Bagian Empat : Kebahagiaan

262 6 0
                                    

Gadis bermata cokelat itu berlari ketika melihat tubuh sosok yang sangat dia dambakan sudah berbaring lemas di bangsal rumah sakit. Tubuhnya jatuh bersimpuh tepat disebelah bangsal yang tadinya berjalan. Sebelah tangannya terulur untuk menyentuh telapak tangan sosok yang berbaring lemas di atas bangsal.

"Ayah!"desis gadis itu pelan. Air matanya sudah mengalir amat sangat deras hingga membuat mata cokelat sang gadis tidak begitu jelas terlihat. Hidungnya sudah sangat memerah. "Ayah! bicaralah"isak kembali sang gadis ketika tidak ada sautan atas perkataannya dari sang Ayah. tangannya menggenggam erat tangan sang Ayah.

"El"perlahan sebelah tangan seseorang menyentuh pundak sang gadis. Meremasnya lembut berusaha memberikan sebuah kekuatan pada sang gadis. "Cobalah untuk lebih kuat. Ayah telah tiada"suara lembut itu kembali terdengar dengan lembut berusaha memberi sebuah kekuatan pada sang gadis.

Gadis itu menggeleng keras."Tidak bunda, Ayah masih bersamaku. Ayah hanya tidur. Ayah merasa lelah hingga dia harus tertidur dengan nyenyak. Sebentar lagi setelah Elisa berusaha membangunkannya. Ayah akan segera bangun dan membuka kedua kelopak matanya. Percayalah bu"desis sang gadis dengan isakan yang sangat jelas.

"Elisa. Semuanya sudah berakhir. Ayah sudah tenang bersama yang maha kuasa. sadarlah"tegas sang bunda keras. Sang gadis hanya menggeleng keras. Sebelah tangan sang gadis mengusap air mata yang mengalir di sekitar wajahnya dengan kasar. Perlahan dia beranjak dari tempat dia bersimpuh sebelum akhirnya sang gadis menatap tubuh sosok yang dia dambakan diatas bangsal dengan selimut yang sudah menutupi semua tubuhnya.

"Bunda berbohong. Ayah masih bersamaku. Dia masih di sisiku."teriak sang gadis dengan keras kepada wanita paruh baya yang ada di hadapannya saat ini "Ayah berjanji akan hadir dalam acara wisudaku. Dan saat ini Ayah hanya tertidur karena Ayah merasa sangat lelah. Bunda tidak mengerti. Bunda sudah tidak percaya dengan apa yang aku katakan. Ayah. Bangunlah, Bunda sudah tidak mempercayaiku. Elisa mohon Ayah, beritahu Bunda bahwa Ayah hanya tertidur."sambungnya seraya memeluk tubuh sosok yang dia dambakan yang sudah tidak bergerak sedikitpun tersebut.

"Ayah bangunlah. Elisa lelah membangunkan Ayah. apakah Ayah bermimpi sangat indah hingga tidak ingin membuka kedua kelopak mata Ayah. Elisa mohon, buka mata Ayah."sang gadis kembali terisak ketika merasa tidak ada respon dari sang Ayah. wanita paruh baya yang sedang berdiri tepat dibelakang tubuh sang gadis mendesah pelan. Perlahan tangan sang wanita menarik kasar lengan sang gadis hingga sang gadis berbalik menghadap tubuhnya.

"DENGARKAN BUNDA ELISA. AYAH SUDAH TIDAK ADA. DIA SUDAH TENANG DISISI ALLAH. BERHENTILAH MENANGIS DAN BERUSAHA UNTUK MENERIMA KEPERGIAN AYAH. BUNDA TIDAK SUKA MELIHATMU MENJADI GADIS CENGENG SEPERTI INI. INI SEMUA SUDAH BERAKHIR ELISA. SEMUANYA SUDAH BERAKHIR."teriakan kasar wanita paruh baya itu mampu membuat sang gadis terkejut menatap sang Bunda yang sedang meremas kedua lengannya dengan kasar. "bukan hanya dirimu yang tersiksa. Bukan hanya dirimu yang merasa kehilangan. Tapi juga Bunda. Bunda Elisa. Bunda telah bersamanya selama beberapa tahun lamanya Elisa. Tapi Bunda berusah untuk tegar menghadapi apa yang sudah Allah tentukan untuk kita semua."imbuh sang Bunda seraya mendesah di akhir kalimat.

Gadis bermata cokelat itu menggelengkan kepalanya pelan setelah berusaha mencerna setiap kata yang keluar dari bibir sang bunda. Perlahan tubuhnya jatuh lemas dalam pelukan hangat sang bunda. Isakan tangisnya terdengar sangat amat jelas. Ya Allah. Ayah sudah benar benar pergi. Jerit gadis itu dalam hati.

***

Waktu berjalan dengan begitu cepatnya. Aku merasa baru kemarin Ayah datang dan meminta rujuk pada Bunda hingga akhir maut telah memisahkan kita. Hadiah yang tidak terduga diberikan padaku sebagai ucapan selamat atas kelulusanku. Ayah, aku masih tidak percaya akan semua ini. Secepat itukah Ayah meninggalkanku dan Bunda?-Elisa Malik.

***

Gadis itu tersenyum pahit ketika seorang wanita yang telah lanjut usia memeluknya erat seraya menangis. Membuat gadis yang dipeluk tersebut kembali mengingat kenangan-kenangan bersama sosok yang kini tengah siap untuk berangkat menuju tempat istirahat terakhir. Sulit untuk mendeskirpsikan itu semua dalam sebuah kata yang akan di susun hingga menghasilkan sebuah kalimat yang sangat bagus. Entahlah. Perasaan gadis itu saat ini sedang tidak ingin di ganggu oleh siapapun. Termasuk mereka yang ingin mengetahui bagaimana selanjutnya. Maaf. Tapi ini terlalu menyakitkan.

***

The Best Of YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang