Aroma lorong sekolah yang sangat dirindukan ini kembali menusuk sanubarinya. Ia kembali menginjakkan kakinya di sebuah tempat dimana dirinya menemukan kebahagiaan yang belum pernah ia dapatkan sebelumnya. Dirinya kembali melihat teman-temannya bermain selayaknya muda-mudi yang berbahagia di bangku sekolahnya. Suara bel sekolah itu.. merinding. Dirinya seperti berada di dunia yang berbeda. Padahal masih di dunia yang sama, namun berbeda dimensi waktu.
"Silakan, Nak." Ia hanya tersenyum simpul sambil mengangguk pelan.
"Nama gue Jenderal Adhitira Cakrabuana. Salam kenal semuanya." seluruh pandangan mata langsung tertuju kepada seorang siswa laki-laki yang duduk di ujung belakang.
Arthur hanya menatap dirinya yang muda itu sedang tidur ketika jam pertama berlangsung. Setelah dilihatnya agak lama, terasa miris juga dulunya ia tidak punya teman sebangku.
"Kenapa lihat ke belakang semuanya?" tanya Bu July kepada murid yang kebetulan duduk di hadapannya.
"Wajah dia mirip sama Arthur, Bu." bisik Ayu, murid paling depan.
Bu July tersenyum pada Jenderal, "Silakan duduk di kursi yang ada ya."
Langkah kaki Jenderal membawanya pada bangku kosong yang berdebu itu. Letaknya tepat bersebelahan dengan dirinya yang tengah tertidur menghadap jendela sekolah. Tidak heran jika Arthur tertidur sepagi ini, udara disini sangat sejuk.
Tiba-tiba Arthur terbangun karena kakinya tidak se leluasa biasanya. "Lo siapa..?"
"Gue Jenderal. Salam kenal."
••√••
Newsouth City, 2055.
"Maaf, tapi aku harus mengantarkan ini kepada temanku dulu baru aku bisa menjemputmu di stasiun. Bagaimana?"
"Kau bisa memberikannya nanti malam. Itu kan hanya oleh-oleh kue kering! Ini jauh lebih penting daripada kue kering itu, Arthur!" Arthur tersenyum miring.
"Tidak ada yang bisa mengerti mengapa kue kering ini penting untukku. Pulanglah naik taksi atau mintalah temanmu untuk menjemputmu!"
"Taksi mahal! Kalau ada kau kenapa tidak? Ayolah jemput aku di stasiun segera." Arthur menghela napas.
"Berjanji padaku dulu untuk tidak membawaku ke tempat lain untuk makan selama berjam-jam."
"Baiklah! Yang penting jemput aku dulu di stasiun sekarang!"
Panggilan terputus. Butuh beberapa saat untuk Arthur berpikir apakah ia lebih baik menjemput kakaknya di stasiun atau justru pergi ke rumah temannya untuk memberikannya kue kering hingga ia memutuskan untuk memprioritaskan kakaknya. Arthur berjalan ke parkiran mobil bandara dengan menggeret koper hitam yang tidak terlalu besar itu. Ia meletakkan koper di bagasi mobilnya sebelum ia menyalakan mesin mobil.
Mesin mobil ini sudah seringkali bermasalah. Bahkan montir pun terkadang putus asa ketika memperbaiki masalah pada mobil milik Arthur ini. Alih-alih memperbaiki, montir mengatakan lebih baik Arthur mengganti mobilnya dengan mobil baru yang lebih bagus. Karena di sisi lain, Arthur sebenarnya sangat mampu membeli mobil keluaran terbaru bahkan mobil sport sekalipun daripada ia harus memperbaiki mobilnya di bengkel sampai ratusan kali.
Tetapi Arthur beruntung hari ini. Meskipun mobilnya berada di parkiran bandara selama tiga hari, mobilnya tidak sulit untuk dinyalakan. Arthur bergegas karena sudah tidak sabar setelahnya ia akan memberikan kue kering ini kepada temannya yang ia janjikan untuk memberinya oleh-oleh usai pergi ke negara tetangga untuk urusan bisnis. Selain itu, langit semakin gelap karena gumpalan awan dan dirinya belum menjemput kakak laki-lakinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
HIRAETH - A Story: The Unfinished Past
Fanfiction[CERITA INI FIKSI/ TIDAK NYATA] "Mesin waktu ini seolah-olah memberikanku kesempatan kedua untuk berada di masa-masa yang berharga bagiku. Aku ingin melihatmu lebih lama lagi di versi yang terbaik dalam hidupku." "Bukan tanpa alasan aku meninggalka...