chapter 6 : wolf eyes

458 58 9
                                    

| Radius 2 km dari Port of Hongkong

"Aku akan menyusup ke dalam sedan paling belakang, jadi yang di depan tidak akan menyadarinya." ucap Sean pada Asher melalui earphone. Ia bersembunyi di balik pohon kering tepi jalan agar lebih mudah memonitor keadaan. Beruntung Tigre memilih jalur alternatif diantara tanah lapang dan rerumputan gersang sehingga mempermudah rencana Sean kali ini.

"Apa kau akan menahan mereka sampai Salvatore tiba?"

Asher sendiri berada di lokasi berbeda. Ia berjarak 30 meter jauhnya dari titik Sean berada. Musuh akan melewatinya lebih dulu sehingga Sean bisa bersiap sesuai aba-abanya.

"Tidak."

Rencana Sean kali ini adalah memasang bom dan meledakkannya saat Tigre melaluinya. Kemudian ia akan menyelinap ke dalam salah satu sedan yang mengawal paling belakang saat semua orang panik akibat ledakan. Setelahnya, ia tinggal menunggu Mafia Sisilia itu datang.

"Hm, baiklah. Aku percaya padamu. Jangan sampai mati, mengerti?"

"Apa yang kau coba bicarakan?"

"Sepertinya aku menyukaimu, haha."

"Berhenti dengan lelucon kunomu itu." Ini bukan saatnya meladeni omong kosong Asher. Lagi pula, sebelumnya Sean juga tidak pernah menganggap ucapannya dengan serius.

Kini keduanya bersiap, target satu akan tiba dalam waktu tiga menit sedangkan target dua berada jauh di belakang dengan jarak tempuh kurang lebih 30 menit. Mereka mengendarai empat SUV hitam, belum diketahui pasti jumlah anggotanya. Yang terpenting adalah salah satu mobil itu ditumpangi Ezio Salvatore.

(*Target satu adalah Tigre dan target dua adalah Ezio Salvatore)

"1 menit lagi, kecepatan 70km/jam."

Sean mulai menghitung mundur.

"Lima."

"Empat."

"Tiga."

"Dua."

"Satu."

Ibu jari Sean menekan tombol remote control bom tanpa ragu tepat di detik ke nol. Menghasilkan ledakan besar sampai truk full trailer yang berada paling depan terbalik dan terbakar hancur.

"Hati-hati, mobil yang akan kau masuki bersenjata lengkap."

"Hanya tiga orang 'kan?"

Dor!

Dor!

Dor!

Sean menembak para anggota Tigre itu satu per satu menggunakan long gun yang sudah dipasang supressor. Lalu ia mengeluarkan satu orang yang mengemudikan mobil dan membuang mayatnya di semak-semak. Tanpa menurunkan dua orang lainnya yang tewas di kursi penumpang, Sean berhasil memasuki mobil tersebut dan mengendarainya tanpa membuat Tigre curiga.

(*Supressor/silencer adalah perangkat yang digunakan untuk mengurangi intensitas suara tembakan.)

"Kapan target dua tiba?" tanya Sean seraya mengusap sandaran kepala mobil yang penuh darah.

"Lima menit lagi mereka akan datang, bersiap- Tidak! Mereka bergerak lebih cepat dari perhitungan kita."

"Apa?!" Sean menoleh ke belakang. Ini tidak sesuai perkiraannya. Ia takut Salvatore mengubah rencananya secara mendadak karena merasa ada yang tidak beres.

"Kenapa mereka begitu kencang?
Sean cepat keluar dari sana! Sepertinya akan terjadi tabrakan! Awas!"

Belum sempat Sean keluar, mobil yang Sean tumbangi ditabrak oleh SUV milik Salvatore dengan sangat keras hingga menyebabkan tabrakan beruntun. Sedan itu rusak parah, Sean terhimpit di dalam mobil. Kepalanya membentur stir mobil dan mengakibatkan sakit yang luar biasa hingga kesadarannya hampir hilang.

"Sean, apa kau baik-baik saja?
Sean, jawab aku!"

Diambang kemampuannya untuk memahami situasinya, Sean mencabut sandaran kepala untuk memecah kaca mobil yang ia tumpangi dan keluar dari sana.

Bruk.

Tubuh Sean yang lemas membentur tanah. Dahinya terus mengeluarkan darah, kepalanya semakin terasa tidak karuan dan telinganya mulai berdengung sehingga ia terpaksa melepaskan earphone yang sejak tadi terpatri di telinga kanannya.

Saat Sean mencoba memusatkan pandangannya, di kiri kanannya terdapat banyak anggota Tigre yang tergeletak tak bernyawa berlumur darah. Samar-samar sebuah langkah kaki mendekatinya, pria berpakaian rapi dengan jas dan dasi itu berjongkok di hadapan Sean yang berusaha bangkit.

"Ciao."

Sean segera mengambil pistolnya dan melakukan reload dengan cepat. Nafasnya pun susah payah namun ia mencoba untuk tetap sadar.

(*reload adalah mengisi ulang peluru dengan mengganti magazine yang baru)

"Jika kau mendekat satu langkah saja, aku akan menembakmu!" Teriak Sean.

Tangannya menggenggam pistol dengan gemetar. Ia tidak memiliki banyak tenaga. Namun secara tiba-tiba, tangan Sean diraih. Pria di hadapannya ikut menggenggam pistol yang mengarah padanya dan menuntun Sean agar ujung pistol itu tepat menempel di dahi Ezio.

"Head shoot! Lakukanlah semaumu. Lagi pula aku sudah menunggu lama untuk mati." Ucap Ezio Salvatore dengan mata tajam dan dingin namun bibirnya menyeringai; seperti serigala ketika melihat mangsanya. Sean yang melihatnya merinding. Pria itu sama sekali tidak tergertak sedikitpun.

Sean mematung beberapa detik, ia tidak tahu bagaimana harus merespon keadaan saat ini hingga satu pukulan keras mengenai tengkuknya mengakibatkan Sean tidak sadarkan diri. Kemudian Ezio mengangkat tubuh Sean dengan dua tangan dan membawanya dalam gendongan.

"Apa yang Anda akan lakukan padanya Tuan?" Ucap Luca menerka-nerka apa yang akan Tuannya lakukan pada pria yang sudah jelas dari pihak musuh.

"Kita akan membawanya pulang dan lihat apakah dia akan berguna nanti." Jawab Ezio seraya memasukkan Sean ke dalam black SUV.

"Jika tidak?" tanya Luca lagi.

"Maka aku akan membunuhnya."

---

rose here!
makasih buat yang udah support book ini. let me know if you can't understand the plot, i'll try to explain it to you! don't hesistate to ask or correct my typos.

i will continue the story kalau votenya udah 10 ya, thank you!

Intrépide [ jayhoon ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang