Bagian End : Kebagiaan itu Selalu Ada

359 14 0
                                    


Gadis bermata cokelat itu memejamkan kedua matanya seraya berdoa dalam hati dengan penuh khusuk. Bibirnya berkomat-kamit membacakan setiap ayat-ayat suci. Setelah selesai dia kembali membuka matanya dan menatap batu nisan yang terukir sebuah nama sangat indah. Zayn Malik. Nama yang indah yang sangat dia dambakan sebagai sosok Ayah yang selalu diharapkannya.

“Assalamualaikum Ayah. Elisa datang kembali untuk menemui Ayah. bagaimana keadaan Ayah disana? Apakah Ayah baik-baik saja? Elisa harap Ayah baik-baik saja. Ayah, Minal Aidzin Wal Faidzin. Mohon maaf lahir dan batin yah. Maafin semua kesalahan Elisa ya. Dari Elisa kecil hingga sekarang.”desis sang gadis mulai terisak. Air matanya mengalir begitu saja tanpa ada yang memandu untuk keluar dari tempat persembunyiannya.

“Tahun ini Elisa dan Bunda melalui bulan suci ramadhan tanpa Ayah. Terkadang di setiap Elisa membuka mata Elisa berharap Ayah yang membangunkan Elisa seperti biasanya. Seperti tahun sebelumnya Ayah. Elisa merindukan masa-masa itu. Terkadang Elisa selalu berdoa agar bisa memutar kembali waktu pada masa-masa itu. Ini terlalu cepat Ayah. tiga tahun bersama Ayah sangatlah kurang untuk Elisa. Ayah Elisa rindu pada Ayah.”isak sang gadis.

Wanita paruh baya yang berada di sebelahnya hanya mendesis pelan melihat sang anak yang begitu rapuh. Ya Allah. Begitu menyakitkan untuk anakku ketika kehilangan sosok yang selalu dia dambakan. Jerit wanita itu dalam hati. Ingin rasanya wanita tersebut menangis. Tapi dia tidak ingin menunjukkan pada sang anak bahwa dirinya adalah sosok Bunda yang sangat lemah di hadapan sang anak. Sebenarnya hatinya saat ini menangis menjerit.

“Elisa. Sudahlah. Masih ada Bunda disini. Bunda akan selalu menemanimu dan tidak akan meninggalkanmu. Bunda berjanji”desis sang wanita itu memeluk perlahan sang anak dari arah samping. “Ketahuilah Elisa, bagaimanapun. Dimanapun. Kapanpun. Ayah akan selalu bersama kita. Menemani kita sampai kapanpun itu”imbuh sang bunda berusaha menenangkan isak tangis sang anak.

“Sekarang mari kita pulang. Nenek sudah menunggu kita dirumah. Kau tidak merindukannya?” ucap sang bunda sebelum akhirnya membantu sang anak beranjak dari tempat dia duduk. Dengan perlahan dia melangkah meninggalakan makam sang Ayah.

“Elisa sayang. Minal aidzin wal faidizin. Mohon maaf lahir dan batin. Ayah juga merindukanmu. Janganlah bersedih. Itu hanya membuat Ayah juga merasa sedih. Waktu sudah tidak bisa diputar kembali. Allah telah menentukan semuanya seperti ini. Tidak ada yang bisa menentang apa yang Allah inginkan. Ini adalah takdir. Percayalah dibalik semua ini Allah pasti merencanakan suatu hal tidak akan kita kira. Jadi, jangan pernah sesali apa yang sudah terjadi. Dan Ayah harap kau tidak menangis lagi. Ayah mencintaimu juga Bundamu”—Zayn Malik.

The Best Of YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang