Bab 12 - Tiga Pria Tampan

171 22 1
                                    

Agatha dan Niall berhenti di sebuah bangunan tua di tengah hutan. Bangunan yang terbuat dari kayu itu terlihat seperti pondok yang terurus dengan lampu menyala dan tampak rapi bersih, seolah ada orang tinggal di sana.

Gadis itu turun dari punggung serigala Niall, kemudian pria itu mengubah wujudnya seperti semula. "Ini pondok siapa?" kata Agatha terpana mengetahui ada bangunan di tengah hutan belantara ini.

"Ayo masuk," ajak Niall. Pria itu tidak menjawabnya, alih-alih melenggang masuk membuka pintunya seperti rumah sendiri.

Agatha mengikuti. Begitu berada di dalam, ruangan one space itu menampakan seseorang lain selain mereka berdua di sini. Agatha sampai terbengong melihat keberadaan Calix yang santai. "Kau tidak datang sendirian, huh?" kata Calix. Dia berdiri di belakang meja pantry dengan setelan kemeja dan celana hitam tanpa jas dasi.

"Ya." Nial hanya menyahut pendek. Pria narsis itu menjatuhkan tubuhnya ke sofa. Wajahnya yang murung, membuat dia terlihat seolah lelah.

"Hai, nona Agatha," sapa Calix.

"Hai ...." Agatha canggung.

"Duduklah dengan nyaman," kata Calix. "Apa kau suka kopi atau cokelat?" tanyanya menawarkan minuman.

"Mungkin cokelat hangat yang bisa menenangkanku," ujar Agatha meringis. Kemudian gadis itu duduk di seberang Niall. Agatha masih tidak mengerti. Mengapa dirinya malah dibawa ke sini, bukannya di antar ke rumah.

"Dia hampir dimakan Lean," pungkas Niall to the point.

"Apa?" kaget Calix. Sampai-sampai pergerakan menuang air panas mendadak terhenti. Lalu dia melirik ke depannya di mana kedua orang itu tampak duduk di sana. Calix memperhatikan wajah Agatha sejenak, sebelum melanjutkan kegiatannya membuat teh hangat. "Apa Lean melukaimu, Agatha?" tanyanya.

"Ya, hampir saja kalau Niall tidak datang di saat yang tepat," jawab Agatha.

Calix berjala keluar dari meja dapur. Dia membawa nampan berisi dua cangkir keramik putih. Lalu diletakkannya di meja kayu mengilap depan mereka. Calix membagi dua cangkir itu satu untuk Agatha dan satunya lagi untuk Niall, yang masih memejamkan mata sambil bersandar di sofa dengan kepala mendongak ke langit-langit atap.

"Apa yang terjadi, Niall. Kemana Lean pergi?" tanya Calix.

"Itulah masalah barunya," ujar Niall mengeluh. Dia membuka matanya tanpa mengubah posisi duduknya yang tampak telentang malas. "Lean sedang berkelahi melawan para pemburu," lanjutnya diakhiri dengan helaan napas berat.

"Apakah dokter Lean akan baik-baik saja?" Agatha khawatir. Tangannya menyelimuti badan cangkir, menangkupnya secara utuh untuk merasakan kehangatan minuman cokelat itu di telapak tangannya yang sedingin es. Suhu di luar tadi terasa menusuk tulang.

"Aku percaya dia akan baik-baik saja," sahut Calix. "Karena dia jauh lebih agresif dan terkontrol ketimbang kami berdua."

"Aku pikir dia akan lepas kendali lagi seperti saat akan melukai Agatha, mengingat dia sudah pernah terkena efek bulan purnama sebelum berhasil kusadarkan lagi," kata Niall. Dia meraih cangkir kopinya, tapi terdiam sejenak menatap air kopi itu dengan melamun. "Kupikir para pemburu itu ada lima orang yang kulihat sekilas. Kemungkinan besar mereka adalah orang yang sama seperti waktu kau dipergoki olehnya malam itu," sambung Niall. Kemudian dia menyeruput kopinya dengan perlahan.

"Mereka tidak akan bergerak tanpa ada ketuanya yang memimpin perburuan di lokasi," timpal Calix. "Jadi, apakah kau tidak benar-benar berhasil melukai ketua pemburu itu seperti yang kau katakan pada kami sebelumnya?" desak Calix menuntut penjelasan. Pria tampan itu menatap Niall dengan sebelah alis terangkat tinggi.

"Aku yakin aku menembaknya, tapi sepertinya saat itu meleset karena lenganku masih cedera akibat latihan menari," jawab Niall mengeluh.

"Ada yang ingin kutanyakan dengan serius pada kalian," tekan Agatha menginterupsi percakapan dua pria itu. "Aku tidak mengerti apa yang sedang kalian bicarakan, tapi aku punya pertanyaan untuk kalian." Agatha menjeda sesaat. Kedua pria itu memusatkan tatapannya pada wajah Agatha.

Sedangkan Agatha diam-diam menganalisis kejadian malam ini. Melihat bagaimana ketiga pria itu berinteraksi dengan akrab, secara tak langsung mereka menunjukkan hubungan pertemanan yang menjadi kejutan lain bagi Agatha, selain kenyataan bahwa mereka seorang werewolf. Itukah sebabnya mereka bertiga mengingatkan dirinya secara misterius.

Pertama, pertemuan dengan Calix, pria itu selalu membicarakan tentang werewolf seolah memiliki makna tersirat. Kedua, sikap agresif Niall sewaktu di toko buku dan gedung konser, ketiga kalinya di jalanan yang sepi. Oh, bahkan Niall juga mungkin hampir menggigit dirinya saat di gang gelap itu. Dia mengatakan  sesuatu tentang bulan purnama. Lalu ketiga, Lean .... Pria itu tidak mengatakan apapun yang berkaitan tentang werewolf maupun malam purnama. Hanya saja, matanya seakan berbicara pada Agatha, yang membuat Agatha jadi teringat pada kedua pria sebelumnya. Karena mereka memiliki warna mata serupa.

Satu teka-teki sudah terpecahkan di sini. Bahwa ketiga pria itu saling berhubungan. Lalu .... "Apa hubungannya aku dengan kalian?" Itulah yang ingin Agatha tanyakan sedari awal. "Mengapa kalian menargetkanku dan bukannya orang lain. Mengapa kalian selalu memperingatkanku tentang malam purnama?" Dia langsung memberikan pertanyaan beruntun. Agatha bingung. Dia tidak bisa mendapatkan jawabannya hanya melalui pengamatan.

"Itulah sebabnya aku membawamu ke markas kami," kata Niall.

Markas? Rupanya pondok kayu yang hangat ini adalah tempat pertemuan mereka bertiga?

"Baiklah, aku akan mendengarkan penjelasan kalian," sahut Agatha.

"Kau adalah Ratu Rembulan bagi kami," pungkas Niall tanpa basa-basi.

Agatha tampak melongo. Sementara Calix menghela napas mendengar ucapan Niall yang menurutnya payah. "Jadi begini," kata Calix mengambil alih pembicaraan.

Tepat setelah dua kata itu terucap, pintu terbuka dengan keras. Kedua pria itu menoleh serempak dengan santai. Tampak Lean datang tergesa-gesah ke dalam rumah. Dia seperti habis dikejar hantu saja dengan wajah panik itu.

Matanya yang memindai ke ruangan, dan melihat mereka bertiga sudah berkumpul, Lean menghela napas panjang. Dia tampak lega setelah melihat mereka di sini. Kemudian pria itu menutup pintunya lagi, seraya berjalan dengan langkah tenang ke arah mereka yang duduk di sofa.

"Kami bertiga adalah werewolf terakhir di dunia ini," buka Calix, meneruskan kata-katanya yang sempat tertunda tadi.

"Werewolf seperti kami biasanya bisa memakan apa saja, termasuk memakan manusia sebagaimana insting buas kami. Sedangkan dari banyak manusia di sekeliling kami, kami menemukan hanya ada satu manusia yang kami anggap langka. Manusia itu adalah dirimu, Agatha. Kau adalah incaran kami bertiga. Sebab kau memiliki aroma yang lebih kuat dan memikat dibanding manusia lain."

"Tidak hanya itu. Aromamu yang kuat, mengingatkan kami pada ramalan bintang beberapa tahun lalu. Petapa Gunung itu meramalkan bahwa akan ada manusia yang ditakdirkan menjadi Ratu Rembulan bagi werewolf. Sementara kau adalah satu-satunya manusia yang paling memenuhi ciri-ciri dari yang diramalkan oleh Petapa Gunung."

"Tugas kami adalah menjagamu untuk menjadi Luna kami."

***

Secret Obsession Of Three Werewolf [Reverse Harem]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang