Sebelum kembali ke rumah, Arthur menyempatkan diri untuk pergi ke sebuah cafe langganannya sepulang kerja. Setelah selama tiga hari tidak mengunjungi cafe ini, terasa seperti separuh hidupnya hilang. Beruntung di liburan akhir tahun seperti ini cafe masih tetap buka walaupun sepi pelanggan. Arthur memarkirkan mobil kesayangannya itu di parking lot kemudian ia berjalan menuju cafe yang ia tuju. Beruntung jarak dari parking lot ke cafe tidak terlalu jauh. Alhasil ia tidak perlu diselimuti udara dingin seusai hujan lebih lama lagi.
Aroma cafe ini masih tetap sama. Ya memang, Arthur hanya pergi tiga hari saja bukan bertahun-tahun jadi tidak ada yang berbeda dari cafe ini. Seperti biasa, Arthur memesan minuman dan kudapan kesukaannya yakni cokelat panas dan waffle dengan sirup maple diatasnya.
"Aku tidak melihatmu beberapa hari ini, ada acara di luar kantor?" tanya penjaga kasir. Sebut saja dia Val, pemilik sekaligus pengelola cafe itu. Dia juga orang tua paruh baya sama seperti Arthur.
"Ya, aku pergi untuk urusan pekerjaan. Kenapa? Kau merasa kehilangan pemasok pendapatan cafe mu? Sudah berapa kali kubilang, buka saja cafe mu itu di kantorku agar tidak sepi pelanggan." ujar Arthur sambil mengeluarkan uang untuk membayar makanannya.
Val terkekeh mendengar omelan Arthur, "Aku hanya bicara aku tidak melihatmu tiga hari ini, mengapa kau terus menganggap dirimu pemasok pendapatan cafe ku? Cafe ku ramai 'kok!"
"Baiklah, sedikit santai saja." Arthur mengeluarkan kartu debitnya.
"Kau masih ingin menggunakan itu?" tanya Val yang melihat Arthur akan membayar makanannya dengan kartu debit.
"Memangnya kenapa? Kau masih punya alatnya kan?" tanya Arthur.
Val meletakkan alat pembayaran menggunakan kartu depan Arthur, "Asal kau tahu ya, aku menyimpan alat ini hanya demi kau yang malas belajar teknologi. Semua pelangganku tidak lagi menggunakan ini, jadi berterimakasihlah." ujarnya.
"Baik..lah.. terima kasih.." kata Arthur sambil keheranan. Seperti ada yang berbeda dengan Val hari ini.
"Ada sesuatu yang membuatmu 'berbeda' hari ini?" tanya Arthur hati-hati.
"Coba tebak." kata Val.
"Perempuan memang makhluk aneh. Aku bertanya padamu, kenapa kau menyuruhku menebaknya?! Cepat katakan agar aku bisa duduk di kursiku." dumel Arthur.
"Aku bertemu Kanaya secara tidak sengaja hari ini. Aku sudah lama merindukannya dan hari ini aku bertemu dengannya lagi!" ujar Val bahagia. Arthur terbelalak.
"K-kanaya? Kanaya– dia?" tanya Arthur memastikan.
"Iya, adik kelas kita waktu sekolah dulu. Kau ingat kan? Hah.. dia semakin tua semakin cantik. Ku kira dia sudah pergi ke luar negeri dan menikah dengan orang luar negeri pula." kata Val.
Arthur mengernyit, "Bukannya dia memang ke luar negeri?" tanyanya.
"Seingatku dia memang pergi ke luar negeri, tapi hanya sebentar. Dia sekarang berjualan donat kepang di dekat pasar modern itu dengan beberapa pegawainya. Ckck, dia orang hebat sekarang." ujar Val.
"Dia yang mempunyai usaha itu? Bersama suaminya juga?" tanya Arthur.
Senyum Val sedikit memudar, "Untuk itu, aku tidak tahu. Antara memang itu bisnisnya jadi tidak ada campur tangan suaminya atau dia sudah tidak bersama suaminya lagi atau bahkan dia tidak pernah menikah sama sekali? Kau tahu sendiri bagaimana dia yang dulu, sangat anti dengan hubungan romansa karena dia melihat ibunya gagal." ucap Val dengan akhir yang berbisik.
"Aih, berhentilah berbisik ketika bergosip. Aku masih laki-laki sejati." ucap Arthur sambil mengusap bahunya bangga.
"Terserah saja. Duduklah, akan ku buatkan pesananmu."
KAMU SEDANG MEMBACA
HIRAETH - A Story: The Unfinished Past
Fanfiction[CERITA INI FIKSI/ TIDAK NYATA] "Mesin waktu ini seolah-olah memberikanku kesempatan kedua untuk berada di masa-masa yang berharga bagiku. Aku ingin melihatmu lebih lama lagi di versi yang terbaik dalam hidupku." "Bukan tanpa alasan aku meninggalka...