Ini Kisah Kita.
Hari libur di ruang tamu pada saat sore hari begini biasanya diisi oleh keributan yang dibuat oleh Egar dan Bima. Mereka berdua sudah seperti adik kakak yang selalu nempel satu sama lain.
Memangnya di ruang tamu mereka ngapain, sih? Tentu saja bermain game. Apa lagi yang biasa dilakukan anak laki-laki saat hari libur di sore hari? Mereka memang tidak memiliki kegiatan khusus, dan daripada bosan, lebih baik bermain game.
"Bang tolongin gue! Woy!" Tuh, kan. Bima lah yang biasanya mendominasi ke berisikan di ruang tamu itu.
"Bawel, gue juga susah ini!" Sahut Egar susah payah karena ia juga fokus dengan permainannya.
"Woy bang! Bang! Yah metong, kan, gue.." Sesal Bima karena karakternya sudah mati habis tertembak oleh musuh. Ia menyalahi Egar karena tidak menolongnya untuk menembaki musuh yang banyak mengincar dirinya.
"Bima! Tolongin gue, woy! Di mana lo, Bim!?" Tanpa sadar, Egar masih menyebut-nyebut nama Bima yang jelas-jelas karakternya sudah mati.
Bima dengan kesal menatap Egar, "KARAKTER GUE UDAH MATI, GARA-GARA LO GA NOLONGIN GUE, BANG! ARGHHHHHH!" Frustasi Bima menggoyang-goyangkan badan Egar.
"Weh, weh, selow dong, brader. Kan, gue gatau, hehehehe." Ia menatap Bima takut. Pasalnya, sekarang ini Bima sudah seperti orang gila yang ingin mengamuk habis-habisan.
"Halah, gue teriak-teriak dari tadi lo budeg kali, ah!" Bima meninggalkan Egar yang masih menertawai nya di ruang tamu, ia menuju dapur.
Di dapur ada Hendra yang sedang memainkan ponsel juga dengan segelas susu di meja. Tanpa dosa, Bima langsung menegak susu yang jelas-jelas milik Hendra itu.
"Bangke, susu gue itu," Hendra menatap Bima kesal. Kebiasaan sekali Bima suka meminum minuman yang bukan miliknya.
"Minta dikit, lah, bro." Bima duduk di depan Hendra tanpa rasa bersalah telah meminum minuman temannya itu.
Tiba-tiba, ada Mahen yang memasuki dapur dan langsung membuka kulkas. Ia ingin melihat apakah persediaan makanan untuk mereka sudah dibeli oleh Arga dan Jidan atau belum.
Ternyata isi kulkas masih sama dengan kondisi tadi pagi, yaitu hanya ada beberapa sisa makanan yang mulai basi dan hanya ada air putih dingin saja.
Buru-buru Mahen menanyakan keberadaan Arga dan Jidan kepada dua orang yang saat ini sedang ada di dapur.
"Bang Arga sama bang Jidan mana?"
"Masih belom balik. Terakhir, kan, bilang mau belanja makanan." Jelas Hendra.
Ya, siang tadi mereka sudah kolekan untuk membeli persediaan makanan. Arga dan Jidan langsung tancap gas menuju tempat perbelanjaan, namun belum juga sampai saat hari sudah mulai sore.
Bukan apa-apa, Mahen yang biasa bertanggung jawab untuk memasak takut tidak bisa menyelesaikan masakannya untuk nanti malam karena terlalu sore memasak.
"Siap-siap nanti malem pesen makanan lewat online," Itu suara Tio yang baru memasuki area dapur bersama Yenan. Tentu ia mendengar percakapan yang terjadi di dapur karena kosan ini juga dekat antara satu ruangan dengan ruangan yang lainnya.
"Tenang, kalau Mahen ga ke pegang masak sendiri, bakal babang Yenan yang bantu," Usul Yenan menawarkan diri dengan gayanya yang ala-ala pahlawan kesorean.
"Cih, kayak bisa masak aja." Ledek Bima. Tentu saja ia bercanda dengan kata-katanya. Ia tahu bahwa Yenan adalah pahlawan bagi Mahen ketika ia sedang kesusahan untuk memasak.
"Lo bisa ga?" Tanya Hendra.
"Engga, sih."
Ini Kisah Kita.
"Bang, udah jam setengah lima." Jidan mengingatkan kepada Arga yang sedang menyetir mobil.
Mereka kini tengah terjebak macet. Entah mengapa, situasi jalanan saat ini berbeda dengan saat mereka baru akan menuju ke tempat perbelanjaan. Sekarang ini jalanan tampak macet padahal weekend.
"Kabarin anak-anak dulu, Ji. Bilang lagi di jalan." Usul Arga. Ia juga sangat frustasi dengan macetnya jalanan saat ini.
Jidan hanya mengangguk dan mulai mengabari di grup kosan, dan hanya Mahen yang merespon.
"Tai, lah." Umpat Arga. Jidan mendengar itu sedikit kaget, karena seorang Arga Prasetyo sangat jarang mengumpat. Jika ia mengumpat, berarti hal itu sudah sangat membuatnya kesal.
"Lo mau tukeran biar gue yang nyetir ga, bang?" Tawar Jidan yang hanya mendapat gelengan dari Arga.
Jidan hanya menyenderkan kepalanya di kaca mobil sembari melihat sekeliling jalanan. Tak sengaja, matanya melihat seorang bapak-bapak yang tengah berlari dengan ekspresi wajah panik.
Jidan menajamkan penglihatannya, dan ternyata bukan hanya bapak-bapak itu yang sedang berlari, melainkan ada 2 orang lagi di belakangnya yang menyusul.
"Bang, bang, ada apaan, ya, kok pada lari-lari?" Tanya Jidan pada Arga. Arga melihat kemana arah Jidan berbicara, dan ia mengikuti arah pandangnya.
Karena penasaran, Arga membuka kaca mobil dan bertanya kepada salah satu pengemudi yang berada tepat di samping mobilnya yang tidak menutup kaca jendela mobil miliknya.
"Mas, itu ada apa, ya? Rame banget sampe bikin macet. " Tanya Arga penasaran.
"Kurang tau saya juga, mas. Tapi katanya, sih, macet karena ada yang kecelakaan di depan jalan deket jembatan situ, mas."
Ini Kisah Kita.
"Kita pulang,"
"Anjay yang ditunggu-tunggu akhirnya," Suara Tio menyambut kedatangan Arga dan Jidan yang baru saja sampai di kosan.
"Hampir aja gue pesen lewat online, lho, bang, untung kalian tepat waktu, AWOKAWOK." Protes Bima yang langsung loncat dari atas sofa di ruang tamu.
Arga dan Jidan hanya terkekeh mendengar celotehan anak-anak kosan, mereka tahu ini akan terjadi bila mereka telat membeli bahan makanan.
Mereka menuju dapur dan melihat sudah ada Mahen —oh tunggu, Mahen membawa pasukan kali ini. Ada Yenan dan juga.. Juna!?
"Jun, lo ngapain?" Tanya Jidan heran melihat Juna berada diantara Mahen dan Yenan.
"Masak." Jawab Juna seadanya. Ya memang niatnya ke dapur untuk membantu Mahen dan Yenan memasak agar makan malam mereka nanti cepat siap.
Jidan tidak heran bila melihat Yenan ingin membantu masak, tetapi ini seorang Juna Zaelani yang biasanya tidak keluar kamar selain sarapan, pergi kuliah dan makan malam ingin membantu memasak!?
Sudahlah biarkan saja mereka bertiga. Sekarang saatnya Jidan dan Arga merebahkan diri di ruang tamu setelah bersih-bersih. Mereka sangat lelah hari ini, seharusnya hanya di rumah saja pada saat hari libur, tetapi mereka malah hampir seharian berada di luar rumah.
Memang sudah tanggung jawab mereka.
"Bang! Makan malemnya udah siap belum!?"
Tolong beritahu Rendy bahwa yang berbelanja saja baru sampai di kosan.
Ini Kisah Kita.
Di awal gini masih santai, tapi nanti hehe..
Semoga suka, ya!