Arthur duduk di kursi sofa yang berdebu itu dengan berhati-hati. Bukan apa-apa, takutnya kaki sofa tersebut rapuh karena sudah lama. Hampir terlihat seperti barang antik yang tidak terawat. Selain itu, ia berhasil memastikan Ardan baik-baik saja. Seseorang yang memanggilnya dari arah dapur tadi adalah Ardan yang sedang membawa sebuah mug kopi. Arthur nyaris mati karena terkejutnya bukan main.
"Aku hampir tidak mengenalimu, kau tahu? Bagaimana bisa kau hidup seperti sekarang ini?" dumel Arthur sambil menyentuh meja tamu Ardan yang berdebu.
Ardan tiba di ruang tamu sambil membawa dua mug berisi kopi satu untuknya dan satu untuk Arthur. Ternyata, bukan hanya rumah yang tidak terawat, tetapi Ardan juga. Rambutnya dibiarkan begitu saja, jas lab nya yang sudah agak 'menguning', kantong matanya yang hampir hitam, dan wajahnya tampak lebih tua daripada beberapa bulan lalu saat Arthur menemuinya di supermarket.
"Oh maafkan aku. Aku tidak sempat membersihkan rumah akhir-akhir ini karena ada hal lain yang lebih penting." ujar Ardan sambil meletakkan kedua mug tersebut di atas meja.
Arthur melihat ke arah plafon sudut rumah Ardan, "Kau yakin hanya 'tidak sempat' membersihkan rumah?" tanya Arthur.
"Ya aku sedang mengerjakan projek baru beberapa bulan terakhir. Alhasil aku tidak pernah membersihkan rumahku. Maaf jika itu mengganggumu." kata Ardan.
"Kemana istrimu? Kau yakin dia tahan di rumah seperti ini?" tanya Arthur lagi.
Ardan menghela napas, "Dia sedang sakit."
"Oh, maaf. Aku tidak tahu mengenai itu. Sejak kapan istrimu sakit?" tanya Arthur hati-hati.
"Sebenarnya aku tidak ingin menceritakan hal ini. Tapi mungkin baiknya aku bercerita. Sekaligus, aku butuh bantuanmu jika kau berkenan." ujar Ardan.
"Cerita saja jika kau ingin aku mendengarkannya." kata Arthur.
"Baiklah, pertama-tama, aku ingin menanyakan sesuatu padamu. Apa kau dulu mengenal istriku?" tanya Ardan ragu-ragu.
"M-maksudmu?"
"Istriku bercerita kepadaku jika dulu ada yang menyayanginya lebih dariku yang hanya dijodohkan dengan dia. Istriku bercerita seperti ini ketika ia sedang marah padaku. Pada awalnya, aku tidak pernah memperdulikan hal tersebut karena memang aku tidak peduli dengan masa lalu seseorang. Aku memang mencintainya lebih dari apapun yang aku punya." jelasnya.
"Lalu.. apa hubungannya dengan aku?" tanya Arthur.
"Beberapa bulan yang lalu, istriku terlibat kecelakaan beruntun di jalan tol menuju Clayton Town dan koma di rumah sakit. Hatiku sangat hancur kala itu. Aku tidak tahu harus berbuat apalagi karena aku tidak ingin kehilangan istriku. Selain itu, aku juga tidak bisa terus-terusan menangis di rumah sakit. Alhasil aku pulang dengan berjuta-juta harapan agar istriku kembali hidup. Aku pergi ke gudang untuk mengambil album foto, memandangnya berlama-lama karena aku sangat merindukannya. Lalu secara tak sengaja aku menemukan sebuah foto polaroid yang terselip diantara foto-foto pribadinya." kemudian Ardan mengeluarkan sebuah kertas foto polaroid lawas dan ditunjukkannya kepada Arthur.
"Ini.. kau kan, Arthur?"
KAMU SEDANG MEMBACA
HIRAETH - A Story: The Unfinished Past
Fanfiction[CERITA INI FIKSI/ TIDAK NYATA] "Mesin waktu ini seolah-olah memberikanku kesempatan kedua untuk berada di masa-masa yang berharga bagiku. Aku ingin melihatmu lebih lama lagi di versi yang terbaik dalam hidupku." "Bukan tanpa alasan aku meninggalka...