Terima kasih yang ngikutin cerita ini hingga chapter ini.
Ditunggu jejak vote dan komennya!
oOo
"Perubahan rencana." Rain mengumpulkan anggotanya pagi itu sebelum menuju ke persidangan.
Sepuluh orang berdiri tegang menatap layar. Serat aramid membebat tubuh mereka dalam balutan body armor. Senjata laras pendek terselip di pinggang mereka. Extended magazine sudah diisi penuh sesuai instruksi Rain. Pisau lipat tersimpan rapi sebagai cadangan. Alat komunikasi juga disiapkan untuk berkoordinasi sepanjang konvoi menuju pengadilan.
"Mobil anti peluru yang kita punya tidak akan berguna kalau mereka menggunakan peledak," kata Rain.
"Peledak?" sahut salah seorang anggota berpostur tinggi besar. "Yang benar saja? Ini kasus narkoba, bukan teroris."
"Reaper lebih dulu berbisnis senjata dibanding narkoba. Jika bukan peledak, bukan tidak mungkin mereka punya senjata api yang lebih kuat dari kita." Rain tahu dia akan disanggah, jadi cepat menambahkan. "Aku tahu dengan pasti apa yang kukatakan. Kasus ini tidak sesederhana kelihatannya."
Anggota Rain bertukar pandang. Isu tentang Rain dan ayahnya sayup-sayup pernah terdengar. Namun, isu itu selamanya hanya isapan jempol karena Sena sudah diadili dan dijatuhi hukuman mati. Sena, bukan Rain.
Kenyataannya, meski sebatas isu, hal itu memengaruhi kinerja tim mereka. Kecurigaan selalu menjadi bayang-bayang anggota tim. Bagaimana pun Rain adalah anak dari Sena. Kenapa merekrut orang semacam itu untuk misi-misi penting? Okelah sebagai anggota mungkin masih bisa diterima, tetapi Liam seolah menganakemaskan Rain dengan menjadikannya ketua tim.
Mereka akhirnya menyepakati perubahan rute jalan, iringan konvoi, di mana penembak jitu berjaga, dan mobil mana yang akan membawa Rein. Lalu, pertanyaan muncul.
"Rain, kamu yakin menggunakan mobil sipil?" tanya seorang anggota berwajah tirus.
"Mereka akan terkecoh dengan iringan." Rain menegakkan tubuhnya menatap semua orang.
"Terlalu berbahaya," sahut seseorang.
"Semua mobil yang keluar dari tempat ini saja sudah menjadi pusat perhatian," yang lain menyahut.
"Kamu bukan bermaksud membawa lari Rein, bukan?" tanya anggota berpostur tinggi besar tadi.
Rain menatap pria itu lurus-lurus. "Ada ide?" kata Rain akhirnya.
Namun, semua orang diam.
oOo
"Kenapa kita lewat sini?" Rein bertanya sepanjang Rain menyeret tangannya keluar rumah perlindungan lewat loading dock.
"Gerbang utama diblokade. Crusher tidak bisa keluar. Ganti!"
"Mayday! Mayday! Badwing diserang sisi kiri!"
"Tracker, laporkan posisi. Tracker!"
Suara-suara itu terdengar dari earpiece yang dikenakan Rain. Crusher, Badwing, dan Tracker adalah kode nama masing-masing mobil pengiring. Tidak ada laporan dari Tracker. Sebagai gantinya, terdengar suara tabrakan. Tinggal satu mobil tersisa, tapi tiga saja sudah pertanda buruk.
"Rain! Jawab aku," Rein bicara dalam suara panik.
"Kamu bisa berlari masuk kalau menolak percaya padaku," Rain menoleh ke kiri kanan sebelum menyebrang jalanan lengang yang membentang. Ada celah sempit di rumah ke sepuluh dan sebelas dari tempat mereka berdiri. Rain berencana melewati celah itu sebelum menemukan jalan raya tempat dia memarkir mobil. "Bagaimana?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Rain, Rein & Ruin (END)
Romance"Jangan jatuh cinta padaku." Suara Rein tidak keras, tapi jarak yang hanya tersisa sejengkal dari lawan bicara membuat kalimat itu terdengar jelas. "Kenapa?" "Supaya kamu tidak terluka." Rein tersentak dalam tawa. Tawanya renyah dan tampak terhibur...