chapter 1: shocked

769 61 5
                                    

Sean masuk ke dalam mobil sedan merek Kia Optima matte black keluaran tahun 2012 dan duduk di kursi penumpang dengan nafasnya yang masih memburu. Kemejanya yang penuh percikan darah ia lepas kemudian menggantinya dengan kaos putih yang sudah Joe bawakan.

"Berita kejadian malam ini mungkin akan muncul besok. Tenang saja, aku tidak akan menyebut namamu. Lagipula mereka memang memiliki catatan kriminal sebelumnya jadi tidak akan mencurigakan kenapa keadaan mereka bisa seperti ini." Kata Letnan Joe, seraya memberikan sekaleng kopi melalui kaca belakang mobil pada Sean.

Pria yang masih sibuk memasang jam tangan di tangan kirinya itu tidak bergeming. Sedetik berikutnya terdengar suara petikan kaleng yang dibuka. Tampak jelas jika insiden malam ini membuatnya kesal. Ia sudah curiga sejak taksi yang ia tumpangi tak kunjung sampai tujuan dan hanya berputar-putar di jalan yang sama. Sampai hampir setengah jam lamanya--melebihi estimasi waktu ke tujuan--taksi itu menepi di aspal sepi. Seorang pria berbadan gemuk tidak terlalu tinggi tiba-tiba muncul dari balik semak dan ikut masuk ke dalam mobil. Sean hampir saja dirampok oleh dua orang pria bersenjata tajam--termasuk si supir taksi-- padahal tas bawaannya hanya berisi lembaran kertas yang jika dijual pun tidak memiliki nilai tukar. Hal lain yang membuat amarah Sean cepat memuncak adalah ia hampir dilecehkan.

"Padahal aku sudah memperingatkan kalian berdua. Kenapa tidak mendengarnya?" Ucap Sean tersenyum ringan, ia masih setengah sadar walaupun kepalanya terasa berat akibat meneguk air botol kemasan yang sang supir tawarkan. Sean sengaja meminumnya sedikit dan dari sana ia tahu jika ada kandungan benzodiazepin di dalamnya.

Sorot mata Sean berubah tajam. Ia menggunakan kaki dan tangannya untuk memberi sedikit pelajaran pada dua pria brengsek di dalam mobil sampai terdengar bunyi retakan tulang. Tubuh mereka tidak berdaya. Hidung, pelipis dan tepi bibirnya berdarah-darah. Kemungkinan ada beberapa gigi yang patah. Beruntung Sean tidak sampai membunuhnya. Mereka tidak tahu kalau korbannya kali ini adalah seorang agen rahasia yang menguasai bela diri dan paham benar cara menggunakan senjata.

Getaran ponsel dari dalam saku celana menyadarkan Sean dari lamunan. Alisnya yang bertaut segera terlepas dan naik ke atas bersamaan. Sean tersenyum riang menerka siapa yang menghubunginya segera setelah ia kembali ke Korea.

"Zack?" Panggil Sean bersemangat untuk mendengar kabar dari sahabatnya.

"Apakah benar Anda Tuan Sean Park?"

Tidak seperti dugaannya, bukan suara Zack yang terdengar di seberang melainkan suara berat pria dewasa entah siapa.

"Benar, dengan siapa saya berbicara?"

"Kami dari Badan Intelijen Negara ingin memberitahukan bahwa Zack gugur dalam misi terakhirnya."

"..."

Hening.

Seketika pikiran Sean kosong. Jantungnya berdegup kencang, tangan kanannya terasa lemas untuk sekedar menggenggam ponsel yang beratnya tidak seberapa.

Panggilan itu dimatikan secara sepihak. Tidak ada penjelasan lebih lanjut. Begitulah konsekuensi bekerja di Badan Intelijen Negara. Sean masih cukup beruntung mendapat kabar kematian sahabatnya, karena biasanya mereka akan merahasiakannya. Di sisi lain terdapat kemungkinan jika kematian sahabatnya itu dipalsukan. Sean tidak bisa berpikir jernih.

Pandangan Sean kabur, kelopaknya penuh genangan air yang jatuh dengan sendirinya tanpa ia berkedip. Kulitnya yang putih semakin memucat. Ia sama sekali tidak percaya. Zack bukan orang yang mudah tergangkap atau bahkan tewas begitu saja. Sahabatnya itu sangat teliti dan hati-hati dalam menjalankan misinya.

"Brengsek! Kenapa kau bisa mati, bodoh!"

"Misi apa yang kau lakukan sampai bisa terbunuh? Brengsek! Kau sudah berjanji untuk menemuiku di rumah!" Serapah yang terdengar lantang sekaligus menyedihkan itu terus keluar dari mulut Sean berulang-ulang.

Ia berharap ini hanyalah mimpi.

Intrépide [ jayhoon ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang