Bab 4 - Harapan Baru

8 1 0
                                    

Sudah tiga bulan berlalu semenjak aku bermain bola kembali. Setiap sabtu dan minggu aku jadi suka menyempatkan diri untuk latihan sendiri. Akan tetapi dalam seminggu aku hanya diperbolehkan bermain 4 jam saja, karena kondisi tubuhku masih belum pulih total. Jika dipaksakan melakukan aktivitas fisik berlebihan maka berdampak pada luka amputasiku.

Dari hasil latihan yang aku lalui tersebut, sebagian kemampuan sepak bola bisa ku dapatkan lagi. Lumayan lah sekarang aku sudah mulai bisa menggiring bola dengan menggunakan tongkat jalan. Walaupun kadang masih sulit menjaga bola agar tidak terpental jauh dari kaki. Lalu, kemampuan menendang ku juga udah lebih meningkat dibandingkan ketika bermain bersama Rio. Terkadang aku juga suka mengajak Ayah untuk bermain bola bersama biar ada lawan tandingnya.

Untuk bisa memotivasiku lebih, Ayah masih suka mengajakku menonton pertandingan piala dunia di TV. Tahun ini tim kesayangannya, Perancis menjadi juara Piala Dunia Rusia 2018. Salah seorang pemain muda tim ayam jantan tersebut yang bernama Kylian Mbappe sedang menjadi perbincangan media global saat ini, karena penampilan aksinya yang menakjubkan. Bagaimana tidak, Mbappe yang masih berusia 19 tahun tampil lebih menonjol dibandingkan pemain muda lainnya.

Ditengah menonton pertandingan piala dunia, Ayah suka menyelipkan pesan kepadaku.

"Mas Arga lihat deh itu, hebat ya Mbappe. Belum 20 tahun tapi kemampuannya udah hampir setara sama Cristiano Ronaldo sama Lionel Messi."

"Iya Yah, bertalenta banget emang dia. Kalau ia udah turun di lapangan lawan pasti langsung kocar-kacir."

"Hahaha betul... Tapi yang perlu kamu ketahui, Mas. Di luar bakatnya yang dahsyat itu, Mbappe pasti punya mentalitas yang luar biasa sehingga membuat ia bisa jadi seperti saat ini."

"Oh iya, Ayah jadi teringat, nama tengah kamu diambil dari pemain terkenal Perancis bernomor punggung 10 yaitu Zinedine Zidane. Mbappe juga bernomor punggung 10 bukan? Tim Les Bleus juga mengangkat tropi kali ini. Mungkin tahun ini saatnya kamu untuk bersinar juga."

"Mmm ..Pasti Ayah!" Aku hanya bisa mengangguk setuju kepada Ayah sambil tersenyum. Belum tahu apa yang akan terjadi nanti.

***

Pada kemudian hari, setibanya aku di rumah setelah melakukan kontrol berkala ke dokter, Ibu menyampaikan kalau tadi ada kiriman surat dari INAF yang ditujukan kepadaku. Surat dari siapa pikirku dengan bingung. Selama ini aku belum pernah kemana-mana lagi. Karena penasaran, aku pun lalu segera membuka dan membaca surat tersebut.

Dengan hormat,

Perkenalkan kami dari INAF Assosiation – Perkumpulan Sepakbola Amputasi Indonesia. Bersama ini kami sampaikan bahwa INAF akan mengadakan seleksi untuk mencari pemain Tim Nasional Sepak bola Amputasi Indonesia.

Seleksi ini akan dilakukan di Jakarta pada tanggal 8 November 2018. Maka dengan ini INAF memanggil Sdr. Arga Zidane Prasetya untuk mengikuti seleksi tersebut.

Demikian hal ini kami sampaikan. Atas perhatian dan kerjasamanya, kami mengucapkan terima kasih.

Salam Olahraga.

Ketua Umum INAF

"Hah? Perkumpulan sepakbola Indonesia? Aku baru tahu kalau ada asosiasi tersebut. Ku pikir asosiasi sepakbola cuma ada PSSI aja."

Tertarik dengan undangan tersebut, aku memutuskan untuk menerimanya. Saat datang ke gedung pertemuan sesuai arahan undangan, berkumpul di dalamnya berbagai peserta penyandang amputasi dengan kondisi yang hampir sama denganku. Ada yang amputasi di kaki, ada pula yang amputasi tangan. Mereka berasal dari berbagai daerah di Indonesia.

Ketua Umum INAF menyambut kedatangan para pemain peserta yang akan mengikuti seleksi. Ia menjelaskan terkait Indonesia Amputee Football atau Garuda INAF yang sudah berdiri sejak tahun 2018. Layaknya PSSI, INAF ternyata merupakan induk organisasi sepak bola bagi penyandang disabilitas fisik. Asosiasi ini sudah tergabung menjadi bagian dari World Amputee Football Organization atau WAFO, yang berarti Indonesia sudah dapat mengikuti ajang olahraga khusus ini dalam pertandingan di luar negeri.

Wow keren juga pikirku. Aku jadi tambah bersemangat, akhirnya setelah sekian lama aku dapat menyalurkan hobiku bermain sepakbola dalam sebuah tim. Selain itu, dengan tergabung menjadi pemain sepakbola amputasi artinya ada peluang untuk mewujudkan kembali mimpi lamaku yang sempat hilang. Yakni menjadi pemain bola profesional dan bisa menorehkan prestasi di kancah internasional.

Tahapan seleksi pemain timnas amputasi ini sendiri diikuti oleh 40 oran,g dan yang terpilih nantinya hanya 20 orang pemain saja. Para peserta seleksi ikut serta disini karena mereka sudah terjaring dalam organisasi sepak bola amputasi lokal di daerah masing-masing. Salah satu peserta yang aku temui adalah Samsul Bahri, ia berasal dari klub bola amputasi Jember.

Disini hanya aku sendiri yang tidak berasal dari tim atau organisasi sepakbola amputasi manapun. Karena itu aku masih bertanya-tanya, kira-kira kenapa INAF bisa mengundangku kesini ya.

Sebelum tahap seleksi dimulai, aku dihampiri oleh seorang bapak-bapak berkumis. Ia terlihat seperti pengurus dari INAF.

"Kamu yang namanya Arga bukan?"

"Iya Pak betul. Ada apa ya Pak?"

"Perkenalkan saya Martin. Saya yang akan jadi pelatih Timnas Amputasi ketika kalian lolos nanti. Saya yang merekomendasikan dan mengundang kamu untuk mengikuti seleksi ini."

"Oh iya? Maaf kalau boleh tahu, memang darimana bapak tahu saya?"

"Saya mendengar kabar dari teman saya yang menjadi pengurus di PSSI untuk U-17. Ia bercerita bahwa ada seorang anak bernama Arga dari Tim SSB Macan yang punya prestasi gemilang. Namun akibat cedera tragis yang dialaminya sehingga ia harus kehilangan kakinya."

"Betul, itu saya pak." sahutku

"Kemudian saya mendengar dari orang-orang kalau ada seorang pemuda amputasi senang berlatih bola sendiri di lapangan, di Kampung Bojong Kecil. Saya pun mencoba menggali informasi tersebut dan menemukan bahwa benar itu kamu Arga. Saya yakin dengan pengalaman yang kamu miliki, kamu punya potensi yang bisa dikembangkan. Karena itu saya tertarik untuk mengundang kamu untuk bergabung dalam timnas amputasi."

"Saya harap kamu dapat melakukan yang terbaik Arga, sampai bertemu dengan saya nanti." Ujar Pak Martin sambil menepuk pundakku dan berjalan pergi meninggalkanku.

"Ah, seperti itu rupanya mengapa mereka mengundangku kesini."


Arga, Garuda Berkaki SatuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang