald mengernyit, entah sudah keberapa kalinya gadis itu menabraknya. Tapi tunggu, bukannya tadi wajah gadis itu pucat? Apakah dia sudah tidak sakit lagi?
Reynald memperhatikan wajah Kayla. Ingin sekali ia menanyakan keadaan Kayla. Namun baru saja Reynald memberanikan diri untuk menanyakannya, gadis itu sudah mendongak kearahnya dengan cengiran.
"Ck, itu lengan apa batu, Rey?" Kayla terkekeh sambil terus mengusap dahinya.
Reynald diam menatapnya. Bisa-bisanya gadis itu menyengir padahal sudah pasti dahinya sakit, lebih sakit dibanding tadi pagi, karena lengannya juga masih terasa nyut-nyutan.
"Lengan lo sakit ya, Rey? Sini biar gue pinjetin." Kayla hendak memegang lengan Reynald, namun Reynald spontan mundur selangkah.
"Gakpapa."
Bodoh, bukan itu yang ingin Reynald ucapkan.
"Oh yaudah, hehehe." Kayla nyengir lagi. "Nanti ketemu lagi, bay." Kayla berlari kecil kearah berlawanan.
Reynald memegang dadanya, tepatnya didaerah jantungnya yang ia rasakan seperti akan meledak. Entah kenapa, tapi setiap melihat Kayla, apalagi senyuman hangat gadis itu, jantungnya seperti akan copot.
Beberapa detik selanjutnya, ia tersadar sambil menggeleng-gelengkan kepalanya, pasti salah, bukan itu yang ia rasakan kan?
Ia lalu berjalan menuju ke tempat tujuannya.
Next..
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Badboy
Teen Fiction-Kayla Sunrise Karimova- Gadis periang dan selalu membuat sekelilingnya merasa bahagia disampingnya, lupa kalau ia sendiri sangat terpuruk semenjak kejadian tiga tahun lalu yang menimpa keluarganya. Entah takdir atau hanya kebetulan, ia tak sadar ka...