content warning! 18+
Tanpa tergesa, tangan Salvatore menjalar pada perut Sean dan jari-jarinya dengan lembut menyusup ke dalam celana. Ia dengan telaten melepas borgol yang melingkar pada kaki pria yang terus merengek itu sebelum akhirnya menarik celana panjangnya sampai terlepas, begitupun dalamannya. Jakun Salvatore bergerak naik turun, ia meneguk ludah kala melihat paha putih yang hanya terlihat setengah bagian--setengahnya lagi masih tertutup kaos yang Sean kenakan--sukses membuatnya berandai, "Mungkin akan terasa sangat lembut jika ujung jariku menyentuhnya."
Sebaliknya, Sean tidak merasakan getaran apapun selain ia bergegas lari ke dalam kamar mandi untuk buang air kecil yang sudah ia tahan sejak tadi. Sekembalinya Sean, pria yang menelanjanginya itu ternyata masih menunggu di tepi ranjang. Dengan wajah datarnya, Sean menunjuk celana dan juga celana dalamnya yang tergeletak asal di lantai dengan ujung dagunya.
"Kau yang melepasnya, pakaikan kembali!" Ucap Sean acuh tak acuh.
"Apa kau sudah mencuci tanganmu?" Salvatore memiringkan kepala tersenyum jahil.
"Apa kau bercanda? Buka borgol ini lebih dulu agar aku bisa cuci tangan!" Bentak Sean seraya membalikkan badan memperlihatkan tangannya yang kini diborgol dari belakang.
"Tu-tunggu!" Sean terkesiap ketika Salvatore tiba-tiba mendorong mundur tubuhnya untuk kembali masuk ke kamar mandi. Bongkahan pantat Sean yang terhalang kain itu mendarat pada tepian wastafel, sedangkan Salvatore berdiri diantara kakinya. Tubuh Salvatore sedikit menunduk dengan lengan yang melingkar pada tubuh Sean. Posisi keduanya seperti sedang berpelukan. Wangi aftershave mint bercampur dengan aroma tubuh bisa Sean cium dengan jelas karena dagunya secara tidak langsung berada tepat di samping ceruk leher Salvatore. Jika ia menoleh ke kiri sedikit saja, bibirnya akan mencium leher jenjang itu.
"Sial! Ini memalukan!" Teriak Sean dalam hati.
Tak lama, tetesan air hangat mulai menggelitik telapak tangan Sean. Salvatore bahkan dengan cermat menyabuni tangannya, membasuh setiap sela-sela jari Sean seperti sedang mencuci tangan anak kecil.
"Apa kau ingin aku membersihkan bagian bawahnya juga?" Bisik Salvatore menggoda Sean yang terlihat begitu tegang.
Sean mendengus dan memundurkan sedikit tubuhnya untuk menatap lawan bicaranya, "Aku tahu pria seumuranmu punya hasrat seksual yang tinggi, dan itu wajar. Tapi kalau kau terlalu explicit, itu tidak akan menarik."
"Kalau begitu, haruskah aku melakukannya secara halus, Sean?"
"Tidak! Tidak peduli sekeras apa kau menggodaku, aku tidak akan melakukannya denganmu! Nyawaku lebih penting!" Pekik Sean dengan wajah masam.
"Seharusnya aku yang bilang begitu, saat berciuman kau menusukku dengan pisau steak."
"Kau mencekikku lebih dulu! Lihat, bekasnya saja belum hilang!" Balas Sean memperlihatkan memar kebiruan pada lehernya.
"Hm.. Sangat cocok denganmu." Salvatore tersenyum melihat hasil karyanya.
"Wah.. Orang ini benar-benar gila!"
Sean keluar dari kamar mandi lebih dulu. Wajah jengkelnya seketika berubah ceria saat melihat beberapa buah dan Piadina, hidangan khas Italia tersaji di atas meja kamar. Ia pun hendak memakai celananya lebih dulu namun tak kunjung berhasil. Tangannya sulit bergerak, saat ia hendak menarik celana ke atas dari belakang, otomatis lengannya merenggang dan gelang besi itu semakin menyakitinya.
Dari arah lain, Salvatore keluar dari kamar mandi seraya memegang sebuah handuk basah di tangan. Ia terkekeh memperhatikan Sean yang baru saja terjatuh karena kehilangan keseimbangan ketika mencoba memakai celana. Saat ia mencoba untuk bangkit, Salvatore menarik lengannya untuk duduk di sebuah kursi kayu lalu ia berjongkok di hadapan Sean.
"Buka kakimu." Perintah Salvatore.
"Apa yang kau lakukan?!" Meski Sean menolak, namun kedua lututnya itu tetap berhasil dibuka lebar. Baju yang ia kenakan juga sedikit ditarik keatas, memperlihatkan daging kenyal merah muda dengan lubang kencingnya yang belum kering.
Sean terkejut dengan apa yang mafia Italia itu lakukan padanya. Terlebih saat rasa basah mengusap sela-sela selangkangannya. Salvatore sedang membersihkan miliknya dengan handuk. Ia tidak menyentuhnya secara langsung. Handuk itu dengan lembut menyapu rambut-rambut halus di sekitar kemaluan dan juga sampai ke ujung penis Sean. Pemiliknya hanya bisa menarik nafas dalam-dalam saat Salvatore dengan mata sayunya menatap lekat kemaluannya tanpa sepatah kata. Hal ini sontak membuat wajah Sean memerah.
"Aku bahkan memberi layanan khusus untuk tawananku. Bukankah itu luar biasa?"
"Apa ini sudah cukup bersih? Kini terasa lebih nyaman bukan?" Lanjut Salvatore.
Sean masih membeku. Gelenyar aneh yang timbul saat titik sensitifnya diusap berkali-kali itu mengganggu pikirannya. Salvatore bisa saja menyentuhnya atau melakukan hal gila seperti yang biasa ia lakukan secara langsung tanpa persetujuannya, tapi kini ia bertanya, ia peduli tentang apa yang Sean rasakan. Ia bahkan tidak memperlihatkan reaksi jijik sedikitpun. Meski sebenarnya Sean tahu kalau mafia itu hanya sedang bermain-main dengannya, namun tubuhnya seolah juga menginginkan hal sama.
"Haruskah aku tunjukkan seberapa jauh aku bisa melayanimu?" Tanya Salvatore kepalanya mendongak, netranya yang sangat sayu bertemu dengan Sean yang sejak tadi memperhatikannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Intrépide [ jayhoon ]
FanficPencarian Sean terhadap sahabatnya yang tiba-tiba dikabarkan meninggal dunia secara paksa mempertemukannya dengan Ezio Salvatore, mafia paling ditakuti seantero Italia. Ia adalah pemasok utama senjata dan obat-obatan terlarang di berbagai negara. Se...